Sturmfrei; malam pertama bersama Jungkook: bagian tersembunyi di hari keenam.

You can just kiss me under the light of a thousand stars.

Untuk beberapa saat, Taehyung kembali terbuai dengan ide tentang cinta. Di mana, pria yang sedang menarik tubuhnya masuk ke dalam pelukan hangat itu, Jeon Jungkook, bisa memberikan cinta sebesar dunia. Cinta yang layak untuk Taehyung.

Saat boat kayu yang mereka naiki akhirnya berlabuh di dermaga kecil, di belakang hotelnya persis, Taehyung masih nyaman dengan posisinya. Punggungnya bersandar pada dada Jungkook. Menikmati puncak kepalanya dihujani ribuan kecupan lembut dari Jungkook. Lalu, satu tangannya bertautan dengan milik Jungkook.

Arthur berpura-pura batuk kecil, kemudian tertawa. “Kalian bisa melanjutkannya di kamar. Setidaknya, ciuman kalian bisa berlanjut tanpa diganggu oleh orang lain. Wahai, bukan pasangan kekasih.” Kata Arthur, sambil menekan kata-kata ‘bukan pasangan kekasih’, yang mengutip perkataan Taehyung sebelumnya.

Jungkook hanya tertawa kecil, berbeda dengan reaksi Taehyung yang berpura-pura merajuk pada Arthur. Wajah Jungkook maju sedikit, berbidik tepat ke telinga Taehyung yang sebelah kiri. “Ayo, turun? Sebelum kita didorong ke sungai Vltava sama Arthur. Saya engga mau kamu basah kuyup dan berenang di sungai malam-malam.

”Jangan. Kamu juga engga boleh basah dan berenang di sungai malam ini. Saya butuh kamu, saya mau kamu meluk saya sepanjang malam.” Kata Taehyung. Kemudian, dia merasakan Jungkook meremat tangannya dengan pelan. Dengan maksud mengeratkan tautan tangan mereka. Setelah itu Jungkook kembali berbisik. Suaranya lembut, manis dan hangat di saat yang bersamaan. “Iya, saya bakal peluk kamu sepanjang malam. Engga akan saya lepasin.”

Tautan pada jari-jemarinya dan juga sandaran nyaman pada dada Jungkook harus berhenti sejenak. Jungkook turun terlebih dahulu dari boat. Kemudian, dia membantu Taehyung untuk naik ke atas dermaga. Keduanya tertawa saat Arthur memberi hormat, lalu mengatakan ‘Semoga beruntung malam ini’ dalam bahasa Ceko, yang mana Jungkook bisa memahaminya. Lalu, mereka mengucapkan terima kasih, dan berpamitan pada Arthur.

Taehyung bisa kembali merasakan kehangatan yang sempat terputus sebentar tadi. Saat buku-buku jarinya terasa linu terkena serangan udara dingin, saat tangannya terlepas dari genggaman hangat Jungkook. Kini, tangan indahnya sudah kembali dibalut dengan hangat ke dalam genggaman tangan Jungkook.

Berjalan memasuki terowongan kecil dan menaiki anak-anak tangga pada jalan keluar dari dermaga. Kaki mereka melangkah ke anak tangga paling atas, dan tepat saat itu hujan turun dengan lebat.

Kamera milik Jungkook sudah masuk ke dalam tasnya sejak tadi. Kini, yang masih kerepotan hanyalah Taehyung. Ya, repot, karena satu tangannya bersembunyi dalam genggaman Jungkook, yang satunya dipakai untuk menenteng bungkusan souvenir yang dia beli di Golden Lane.

“Wah, hujannya pas banget. Untung kita sudah di sini.” Kata Jungkook. Tangannya hendak membuka lipatan payung yang dibawa. Namun, Taehyung buru-buru menghentikannya.

“Engga usah pakai payung, kita lari aja ke hotel saya. Biar kenang-kenangan manis dan lucu sama kamu di sini bisa bertambah.”

Jungkook ‘pun menuruti kemauan Taehyung. Alih-alih membuka lipatan payung, dia malah mengeratkan genggaman tangannya. Kepalanya menoleh untuk menatap Taehyung, dan untungnya disambut balik dengan tatapan dari yang bersangkutan, Kim Taehyung.

Sekuat tenaga Jungkook menahan dirinya untuk tidak menarik wajah indah milik Taehyung ke arahnya. Jungkook menahan dirinya untuk tidak kembali mengambil kecupan pada bibir merah jambu milik Taehyung. Dua detik matanya terpaku untuk memandangi wajah Taehyung yang mulai basah. Lalu, dirinya berhasil untuk segera memanggil kembali kesadarannya.

“Mau makan malam di hotel saya aja?” tanya Taehyung. Kepala Jungkook mengangguk kecil. Bibir dan matanya tersenyum hangat ke arah Taehyung. Lalu, dia menarik Taehyung untuk segera berlari. Menerjang rintik-rintik hujan yang turun cukup deras dengan kedua tangan yang saling bertaut.

Malam itu Taehyung membiarkan Jungkook mengukir satu hari terindah di dalam hidupnya. Taehyung membuka hatinya yang sudah lama sengaja dia kosongkan, membiarkan seorang Jeon Jungkook mengisinya dengan penuh. Satu keputusan besar yang tidak Taehyung sesali, atau mungkin akan dia sesali. Yang Taehyung tahu hanyalah malam itu dia ingin bersama dengan Jungkook.

Kedua pasang kaki mereka berlari kecil di bawah guyuran hujan. Meminggir ke sisi trotoar yang dilindungi oleh kanopi. Mengingatkan keduanya pada hari pertama mereka bertemu di alun-alun kota tua Praha. Namun, dengan situasi dan peraaan yang berbeda. Mungkin, hari itu mereka tidak akan pernah menyangka akan berujung menghabiskan banyak waktu bersama. Mereka tidak akan menyangka kalau beberapa menit yang lalu, mereka baru saja berciuman di atas boat kayu.

Dan, sudah pasti, mereka tidak akan menyangka kalau malam itu Jungkook berakhir di berada di dalam kamar hotel Taehyung. Dengan keadaan mantel mereka yang basah sudah berserakan di atas lantai kamar hotel. Tas, tentengan souvenir, payung lipat, semuanya diletakkan begitu saja di depan pintu masuk.

Keduanya sudah sibuk bercumbu di atas sofa single kamar hotel Taehyung yang berwarna biru langit. Mantel dan vest milik Taehyung sudah terlepas sejak dua langkah mereka masuk ke dalam kamar. Menyisakan kemeja putih Taehyung yang dua kancing teratasnya sudah terbuka. Kemejanya putihnya itu setengah basah, membuat kulit mulus miliknya menyeplak, terutama di bagian dada.

Jungkook ‘pun juga tidak kalah berantakan dari Taehyung. Mantel abu-abunya sudah tergeletak di lantai, tak jauh dari mantel milik Taehyung berada. Kancing kemeja navynya hampir terbuka penuh, karena tangan Taehyung yang nakal sepanjang meraka berciuman.

Dan Target selanjutnya dari tangan nakal Taehyung adalah celana jeans Jungkook. Taehyung melepas ikat pinggang pria itu, membuangnya ke lantai dan membuka kancing pengait celana Jungkook.

Tangannya Taehyung menyelip masuk ke dalam celana jeans Jungkook. Meraba-raba bagian sensitif pria itu dari luar celana dalaman milik Jungkook. Karena Taehyung tahu persis seberapa nikmat rasa yang ditimbulkan. Terbukti ketika Jungkook memejamkan mata dan menahan sebuah geraman, akibat dari kerja tangan Taehyung.

Tiba-tiba saja Taehyung bangkit dari sofa. Acara bermain-main dengan area sensitif Jungkook terhenti sementara. Dia mengubah posisi mereka: Jungkook duduk bersandar pada sofa, lalu Taehyung duduk di atasnya.

Setelah itu Taehyung kembali memulai ciuman mereka lagi. Jauh sekali, kali ini jauh lebih intens dan panas. Jungkook mencoba menembus pertahanan Taehyung, menekan-nekan lidahnya pada bibir Taehyung, hingga dia dapat menerobos masuk. Sampai kedua lidah mereka ikut bermain-main, dan saling bertukar saliva.

Malam itu Taehyung benar-benar di luar kendali. Entah efek dari tubuhnya yang sudah begitu lama merindukan sentuhan, atau memang yang Jeon Jungkook sememabukkan itu. Pilihannya hanya dua. Namun, Taehyung tidak ingin memusingkan itu sekarang. Karena Taehyung lebih suka membiarkan detiknya bergulir untuk sentuhan-sentuhan Jungkook yang lainnya. Seperti, saat tangan Jungkook menyelip masuk ke dalam kemejanya, lalu mengelus lembut pinggangnya tanpa memutuskan ciuman. Atau, saat bibir Jungkook mengecupi tulang rahangnya, saat Taehyung bergerak liar di atas pangkuan pria itu. Atau mungkin, saat celana bahan milik Taehyung sudah dilempar entah ke mana, dan jari-jari Jungkook mulai bermain-main di bagian bokongnya. Taehyung menyukai semua itu, dirinya tidak bisa berbohong untuk hal ini.

Taehyung begitu menyukainya. Hingga dia tidak sadar kalau lenguhannya keluar, terdengar seperti sebuah rengekan kecil, ketika Jungkook memainkan jarinya di bagian lubang sensitif miliknya. Jungkook hanya bermain-main dari luar celana dalamnya, dia melakukan hal yang sama seperti apa yang Taehyung lakukan pada milik Jungkook sebelumnya. Namun, sialan, Taehyung rasanya sudah hampir gila karena itu. Dia sengaja menggoyangkan pinggulnya, meminta dua jari Jungkook yang bermain-main di luar untuk masuk. Taehyung ingin Jungkook yang mempersiapkannya langsung.

“John, please…” ucap Taehyung pelan. Terdengar seperti lirihan atau rintihan yang tertahan. Badannya sudah bergerak-gerak di atas pangkuan Jungkook. Menggesek kedua bagian sensitif mereka yang saling kelaparan.

Just kiss me, again, and softly. Then, I’ll do it.” Jawab Jungkook. Satu tangannya menangkup pipi Taehyung, membuat Taehyung mau tidak mau menatap matanya. Mata Jungkook yang sedang memancarkan kehangatan dan kasih sayang, di tengah-tengah adegan panas mereka berlangsung.

Sorot matanya yang hangat, suaranya yang lembut, semua yang ada pada Jungkook begitu menghipnotisnya. Dan Taehyung pun melakukan apa yang diperintahkan Jungkook dengan benar. Dia mencium bibir Jungkook, melumatnya, mengisapnya dengan lembut. Selembut seperti saat dirinya sedang mengemut permen kapas.

Setelah itu, Jungkook benar-benar melakukannya. Menanggalkan seluruh pakaian mereka berdua ke lantai, hingga akhirnya dirinya berada di dalam Kim Taehyung. Mereka melakukan itu di atas sofa kamar hotel Taehyung, masih di tempat yang sama sejak awal kedatangan mereka. Namun, mereka hanya melakukannya sebentar, karena Jungkook sudah keburu menggotong Taehyung untuk pindah ke atas kasur. Masih dengan posisi yang sama, saat dirinya sudah berada di dalam Kim Taehyung.

Dan malam itu hujan berhenti. Saat langit Praha kembali ditaburi ratusan bintang yang berkelip. Namun, lampu tidur kamar hotel Taehyung yang menjadi satu-satunya sumber pencahayaan di antara mereka. Saat Taehyung bergerak di atas Jungkook, dan Jungkook yang sibuk mengecupi setiap inci wajah dan tubuh indah milik Taehyung.

. . .

Pukul 09:12 malam, Taehyung dan Jungkook saling memeluk tubuh satu sama lain di dalam selimut. Dengan posisi Jungkook yang berbaring dengan benar, dan Taehyung yang memeluknya dari samping, sambil mengistirahatkan kepalanya pada dada Jungkook. Lalu, punggung Taehyung dielus dengan lembut dari dalam selimut oleh Jungkook.

“Mau pesan makanan dari restoran hotel? Kamu pasti laper, soalnya kita belum makan dari siang.” Tanya Jungkook.

Taehyung mengangguk kecil, masih dengan posisi yang sama. Di atas sandaran kepalanya pada dada Jungkook. “Boleh. Kamu juga makan, ya?”

Taehyung bangun dari posisinya, menjadi duduk bersandar pada kepala ranjang. Tangannya menarik selimut hingga menutupi dadanya. Kemudian dia sibuk berkutat dengan telepon hotel, dan menyebutkan beberapa jenis menu yang dia lihat dari buku di atas nakas.

Jungkook membalik posisinya, menjadi menghadap ke arah Taehyung. Lalu dia diam pada posisi itu. Memperhatikan Taehyung yang kedua tangannya sedang menjaga posisi selimut, agar tidak turun dari badannya. Dan, tawa kecilnya tidak bisa dia tahan lagi setelah itu. Tidak lama, Taehyung mengakhiri panggilan dengan staff hotel, lalu kembali menatap ke arah Jungkook yang sedang menertawainya.

“Kamu kenapa ketawa?” tanya Taehyung, sambil alisnya mengerut samar.

“Engga apa-apa,” jawab Jungkook. Kemudian, dia menepuk-nepuk dadanya, tempat Taehyung beristirahat sebelumnya.

“Sini, saya mau pelukin kamu lagi. Tadi ‘kan saya sudah janji mau pelukin kamu semalaman.”

Taehyung tersenyum geli. Namun, tubuhnya tetap bergerak mendekat ke arah Jungkook. Kembali berbaring di sebelah pria itu, dan menaruh kepalanya pada dada Jungkook.

Taehyung menyukai ini, seakan-akan dia dan Jungkook sudah melakukannya sebanyak ribuan kali. Saat punggungnya dielus dengan lembut oleh Jungkook. Saat kepalanya beristirahat dengan nyaman pada dada Jungkook. Saat tubuh mereka saling mendekap satu sama lain.

“Apa saya engga usah tidur aja, ya?” Tanya Taehyung tiba-tiba. Jari telunjuk dari tangan kanannya bermain-main pada dada Jungkook. Berputar-putar, membentuk sebuah lingkaran acak.

“Loh, kenapa engga usah tidur? Kamu harus tidur, besok kan pesawat siang.”

“Justru itu. Apa saya engga usah tidur aja, ya? Biar ada lebih banyak waktu yang bisa dilaluin sama kamu.” jawab Taehyung. Yang sukses membuat rasa nyeri dengan kilat berkunjung pada dada Jungkook untuk beberapa detik.

Jungkook diam sesaat. Bukan karena dia setuju pada ide konyol dari Taehyung. Hanya saja, dirinya sedang menimbang-nimbang sesuatu. Mungkin akan terdengar jauh lebih gila dibanding ide tidak tidur satu malam dari Taehyung barusan.

Setelah yakin dengan pikirannya, Jungkook akhirnya berani mengutarakan apa yang ada di pikirannya. “Kalau kamu stay di sini saja, gimana?”

Taehyung langsung tertawa mendengar perkataan Jungkook. Bagaimana bisa dia tetap tinggal di Praha? Sedangkan kota ini hanyalah sebuah pelariannya dari rasa trauma selama beberapa hari.

“Becanda aja kamu, John!”

Namun, Jungkook tidak tertawa sama sekali. Pria itu diam, tidak bergerak, tidak merespons dengan apa pun. Membuat Taehyung langsung mendongakkan kepalanya, lalu menatap Jungkook secara langsung. “Jangan bilang kamu serius?” Tanya Taehyung.

“Saya memang serius.”

“Terus saya mau tinggal di mana, John? Besok saya udah harus check-out jam 12 siang.” Jawab Taehyung, masih dengan tertawa. Padahal Jungkook kini sedang benar-benar serius.

“Kamu bisa tinggal di apartemen saya. Itu… kalau kamu engga keberatan.” Jawab Jungkook.

Taehyung tidak mengerti, situasi apa yang sebenarnya sedang dia hadapi saat ini.

Apakah dia bisa mempertimbangkan tawaran Jungkook?

Apakah bisa?

Lalu, bagaimana dengan keluarganya?

Dengan pekerjaannya di Seoul?

Untuk apa juga dia bertahan di sana? Untuk apa dia melakukan itu semua demi pria yang baru di kenal selama lima hari?

. . .