begellataes

Identical Twins -

And I went home and dreamed of you that night.

Falling in Love. -J.Střelou-


Ternyata perkataan Taehyung perihal memblokir seluruh media sosial Jungkook bukan main-main atau sekadar ketikan saja. Semalam, nomornya betulan diblokir dan bahkan twitter Jungkook juga diblokir oleh pria manis itu.

Sejujurnya, hati Jungkook sungguh sakit saat melihat kejadian di depan rumah Taehyung kemarin malam. Entah kenapa melihat pria manis itu turun dari boncengan motor kakak kembarnya membuat Jungkook merasa panas dan kesal. Iya, hatinya terasa begitu panas.

Namun setelah membaca pesan salam sambung dari Taehyung semalam, perasaannya langsung jauh lebih baik. Entah kenapa, Jungkook juga bingung.

Padahal tidak ada satu pun perkataan Taehyung yang menyatakan kalau dirinya menyukasi Jungkook, tapi tetap saja Jungkook senang.

FLAT 202 oneshot [ after story ]

Cafuné (n.) running your fingers through the hair of someone you love.

Penglihatannya kabur. Bukan, bukan hanya kabur. Bahkan kini segala hal yang Taehyung lihat berkali-kali lipat lebih banyak dibanding jumlah yang seharusnya. Contohnya: susu pisang yang sedang berjalan terburu-buru ke arahnya kini berjumlah sebanyak dua.

Taehyung tidak tahu apakah ini sebuah musibah atau anugerah. Melihat satu orang Jungkook saja sudah membuat Taehyung deg-degan bukan main dan tergila-gila karena wajah tampan pacarnya itu. Apalagi kini Taehyung harus melihat ada dua Jungkook?

“Susu pisang! Hii, kok kamu ada dua?” Taehyung meracau.

Jungkook menaruh segala tentengan berisikan belanjaan Bae ahjumma ke atas meja, lalu dia berjongkok di depan sofa tempat Taehyung duduk.

Kedua tangannya menangkup pipi pacarnya lembut. Dia bertahan dengan posisi itu selama beberapa saat, sembari menikmati pemandangan indah di hadapannya. Wajah Taehyung yang lucu dan menggemaskan. Hidung, pipi dan telinga pria manis itu merah seperti tomat, matanya sedikit menyipit ketika menatap Jungkook, lalu bibirnya dikerucutkan.

Tuhan, tolong tahan Jungkook untuk tidak mengecupi pacarnya di hadapan orang-orang. Karena kini mereka masih berada di flat milik Bae ahjumma.

“Hei, siapa yang memperbolekan kamu minum minuman beralkohol, hum?” tanya Jungkook. Tangan kanannya mengusap rambut Taehyung yang sedikit basah karena keringat, lalu dia rapihkan kembali rambut pacarnya.

Taehyung menggelengkan kepalanya dengan tempo acak, khawatir kalau anak itu akan mematahkan lehernya karena tindakannya itu. Lalu dia diam sebentar sambil memandang Jungkook. Kelopak matanya yang menyipit kini dia buka secara paksa, hingga kini mata anak itu membulat.

“A-aku tidak minum minuman beralkohol? Hik,” Taehyung diam sebentar, karena terpaksa diinterupsi oleh acara cegukannya itu. Lalu anak itu kembali berkata, “Tapi, kenapa susu pisangku ada dua, ya?”

Lalu kepala anak itu dimiringkan ke kanan dan ke kiri, seakan-akan hal itu dapat berpengaruh pada penglihatannya yang aneh saat ini. Padahal itu tidak berpengaruh sama sekali pada penglihatanmu Taehyung-ah. Tahu tidak berpengaruh pada apa?

Kesehatan jantung pacarmu yang kini sedang diam terpaku menatapmu. Si susu pisang jumbo alias Jeon Jungkook, dia hanya bisa diam memandangimu dan mengangguk-angguk kecil saat kamu berbicara tadi.

Kedua tangan Jungkook masih menangkup pipi Taehyung, membiarkan bibir pacarnya mengerucut lucu dan pipi gembilnya memenuhi telapak tangannya. Kegiatan menyenangkan itu membuat waktu yang berputar di sekeliling mereka berhenti. Orang-orang di dalam ruangan itu seakan lenyap, kini hanya menyisakan mereka berdua saja. Mereka berdua yang saling menatap mata satu sama lain dan menikmati kegiatan sederhana itu.

“Su-susu pisang, kenapa matamu ada tiga?” tanya Taehyung, memecah keheningan di sela-sela kegiatan tatap-tatapan mereka tadi.

Sudut bibir sebelah kiri Jungkook sedikit terangkat. Sedikit sekali, begitu samar sehingga Taehyung yang sedang mabuk itu tidak akan sadar bahwa pacarnya sedang tersenyum gemas karena tingkah lakunya.

“Sst—, kamu nakal sekali malam ini. Ayo kita kembali ke flat kita. Sebelum kamu menghancurkan flat Bae ahjumma malam ini.” Kata Jungkook

Bohong, susu pisang berbohong~

Bukan Taehyung yang akan menghancurkan flat Bae ahjumma yang membuatnya khawatir. Tapi Jungkook khawatir dirinya tidak bisa menahan rasa gemasnya pada Taehyung. Harusnya Taehyung yang mabuk untuk pertama kalinya membuat Jungkook pusing setengah mati, tapi dia malah sedang kegemasan saat ini.

“Susu pisang, kamu ada dua! Kenapa susu pisangku ada dua? Sejak kapan susu pisangku menjadi amoeba? K-kok kamu bisa membelah diri?”

Jungkook melepas tangkupannya dari pipi Taehyung. Lalu dia mengambil tentengan belanjaan yang tadi digelatakkan di meja, kemudian diberikan pada Bae ahjumma yang sudah sibuk di dapur.

Kini jam baru menunjukkan pukul 8.15 malam, di mana seharusnya mereka sedang membantu Bae ahjumma menyiapkan makan malam hari ini. Harusnya hari ini menjadi makan malam yang istimewa, karena mereka akan merayakan kelulusan Jimin dan proyek besar yang belum lama diterima oleh Yoongi. Makanya, tadi Jimin mampir sebentar untuk menaruh beberapa soju sebelum akhirnya dia pergi lagi untuk menjemput Yoongi.

Ahjumma, sepertinya aku dan Taetae tidak bisa bergabung malam ini. Bagaimana, ya?”

Bae ahjumma malah tertawa, karena beliau melihat dengan mata kepalanya sendiri bagaimana keadaan Taehyung tadi.

“Oh, ya sudah. Kalian kembali saja ke flat kalian. Nanti biar Jinyoungie dan Jihoonie yang mengantarkan makanan. Nanti ahjumma juga akan menjelaskan pada Jimin dan Yoongi apa yang terjadi.”

Jungkook bisa bernapas lega. Ditundukkan badannya berulang kali menghadap Bae ahjumma, sebelum akhirnya berterima kasih dan pamit membawa Taehyung untuk kembali ke flat 202.

Saat kembali ke arah ruang tengah, Jungkook melihat Taehyung sedang sibuk menunjuk-nunjuk udara dengan jari telunjuknya. Menghitung berapa banyak figura yang terpajang pada dinding flat Bae ahjumma.

“Ih, ada aku dan susu pisang di dinding Bae ahjumma.”

Jungkook langsung berjongkok membelakangi tempat Taehyung berdiri. Punggungnya dia tepuk-tepuk, memberi isyarat Taehyung untuk naik ke atas sana.

Senyuman Taehyung mengembang. Dia langsung melompat naik ke atas punggung pacarnya dengan senang hati. Penglihatannya masih kabur, tapi paham betul maksud dari Jungkook. Karena punggung Jungkook itu tempat ternyaman nomor tiga untuk tidur setelah kasur dan sofa. Tangannya langsung dikalungkan ke leher Jungkook, lalu dagunya bertumpu dengan nyaman pada pundak kiri Jungkook.

“Pegangan yang erat, mengerti?” perintah Jungkook.

Taehyung mengangguk, kemudian menyembunyikan wajahnya pada leher Jungkook. Membuat Jungkook sedikit menggeliat karena geli. Namun setelah itu dia kembali jalan dengan tegap, normal, seperti barusan tidak terjadi apa-apa.

Angin malam musim semi langsung menyapa kulit mereka, begitu kaki Jungkook berhasil melangkah keluar dari flat bernomor 102. Namun rasa dinginnya tidak begitu terasa, karena tersamarkan oleh rasa hangat yang tersalurkan melalui posisi mereka saat ini.

Taehyung sesekali menggerak-gerakkan kedua kakinya, membuat Jungkook agak kesulitan saat menggendong anak itu menaiki anak tangga. Duh, memang nakal sekali pacar lucunya ini.

“Sayang, kalau kamu gerak-gerak terus begitu nanti kita berdua bisa jatuh. Diam dulu, okay?”

“Susu pisaang, kenapa kita kembali ke flat? kan malam ini mau merayakan kelulusan Chim dan proyek Yoongi hyung?” tanya Taehyung

Anak itu tidak sadar kalau alasan mereka berdua harus melewatkan malam istimewa ini ya karena dirinya. Dari 365 hari dalam setahun, kurang lebih 30 hari dalam sebulan dan 7 hari dalam seminggu, Taehyung memilih hari ini untuk melaksanakan mabuk perdananya.

“Salah siapa yang malah mabuk?” jawab Jungkook

“Aku tidak mabuk!”

Jungkook hanya bergumam asal untuk menanggapi perkataan Taehyung.

Langkahnya berhenti ketika sampai di depan pintu bertuliskan 202 di hadapannya. Tangan kirinya sibuk membenarkan posisi Taehyung dan menahan bobot pacarnya dalam gendongannya itu. Kemudian jari-jari di tangan kanannya sibuk menekan pin akses flat mereka berdua.

Ya, berdua. Kini flat bernomor 202 itu adalah tempat tinggal mereka berdua. Kini sudah milik berdua. Rumah mereka berdua.

Saat pintu flat terbuka, Yeontan langsung berlari kecil menghampiri kedua orangtuanya. Gonggongan yang tadinya kencang, tiba-tiba saja berhenti begitu melihat sang Appa terpejam dengan nyaman di gendongan Daddy-nya. Seakan-akan anak bulu itu bisa dengan cermat membaca situasi yang terjadi.

Jungkook langsung berjalan ke dalam kamar mereka berdua, lalu menurunkan Taehyung dengan hati-hati ke atas kasur. Dia duduk di tepian kasur, dekat dengan posisi kaki Taehyung berada. Lalu dilepaslah sandal lucu yang masih terpasang pada kaki pacarnya. Dia taruh sandal itu ke lantai, di sisi pojok dekat dengan nakas mereka.

Jungkook hendak beranjak dari kasur, ingin mengambil pakaian tidur untuk dirinya dan juga Taehyung. Namun tangannya tiba-tiba saja ditarik oleh pria manis itu. Matanya masih terpejam, namun tangannya cukup kuat menahan tangan Jungkook.

“Susu pisang, jangan ke mana-mana. Sini bobo di sampingku.”

Tangan Taehyung kembali menarik-narik pacarnya untuk berbaring di sampingnya.

Jungkook menurut. Dia merangkak untuk pindah ke bagian kasur yang kosong. Di sisi kanan ranjang, itu memang sisi bagiannya dan Taehyung selalu menempati sisi kiri. Meski kadang Taehyung akan mendominasi kasur mereka dan dempet-dempet ke arah Jungkook ketika sudah tidur nanti.

Ujungnya apa?

Susu pisang akan mendapatkan sedikit ruang karena Taetae sudah berguling ke sisinya. Membiarkan sisi kiri kasur sedikit kosong dan menempel, membuat susu pisangnya semakin terpojok ke pinggiran kasur.

Tapi apa Jungkook keberatan? tentu tidak, dong!

Jungkook menghadapkan tubuhnya ke arah Taehyung. Tangannya masih memegang tangan Jungkook, mata anak itu juga masih terpejam. Namun mereka diam dalam kenyamanan ini selama beberapa waktu. Membiarkan keheningan yang menyelimuti ruang kamar mereka yang gelap tanpa pencahayaan sediki pun. Membiarkan suara detak jam dinding yang menemani mereka.

Lalu mata Taehyung sedikit terbuka.

Dia kedipkan matanya beberapa kali, sebelum akhirnya pandangannya bisa fokus menatap wajah tampan Jungkook. Wajah tampan prianya yang sedang menatap matanya lekat.

“Sudah sadar, hm?” tanya Jungkook

Tangannya yang tadi dipegang oleh Taehyung kini berbalik menggenggam tangan pacarnya. Dia elus dengan lemput punggung tangan Taehyung dengan ibu jarinya. Lalu satu tangannya dia selipkan dan dibiarkan menjadi bantal untuk kepala Taehyung.

“Kepalaku pusing. Padahal tadi aku hanya minum jus stroberi dan semangka.”

Haduh, masih saja anak ini bertingkah menggemaskan. Apa sengaja ingin membuat Jungkook terkena serangan jantung karena dibuat terus-terusan gemas dan jantungnya tidak berhenti berdebar kencang sekali?

“Pejamkan matamu saja kalau pusing.” jawab Jungkook

Namun Taehyung menggeleng. Anak itu menolak untuk menuruti perkataan Jungkook. Karena matanya sudah terkunci, masuk ke dalam pesona susu pisang kesayangannya itu. Ekspresi datarnya yang tidak pernah gagal untuk membuat Taehyung semakin jatuh, masuk semakin dalam oleh pesona Jeon Jungkook yang unik. Tatapan datarnya tidak pernah terasa menyeramkan untuk Taehyung, malah selalu membuat anak itu berdebar kesenangan.

“Tidak mau, mau memandangi susu pisangku saja. Lebih asik dibanding harus tidur.”

“Dasar anak nakal. Jangan pernah mabuk lagi, karena kamu begitu menggemaskan ketika mabuk. Apalagi di depan orang lain.”

Taehyung kini dapat tertawa dan mengerti perkataan Jungkook sepenuhnya. Kepalanya sudah tidak sepusing sebelumnya dan pandangannya sudah tiak kabur. Kini susu pisangnya hanya ada satu dan bermata dua, bukan lagi amoeba yang membelah diri menjadi dua dan bermata tiga.

“Susu pisang, aku tidak mabuk tahu! Tadi ada gempa setelah aku minum jus stroberi dan semangka, jadinya aku sedikit pusing.” jawab Taehyung, kukuh dengan jawaban yang sama.

Satu detik,

Tiga detik,

Lima detik,

Jungkook menatap mata anak itu lekat-lekat. Mengunci bola mata serta pergerakan Taehyung. Membuat anak itu lupa kalau otak dan syaraf di tubuhnya masih berfungsi dengan normal. Namun tatapan Jungkook seolah memerintahkan dia untuk lumpuh sementara waktu. Taehyung hanya bisa diam, tetap diam meski dia tahu kalau wajah pacarnya kini sudah semakin mendekat ke arah wajahnya.

Hingga akhirnya kecupan manis itu mendarat di bibir tebal milik Taehyung.

Kecupan manis dan susu pisangnya yang manis. Kemudian disusul dengan lumatan lembut pada bibir bawah Taehyung, membuat anak itu memejamkan matanya. Lalu tangan kanan Jungkook mendorong tengkuk leher Taehyung dengan lembut, agar memperdalam ciuman mereka.

Kemudian jari jemari Jungkook naik untuk mengusap bagian kepala Taehyung, membiarkan rambut Taehyung menyelip masuk ke sela-sela jarinya.

Bahagia. Kini hanya bahagia yang menjadi teman setia Taehyung. Tidak ada luka, tidak ada lagi dendam, tidak ada lagi kesedihan.

“Aku sayang kamu, bayi beruang rewel.” kata Jungkook, begitu tautan dan lumatan pada bibir mereka selesai.

Taehyung tersenyum dan mengangguk. Dia tahu sekali, sangat amat tahu kalau susu pisangnya itu begitu menyayanginya. “Aku juga sayang kamu, susu pisang jelek!”


Hallo! Selamat menebus rindu dengan susu pisang dan Taetae ya, manteman! Semoga aku bisa sering-sering bikin Oneshot atau spin off dari mereka yaaaa~

All the Love, Bae.

**Identical Twins – **

Jeon Jeongguk

Matanya menatap lurus ke arah pria bersurai cokelat yang duduk di tiga bangku depan dari tempatnya. Hari ini pria itu menggunakan kacamata, membuat Jeongguk agak kaget dengan penampilannya.

Biasanya mata cokelatnya itu tidak dihiasi apa pun, namun tetap terlihat indah. Karena Jeongguk bisa melihat bulu mata panjang milik pria itu setiap kali dia menunduk atau menoleh ke arah samping.

Prof. Lee sedang bertukar pendapat dengan pria itu, namun fokusnya tidak ada sedikit pun mengarah pada dosennya itu. Seluruh atensinya berhasil disita penuh oleh Kim Taehyung. Dia yang beberapa menit lalu mengangkat tangannya dan memberikan pendapat mengenai betapa liciknya cara kerja sistem petelevisian dan jurnalistik.

Sebelumnya tidak

Identical Twins — 82.

Taehyung begitu membenci banyak hal saat ini.

Taehyung membenci kenyataan kalau kedua matanya itu tidak berfungsi dengan normal. Sehingga, di setiap waktu dia membutuhkan alat penunjang untuk dapat melihat dengan baik: kacamata atau lensa kontak.

Dirinya juga membenci pilihannya untuk memakai kacamata ke acara malam tahun baru kampusnya waktu itu. Dari sekian juta kemungkinan yang dapat terjadi, mengapa harus malam itu dia dipertemukan dengan pria bersuara indah itu?

Mengapa kacamata miliknya harus terjatuh, membuat penglihatannya yang buruk menjadi semakin buruk malam itu? Mengapa juga harus Jeon Jeongguk? Di saat Taehyung sudah terlanjur jatuh ke dalam pesona adik kembar pria itu.

Sebuah ketukan bolpoin pada meja di hadapan Taehyung kembali menyadarkan anak itu pada kenyataan. Langit mendung di luar jendela berukuran besar—bahkan setinggi ceiling perpustakaan—di hadapan Taehyung kini sudah dihiasi oleh awan mendung. Terakhir di ingatannya, langit di luar sana masih terlihat cerah. Berarti sudah cukup lama anak itu melamun, bukan?

Pikirannya berkecamuk. Sebuah kebiasaan bagi seorang Kim Taehyung untuk memperumit jalan pikirannya sendiri. Hal-hal yang sebetulnya cukup sederhana akan menjadi pelik ketika berhasil masuk ke dalam pikirannya. Terkadang Taehyung juga tidak habis pikir dengan dirinya sendiri.

Jeon Jeongguk sedang menatapnya sambil mengerutkan alis. Bingung, sebenarnya jiwa Taehyung sedang menjelajah ke belahan dunia bagian mana? Sampai-sampai panggilannya sedari tadi diabaikan oleh pria manis itu.

“Kim Tae, lo okay?” Tanya Jeongguk

Secara teknis, Taehyung baik-baik saja. Dia tidak sedang demam, atau mengalami penyakit tertentu. Tapi pikirannya tidak baik-baik saja saat ini. Berisik sekali, sungguh, Taehyung dibuat pusing dengan pikiran-pikirannya yang begitu rumit.

Pikiran rumit bagi Taehyung: mengira kalau dirinya jatuh dalam pesona Jeon Jungkook yang manis, namun bayang-bayang pria malam tahun baru yang diduga kuat adalah Jeongguk—kakak kembar Jungkook—kembali menghantui pikirannya.

Perasaannya terombang-ambing, menyelam—tenggelam dalam lautan dilema. Perasaan tidak menentu yang membuat Taehyung uring-uringan dan sulit tidur di malam hari. Iya, sulit sekali tidur karena dia mulai mempertanyakan dirinya sendiri.

Sebenarnya aku sungguh suka sama Jungkook ga sih?

Tapi, kenapa jantungku rasanya mau lompat setiap kali ingat cowok di malam tahun baru itu?

Kim Taehyung, kamu kenapa jadi murah begini? Bahkan menentukan perasaanmu untuk satu orang saja kamu ga mampu?

Taehyung memang menyukai cara Jungkook yang selalu manis memperlakukannya. Dia suka senyuman simpul yang terukir di wajah tampan Jungkook setiap kali Taehyung berbicara. Taehyung juga suka tatapan teduh milik Jungkook yang begitu menenangkan, meski terkadang bisa menarik Taehyung ke dalam jurang pesona Jeon Jungkook semakin dalam.

Bisa saja segalanya menjadi sesederhana itu. Ya, memang bisa.

Namun, Taehyung yang memiliki kemampuan 0 atau nol besar untuk mengenali perasaannya sendiri kini memperumit semuanya.

“K-kenapa? Sorry, aku lagi ga fokus Jeon.” Jawab Taehyung terbata-bata.

Jeongguk hanya bisa menggeleng keheranan, lalu fokus pandangannya kembali pada buku di hadapannya. Sebenarnya beberapa saat lalu dirinya sedang berpura-pura meminta bantuan Taehyung, tapi melihat respon yang tidak memuaskan itu membuat Jeongguk mengurungkan.

Jari telunjuknya sibuk menggarisi kata-kata yang hendak ia ketik ke dalam dokumen skripsinya. Wajahnya kini terlihat begitu serius, Taehyung yakin begitu. Rambut Jeongguk bergelombang cenderung keriting, berbeda dengan rambut Jungkook yang lurus. Fitur wajahnya jauh lebih tegas, bisa dilihat dari rahangnya yang sangat menonjol.

Awalnya, Taehyung berpikir kalau Jungkook dan Jeongguk semirip itu. Selain rambutnya, akan sangat mustahil bagi orang lain bisa membedakan kedua saudara kembar itu. Namun, kini Taehyung sadar bahwa dugaannya salah.

Kedua pria itu berbeda. Ah, kenapa baru sadar ya?.

Tatapan mata Jungkook jauh lebih tenang dan teduh, di saat Jeongguk menatap lawan bicaranya lebih tegas—dijamin kalian akan terkunci oleh sorot mata Jeongguk, hanya bisa membatu. Suara Jungkook sedikit lebih lembut dengan intonasi yang cenderung tenang, sedangkan Jeongguk sedikit lebih berat dari Jungkook. Lalu, Jungkook memiliki tahi lalat di bagian hidungnya, sedangkan Jeongguk di bagian bawah bibirnya.

Ah, andai saja malam itu Taehyung bisa melihat dengan jelas. Pria yang membuatnya berdesir hangat di bagian dada dan menjalar hingga ke pipi itu yang mana: bertahi lalat di hidung atau bawah bibir?

“Mau sampai kapan ngeliatin gua aja, Kim Tae?”

Taehyung tersentak dari kegiatannya memperhatikan detil kecil pada wajah Jeongguk. Buru-buru tangannya sibuk membuka halaman demi halaman buku di hadapannya, namun sayangnya Taehyung tidak sadar kalau buku itu berdiri di atas meja dalam keadaan terbalik.

Yha, ketahuan sudah kalau Taehyung tidak sungguh-sungguh membaca.

Ketahuan sudah. Mampuslah, Kim Taehyung. Tindakan bodohnya itu tertangkap basah oleh Jeongguk yang melirik sedikit dari sudut matanya. Sepersekian detik, sebelum akhirnya wajahnya kembali fokus. Menunduk dan menatap buku serta keyboard laptop di hadapannya.

Namun jejak senyuman itu masih tertinggal pada wajah Jeongguk.


Empat jam penuh di dalam perpustakaan tidak menghasilkan apa pun untuk Taehyung. Skripsinya masih stuck pada hasil akhir. Konsep yang kemarin disarankan oleh prof. Han tiba-tiba saja tidak bisa dia ingat sepanjang waktunya berada di perpustakaan.

Jeongguk, pria yang duduk di hadapannya bahkan sudah mondar-mandir berkali-kali. Menyusuri rak demi rak untuk menemukan beberapa buku referensi tambahan. Namun Taehyung lebih banyak menghabiskan waktunya dengan melamun.

Jatuh cinta memang terkadang bisa menganggu kinerja otak dan menurunkan konsentrasi seseorang.

Tapi, memangnya Taehyung jatuh cinta pada siapa?

“Lo lagi kenapa, sih? Kayaknya hasil berjam-jam di perpus hari ini sia-sia buat lo, ya?” Jeongguk bertanya, wajahnya terlihat biasa saja. Seakan-akan tidak sadar kalau dia itu salah satu penyebab hari Taehyung menjadi terlewatkan dengan sia-sia. Tentu, dia tidak akan sadar.

Taehyung memutar bola matanya, merasa sedikit sebal dengan pernyataan Jeongguk yang sebenarnya valid. Tapi kan tidak perlu diperjelas seperti itu, bukan?

Mereka kini sedang berjalan keluar dari perpustakaan umum yang tak jauh dari rumah Taehyung. Kaki mereka melangkah beriringan menuju parkiran kendaraan di tengah angin kencang dan udara dingin di awal bulan februari. Lalu langkah kaki Taehyung berhenti, ketika dirinya sadar apa yang terjadi.

“JEON JEONGGUK, KAMU MAU BUAT AKU MATI KEDINGINAN? SERIUS??? NAIK MOTOR DI TENGAH UDARA DINGIN?”

Mata Taehyung melotot, protes akan ide gila Jeongguk yang mengajaknya pergi ke tempat makan menggunakan motor. Taehyung pikir bocah menyebalkan ini membawa mobilnya, seperti pertemuan mereka yang sebelumnya.

Jeongguk menarik pelan tangan Taehyung. Dia tidak menjawab teriakan Taehyung barusan, malah tangannya dengan aktif memasangkan helmet pada kepala Taehyung. Membuat pria manis itu membeku di tempat.

Taehyung bisa merasakan deru napas Jeongguk. Taehyung bisa melihat lebih jelas ukuran tahi lalat di bawah bibir Jeongguk. Pria itu kini berjarak terlalu dekat dengan Taehyung selama beberapa detik. Aduh, sebentar, Taehyung tidak sadar kalau dirinya dari tadi sedang menahan napasnya.

“Berisik, kan baju lo juga tebal hari ini. Kalau telapak tangan lo dingin, ya nanti peluk gua aja. Masukin ke dalam jaket gua.” jawab Jeongguk enteng.

Anak itu ingin protes sekali lagi, namun Jeongguk sudah berada di atas motornya. Taehyung hanya bisa menghela napasnya, lagi. Lalu dirinya ikut duduk di jok bagian belakang motor Jeongguk. Tangannya sibuk memeluk tubuhnya sendiri, Taehyung tidak menuruti saran Jeongguk untuk memeluk tubuh pria itu.

Namun hanya bertahan beberapa saat saja, sampai akhirnya Jeongguk mempercepat laju motornya. Tubuh Taehyung hampir terhuyung ke bagian belakang, untung saja anak itu tidak jatuh, lho. Dengan berat hati tangannya langsung buru-buru melingkari perut Jeongguk.

Ada tamparan halus dari angin yang masuk melalui sela-sela helm yang dia gunakan. Awalnya, Taehyung pikir wajahnya akan kaku dan membeku akibat udara dingin. Nyatanya bukan itu yang terjadi. Kini aroma mint yang menyegarkan menyeruak masuk ke indera penciuman Taehyung, aroma parfum Jeongguk kini terasa begitu jelas menyapa tanpa permisi.

Saat itu, Jeongguk tersenyum tipis sekali dari balik helm-nya.


Saat memasuki komplek perumahannya, jam sudah menunjukan pukul 8:30 malam. Ponselnya habis daya dan Taehyung bahkan tidak tahu kalau keluarganya sudah pulang ke rumah atau belum.

Hari ini sang ibu dan ayah memiliki agenda ke rumah kerabatnya di pinggiran kota Seoul. Taehyung tidak bisa ikut karena sudah janji terlebih dahulu dengan Jeongguk.

Kalau kedua orangtuanya belum pulang, bisa gawat. Bisa-bisa Taehyung mati membeku karena harus menunggu orangtuanya pulang di depan gerbang rumah. Dari jauh Taehyung bisa melihat kalau lampu halaman rumahnya menyala, berarti aman. Kemungkinan besar kedua orangtuanya sudah pulang.

Lalu matanya kini fokus pada mobil sedan hitam yang terparkir di depan gerbang rumahnya. Duh, Taehyung seperti kenal dengan mobil itu. Tapi mobil siapa ya?

Siapa..?

Dia, Jeon Jungkook, sedang berdiri menyandar pada pintu mobilnya. Tangannya dimasukkan ke dalam saku coat-nya. Sepertinya Jungkook belum sadar.

Pria itu belum sadar,

lalu kemudian motor Jeongguk berhenti tepat di depan mobil Jungkook yang terparkir itu. Tepat di depan mata Jeon Jungkook juga.

Jeongguk melepaskan helm yang dipakai, lalu menyapa adik kembarnya dengan santai. “De, ngapain di sini malem-malem?”

Taehyung hanya bisa turun dari motor Jeongguk dengan keadaan canggung. Dia lepas helm yang tadi dipinjamkan oleh Jeongguk, lalu matanya dengan ragu menatap mata Jungkook.

Taehyung bingung, tidak bisa membaca ekspresi atau emosi apa pun pada sorot mata Jungkook. Tapi kenapa Taehyung rasanya gemetar dan deg-degan sekali?

Jantungnya seperti mau melompat keluar dari dalam tubuhnya. Saat ini dirinya seperti sedang dipergoki berselingkuh oleh sang pacar yang mana adegan itu tidak cocok untuk disamakan dengan keadaan mereka bertiga.

“Oh, kalian habis keluar berdua?” tanya Jungkook, dia tidak menjawab pertanyaan kakaknya. Mata Jungkook hanya terarah pada Kim Taehyung saat ini, meminta penjelasan lebih lanjut dari pria manis itu.

“A-ah, aku dan Jeongguk habis ke perpustakaan umum. Lalu pulangnya makan malam sebentar. Kamu kenapa tiba-tiba ke sini?” Tanya balik Taehyung.

“Aku tadi kirim pesan ke kamu, tapi ga ada balasan. Terus ga lama hp kamu mati.”

Taehyung mengangguk kecil, mengisyaratkan dirinya mengerti dengan jawaban Jungkook.

Lalu dia melihat Jungkook mengambil beberapa langkah maju. Menghampiri dirinya yang masih membatu di tempat yang sama. Kakinya lemas untuk sekadar menghampiri Jungkook juga, tangannya bergetar, bibirnya kaku tidak bisa dibuka.

“Aku cuma mau ngasih ini, kok,” jeda sebentar, Jungkook memberikan sebuah buku hitam dengan ornamen bintang dan bulan di sampulnya. Tangan Jungkook lalu mengusap puncak kepala Taehyung. Lalu dia kembali berkata, “Good night, Taehyung. Aku pulang, ya?”

Taehyung hanya bisa mengangguk.

Dirinya dibuat lupa lagi kalau ada orang lain di antara mereka berdua. Ada orang lain yang diam-diam merasa sakit terjebak di situasi ini dengan kembarannya sendiri. Takdir iseng macam apa yang sebenarnya mempermainkan mereka?

Jeongguk masih di sana. Masih duduk di atas motornya tanpa memperhatikan Taehyung ataupun adik kembarnya. Dia hanya diam, pandangan matanya diarahkan ke arah lain. Terus begitu sampai akhirnya mobil Jungkook meninggalkan komplek perumahan Taehyung.

Matanya Taehyung kini menunduk, menatap lesu ke buku di genggamannya.

Why We Sleep. Unlocking the Power of Sleep and Dreams, buku yang tadi diberikan oleh Jungkook kini berhasil merampas seluru perhatiannya.


All the Love, Bae

#IdenticalTwins – 77.

Ada sedikit keraguan melanda ketika Jeongguk hendak berangkat menjemput Taehyung. Dirinya sudah rapih, tampan dan hari ini rambut keritingnya ditata dengan lebih rapih. Sebagai upaya membuat Taehyung pangling dan terpana pada dirinya, sebuah upaya yang sebenarnya sih dia sendiri ragu akan berhasil.

Mengapa ada begitu banyak keraguan dari dalam dirinya setiap kali Jeongguk memikirkan hal yang berhubungan dengan Kim Taehyung?

Bayang-bayang adik kembarnya yang tertawa bahagia bersama dengan Taehyung, membuat Jeongguk merasakan sakit di bagian kepala dan dadanya. Rasanya sesak dan tidak nyaman. Namun, membayangkan adik kembarnya kecewa saat tahu bahwa mereka menaruh hati pada pria yang sama juga terasa begitu menyesakkan dada.

Jeongguk ingin egois untuk perasaannya sendiri, apakah itu salah?

tidak, kamu tidak salah, Gguk-ah.

Mingyu benar, mungkin selama ini usaha Jeongguk kurang keras. Bahkan dirinya hanya bisa menjadi pengagum dalam diam seorang Kim Taehyung. Mengagumi pria manis yang sering sekali mengangkat tangannya di kelas, pria manis yang akan tersenyum kecil setiap kali sang dosen mengapresiasi pendapatnya.

Ternyata mengagumi Taehyung selama tiga tahun lebih terasa begitu singkat.

Jeongguk kembali tersadar pada situasi yang dia hadapi saat ini, yaitu: menunggu Kim Taehyung di depan pintu gerbang rumahnya.

Aduh, kenapa tangannya terasa basah?

Jeongguk tidak bisa mengelak kalau dirinya kini sedang keringat dingin saat menunggu pria manis itu keluar dari rumahnya. Dalam pikirannya, Jeongguk sibuk menyusun kata-kata dan skenario saat dirinya berhadapan langsung dengan Taehyung nanti. Ditambah, kali ini mereka hanya akan berduaan saja untuk beberapa saat.

Jangan lupa, kemarin Jeongguk dengan sesuka hatinya memaksa Taehyung untuk makan siang bersama dia sebelum mereka pergi ke kampus.

Nyalinya ciut seketika saat hari itu akhirnya datang. Bukankah ini momen yang dia tunggu-tunggu?

Bukan lagi Jungkook, si adik kembarnya yang akan menghabiskan waktu berdua dengan Taehyung. Namun kali ini dirinya yang memiliki kesempatan emas tersebut. Ayo, Gguk-ah, kamu tidak boleh menyia-nyiakan momen ini ya!

Rasa khawatir dan gugur itu sirna beberapa saat, ketika Jeongguk melihat Taehyung yang kini sedang berjalan ke arah mobilnya. Ah, manis sekali, Jeongguk jadi berdebar tidak karuan begini.

“Kata kamu jam 12?”

Hal pertama yang dilakukan oleh Taehyung saat dirinya masuk ke dalam mobil Jeongguk adalah mengomel. Anak manis itu sebal sekali karena Jeongguk tiba-tiba saja sudah ada di depan pintu gerbang rumahnya pukul 11.40.

“Sst, kan kita harus makan siang dulu. Nanti lo lama makannya, kita jadi ketinggalan bimbingan.”

Taehyung tidak mengindahkan, namun memasang wajah cemberutnya itu di bangku penumpang. Jeongguk harus pintar-pintar menahan ekspresinya agar tidak ketahuan kalau saat ini dia sedang kegemasan melihat Taehyung. Sialan memang, Kim Taehyung itu suka sekali terlihat menggemaskan.

“Ya udah, ayo. Aku lagi mau makan bibimbap!” kata Taehyung


Saat dirinya tertangkap basah sedang memandangi Taehyung, Jeongguk langsung buru-buru mengalihkan pandangannya. Membuat pria manis di hadapannya itu kebingungan. Apa ada sesuatu yang salah pada wajahnya?

Tentu tidak, dong! Tidak ada yang salah pada wajahmu Taehyung-ah. Hanya saja kamu terlihat begitu menggemaskan saat mengunyah.

“Kamu tuh mau makan atau mau buat aku ketakutan karena diliatin terus?” protes Taehyung

“Dih, percaya diri banget? Siapa juga yang liat-liatin.”

Lalu hening sebentar, karena Jeongguk langsung berpura-pura semangat menyantap makanannya

“Omong-omong, waktu acara malam tahun baru—” Jeongguk hendak mengatakan sesuatu, namun bunyi ponselnya berhasil menginterupsi kalimatnya, “Sebentar ya, Kim Tae.”

Ah, malam tahun baru.

Kini pikiran Taehyung kembali dipenuhi dengan kejadian malam tahun baru. Malam di mana Taehyung merasa untuk pertama kalinya dia jatuh cinta hanya dengan mendengar suara seseorang yang terdengar lembut dan indah di telinganya. Suara yang sedikit serak, Taehyung duga itu akibat dari udara yang begitu dingin malam itu. Suara yang menenangkan meski hanya ada beberapa patah kata yang keluar dari mulutnya.

Pria itu. Pria yang membuat Taehyung jatuh hati, namun akhir-akhir ini sedikit dia lupakan karena Jeon Jungkook. Kini Taehyung semakin yakin, kalau pria itu Jeongguk. Harapannya sirna. Pria yang membuatnya jatuh cinta pada suara indah itu bukanlah Jeon Jungkook, melainkan kakak kembar Jungkook yang begitu menyebalkan.

Dia, Jeon Jeongguk.


  • All the Love, Bae -


Saat Taehyung tiba, ia melihat Jungkook sedang berdiri di depan toko buku sambil bolak-balik melihat ke arah jam di tangannya. Pria itu terlihat kikuk sekali karena berdiri sendirian di sana. Taehyung jadi merasa bersalah karena membuat Jungkook menunggu.

“Kookie! Kamu nunggunya lama yaaa? maaf.”

Anak itu langsung menghampiri Jungkook. Wajah lucunya kini dihiasi ekspresi merasa bersalah. Namun Jungkook tidak marah, dia tidak juga kesal. Malahan Jungkook tersenyum simpul saat melihat kehadiran Taehyung di sana.

“Hahaha, engga apa-apa, Taehyung. Aku juga belum lama nunggunya.” jawab Jungkook

bohong. Jeon Jungkook sudah lima belas menit menunggu kamu di sana Taehyung. Ayo cepat tebus kesalahanmu, buat hati pria itu senang ya hari ini~


Ketika melakukan hal yang disukai, mau selama apa pun waktu yang dihabiskan pasti tidak akan terasa lama.

Jungkook menyukai buku, menyukai kegiatannya berkeliling toko buku selama berjam-jam, dia juga suka Kim Taehyung. Rasanya tidak aneh kalau dua jam terasa singkat bagi Jungkook. Padahal mereka berdua hanya berkeliling toko buku ini dari tadi. Menyusuri lorong demi lorong, rak demi rak, sembari Jungkook menjelaskan buku-buku apa saja yang sudah ia miliki di rumahnya.

Taehyung menanggapi dengan anggukan lucu, lalu pertanyaan-pertanyaan sederhana lainnya. Membuat Jungkook semakin bersemangat menjelaskan hal yang disukai pada orang yang dia sukai juga.

Entah karena terlalu bersemangat sejak awal tadi, Jungkook baru menyadari satu hal. Hari ini Taehyung memakai kacamata.

“Aku baru sadar kalau kamu pakai kacamata, Tae.” kata Jungkook

Taehyung tidak sadar kalau Jungkook masih memperhatikan dirinya. Lalu Jungkook menunduk, tapi dengan aneh senyum itu masih menghiasi wajahnya.

Taehyung menaruh buku-buku yang ingin ia beli tadi ke meja kasir. Lalu ia akhirnya bisa fokus untuk menjawab pertanyaan Jungkook, “Hahaha, iya. Hari ini aku ga pakai lensa kontak. Ga biasa ya lihat aku pakai kacamata?”

Jungkook menggeleng, “Aku lebih suka kamu pakai kacamata malah, gemas. Hahaha.”

Taehyung hanya bisa tersipu, salah tingkah dan pura-pura sibuk membayar buku yang ia beli ke kasir.

Saat dirinya sudah tidak memiliki alasan untuk berpura-pura sibuk lagi, Taehyung kembali dibuat malu dengan pujian kecil Jungkook tadi. Padahal hanya satu kalimat sederhana, tapi efek yang diberikan bisa membuat debaran jantung Taehyung tidak normal. Jantungnya berdegup sesuka hatinya saja, sampai membuat Taehyung takut jantungnya melompat keluar dari dalam tubuhnya.

Demi keselamatan jantung dan harga dirinya, Taehyung memutuskan untuk berjalan terlebih dahulu. Kakinya buru-buru melangkah keluar dari toko buku. Ia tinggalkan Jungkook yang kini berada beberapa langkah di belakangnya.

“Tae, kenapa kamu jalan duluan? hahaha.”

Lalu Jungkook menyamakan kembali langkah mereka. Ia biarkan suasana hening itu menyelimuti keduanya untuk beberapa saat. Sampai akhirnya dia bertanya, “Ingin teh atau kopi?”

“Es cokelat!” jawab Taehyung semangat

Jawaban Taehyung padahal tidak ada dalam pilihan yang diberikan oleh Jungkook. Namun Jungkook tetap tersenyum dan mengiyakan. Tangan Jungkook refleks meraih tangan Taehyung untuk digenggam dan diajak menuju cafe terdekat.

Saat itu, rasa nyaman membuat keduanya lupa kalau tangan mereka bertautan.


#Platonic Love

Aduh, aduh, Taehyung harus bersembunyi ke mana?

Malu sekali rasanya. Jarinya bertindak sebelum otaknya bisa bekerja dengan benar, bisa-bisanya juga ia langsung mengirim kata-kata itu. Ingin sembuhyi di bawah kolong meja, tapi badan dia dua kali lebih besar dari meja kopi kecil yang ada di depannya. Ingin bersembunyi di balik punggung Jungkook, nanti malah nyaman—eh, maksudnya, nanti sama saja bohong dong, kan dia sedang malu pada Jungkook.

Harusnya kan dia tidak perlu malu dan salah tingkah, toh sudah bertahun-tahun mereka berdua berteman dekat dan saling puji, bahkan saling menjaga. Tapi tidak tahu kenapa akhir-akhir ini jantungnya bekerja sesuai kehendak. Pipi dan telinganya juga suka memerah di kondisi tertentu saat dirinya berada di dekat Jungkook, atau misalnya Jungkook menatapnya lekat-lekat.

Seseorang tolong jelaskan pada Taehyung ya kenapa dia bisa begitu. Taehyung merasakan perasaan aneh, asing namun familiar. Jadi rasa yang asing tetapi familiar tuh bagaimana, teman-teman?

Rasanya seperti perasaan Taehyung kepada Jungkook~

Tahu tidak? Tadi setelah Taehyung mengirim kata-kata itu dan Jungkook langsung membaca, rasanya Taehyung ingin ngompol di celana. Gugup sekali, lebih gugup dari pada ulangan sejarah korea secara lisan waktu ia sekolah dulu. Mana Jungkook langsung menatap Taehyung dengan tatapan yang sulit diartikan, tambah paniklah bocah itu. Kalah kabut matanya langsung menghindari tatapan Jungkook—begitu pula sebaliknya.

Suasana kamar Taehyung yang tadinya penuh dengan candaan dan tawa antara dirinya dan Jungkook, berubah menjadi dingin dan canggung. Taehyung benci menyadari ada sebuah benang tipis yang membatasi mereka berdua, benang yang kelihatannya begitu tipis namun tetap bisa menyayat kulitnya ketika ia mencoba untuk menyentuh benang itu secara paksa. Taehyung benci memikirkan kalau sesuatu memang terjadi di antara dirinya dan Jungkook.

“Ehm. Kamu kenapa diam? Perasaan tadi habis memuja-mujiku di chat. Apa gamau bilang langsung aja?” Kata Jungkook, dirinya berusaha memecah keheningan yang terjadi

“Tak apa-apa, aku cuma takut kalau ka—ah, tidak, tidak, lupain aja.”

“Kenapa Taehyung?”

“Gapapaaa.”

“Ah, aku tau, kamu pasti lapar ya? Makanya bete begitu.”

“Siapa yang bete?” Tanya Taehyung, nadanya jauh lebih tenang dan manis seperti biasanya

“Kamulah gembul, ayo kita pesan makanan saja supaya perut gembulmu terisi, jadinya tidak bete lagi.”

“Jungkook, aku ga bete.”

Namun Jungkook tidak mendengar rengekkan Taehyung, karena diam-diam ia juga berusaha menutupi rasa canggungnya.

Malam itu, untuk yang kesekian kalinya Jungkook dan Taehyung berdusta. Berdusta pada perasaannya dan kenyataan yang terjadi. Mereka berpura-pura tidak sadar—atau lebih tepatnya menolak untuk sadar—akan perasaan mereka. Mereka berdusta dan menutupi perasaannya itu dengan dalih, ’kami itu saling menyayangi sebagai sahabat. Yang namanya menyayangi itu tidak berarti memiliki perasaan untuk saling memiliki bukan?’.

Tapi mau sampai kapan mereka terus-terusan lari dan bersembunyi di balik status persahabatan itu?

”Taehyung, kenapa alisnya mengerut?”

Jungkook sedang mempraktikkan apa yang sudah Taehyung ajarkan, namun karena pria manis di hadapannya itu terus-menerus terlihat seperti orang yang sedang bingung, jadinya Jungkook tidak bisa fokus sama sekali. Kalau tidak menghela napas yang kelewat berat, Taehyung akan mengerutkan alisnya seakan-akan sedang berpikir keras tentang suatu hal. Itu semua sangat mengganggu, karena Jungkook tidak tahu apa yang ada di dalam kepala Taehyung.

Semenjak resmi diberhentikan sementara dari khayangan dan harus turun ke bumi, segala kekuatan yang Jungkook miliki seakan lenyap. Jungkook kini tidak bisa melakukan apapun selain bernapas dan minta makan-makanan gratis, juga tempat tinggal yang nyaman pada Taehyung. Tapi Taehyung tidak secara cuma-cuma memberi Jungkook makan dan tempat tinggal, harus ada harga yang Jungkook bayar, yaitu jadi asisten toko bunga milik Taehyung.

Oh, Jungkook sih senang bukan main. Selain dia bisa mendapatkan tempat tinggal dan makanan gratis setiap harinya, dirinya juga bisa puas mengagumi wajah indah Taehyung dari dekat. Nikmat mana lagi coba yang Jungkook dustai?

Jadi ingat respon dirinya dua hari lalu saat Taehyung menanyai Jungkook soal tempat tinggal dan uang, “aku tidak punya.”, alih-alih mencurigai Jungkook sebagai imigran gelap, Taehyung justru merasa iba padanya. Sore yang lembab akibat turun hujan sepanjang hari itu pertama kalinya Jungkook memasuki toko bunga milik Taehyung. Untuk pertama kalinya sebagai manusia, bukan lagi sebagai dewa cinta nakal yang sering merecoki hubungannya dengan Jimin.

“Ah, apa aku mengganggumu? Maaf, pikiranku lagi ga beres sejak tadi pagi.” Kata Taehyung

Ia meletakkan ponsel yang dari tadi mengambil penuh perhatiannya, bahkan bisa membuat Taehyung menghela napas dan mengerutkan kening berkali-kali. Jungkook yakin ada sesuatu yang mengganggu di dalam sana, namun dirinya tetap berpura-pura tidak ikut campur—atau lebih tepatnya sudah tidak bisa ikut campur.

“Engga apa-apa, napas kamu terdengar berat. Lagi ada masalah?” Tanya Jungkook, sesekali matanta melirik ke arah Taehyung, lalu pura-pura fokus lagi untuk merangkai bunganya, “ah, aku lancang ya? Hehe, maaf.” Tambah Jungkook buru-buru, setelah merasa pertanyaannya terlalu lancang

“Hahaha, gapapa, cuma ada hal yang sedikit ganggu pikiranku aja. Tapi paling nanti juga aku lupa.”

Jungkook hanya menanggapinya dengan gumaman kecil dan melanjutkan aktifitas merangkai bunganya.

*

Berada di dekat Taehyung terkadang membuat Jungkook lupa akan siapa itu dirinya. Lupa akan kenyataan kalau mereka itu berbeda, lupa akan kenyataan kalau Taehyung tidak akan bisa mencintai dirinya.

Dewa cinta yang diturunkan dari khayangan, karena teralu sering ikut campur perihal hubungan manusia. Terlebih lagi hubungan Taehyung dan Jimin, bagaimana ya tanggapan Taehyung kalau dia sampai tau mengenai hal ini?

Apa Taehyung akan membenci Jungkook karena sudah terlalu mencampuri hubungannya dengan mantan pacarnya?

Apa Taehyung akan berterima kasih karena Jungkook sudah memperlihatkan kenyataan yang terjadi? Ya, walaupun semua itu terasa menyakitkan untuk Taehyung.

Atau Taehyung malah akan bersikap tidak peduli?

“Jungkook, hei.. Jungkook..? Ini cokelatmu akan dingin kalau ga segera diminum.”

“Ah, iya.”

“Aku boleh bertanya sesuatu?”

Jungkook sedikit melirik Taehyung, sebelum akhirnya menjawab, “boleh, mau bertanya apa?”

“Kenapa kamu selalu menatapku begitu? Kenapa kamu tersenyum kecil setiap menatapku, namun matamu terlihat begitu sedih?”

Jungkook menundukkan kepalanya, lalu menyeruput minuman cokelatnya yang sudah tidak terlalu hangat. Ternyata dirinya terlalu jelas, ya?

“Karena kamu mengingatkanku akan seseorang.” seseorang yang tidak bisa aku miliki

“Ah, begitu.”

Baik Jungkook ataupun Taehyung, tidak ada yang berniat untuk membahasnya lebih lanjut lagi.

“Kalau aku boleh bertanya juga padamu tidak?” Tanya Jungkook

“Boleeh, apa yang ingin kamu tanyakan tuan Jungkook? Hahaha.”

“Kenapa kamu bersikap santai dan tidak takut padaku? Bahkan kamu mengizinkan aku tinggal dan bekerja di toko bungamu.”

“Hmm, apa aku harus takut padamu? Haha. Aku kok ga merasa takut, ya? Aku juga bingung. Tapi sepertinya kamu bukan orang jahat—tidak, aku yakin kamu bukan orang jahat. Kamu terlihat bingung dan seperti tidak memiliki siapapun atau tempat tujuan waktu pertama kali aku melihatmu, kamu mengingatkanku akan diriku.” Jawab Taehyung tenang, seakan-akan ia sudah mempersiapkan jawaban itu kalau Jungkook bertanya padanya, “ah, kamu juga boleh bersikap santai padaku. Jangan terlalu kaku, anggap saja aku temanmu.” Tambah Taehyung

Taehyung mengatakan itu semua dengan senyuman lebarnta yang terasa hangat dan menyenangkan. Membuat Jungkook semakin terbuai akan kenyataan palsu yang sedang ia jalani. Entah sampai kapan dirinya bisa bertahan seperti ini, entah sampai kapan hukuman yang diberikan oleh khayangan itu justru malah menjadi hal terindah dalam hidupnya, entah sampai kapan.

Sudah empat jam lebih si pria berbaju putih itu duduk seperti orang linglung di depan toko bungaku. Sesekali dia mencuri-curi pandang ke arahku yang sibuk merangkai bunga pesanan pelanggan—tidak, sebenarnya aku pura-pura sibuk saja sih.

Awalnya ku pikir dia hanya sedang berteduh saja, karena hujan cukup lebat sore ini. Tapi ternyata dia tetap duduk dan bersandar di depan toko bungaku, padahal hujan sudah mereda. Aku ingin risih dan mengusir pria itu dari depan toko, tapi nyatanya tidak aku lakukan. Kalian tau apa yang ku lakukan?

“Menunggu seseorang?” Tanyaku

Ku kihat bola matanya sedikit membesar, sepertinya dia kaget karena tiba-tiba aku ada di sebelahnya. Ponselnya yang dari tadi ia pegang—ku duga dia sedang memotret pemandangan—langsung dia turunkan, disimpan ponsel itu ke dalam saku celananya.

“Tidak.” Jawabnya singkat

“Mau beli bunga?”

“Tidak juga..?” Jawabnya ragu

“Lalu kenapa diam berjam-jam di depan tokoku? Kamu buat aku takut, loh?”

“.. aku ga niat begitu. C-cuma.. boleh aku minta segelas teh hangat? Di luar dingin sekali.”

Sore itu, aku membiarkan si pria berbaju putih masuk ke dalam tokoku. Rasanya aku juga bingung, untuk apa aku membiarkan orang asing masuk ke dalam tokoku dan memberikan secangkir teh hangat untuknya?

Namanya Jungkook, pria aneh yang tersesat ke toko bungaku di sore hari musim gugur yang lembab. Jungkook seakan-akan turun bersama dengan rintikan air hujan dari langit saat itu. Dia tidak punya tempat tinggal, dia tidak punya keluarga, tidak memiliki kartu identitas dan juga uang. Tapi aku tidak curiga apalagi takut padanya, karena senyuman dan tatapannya terlihat begitu murni.

Mulai malam itu, Jungkook tinggal di toko bunga milikku.

”Tae?”

Satu kata yang berhasil membuat jantung Taehyung berolahraga saat membacanya. Tidak tau kenapa tapi rasanya sekarang debaran di dadanya itu tidak terasa normal, aneh, aneh sekali. Padahal Taehyung dari tadi hanya duduk di kasurnya sambil membaca pesan dari Jungkook, tapi kenapa detak jantungnya berdebar dua kali lipat dari kerja biasanya?

Taehyung tidak pernah menyadari kalau selama ini detak jantungnya tidak pernah bekerja dengan normal. Eh, bukan karena Taehyung menderita penyakit kronis lho ya, tapi apa lagi kalau bukan karena si teman platoniknya itu yang bisa menyebabkan jantungnya berdebar seperti sekarang. Debaran yang terasa aneh namun terasa nyaman di saat yang bersamaan.

Mereka terlalu nyaman dengan satu sama lain sampai-sampai tidak menyadari kalau lama kelamaan ada hal yang berubah dalam pertemanan mereka itu. Ya, Taehyung tidak menyadari itu, setidaknya beberapa menit lalu. Sampai akhirnya debaran jantung yang ia anggap nyaman itu malah terasa mengusiknya.

Tapi kenapa perasaan yang awalnya nyaman kini mengusiknya?


begellataes