Seraphic — 34.

. . .

Lonceng kecil yang menggantung pada pintu masuk kafe berbunyi, sebuah tanda bahwa seorang pelanggan baru saja membuka pintu kayu di depan sana.

Jungkook, yang sedari pagi sudah semangat berdiri di depan konter kasir pun langsung menoleh secepat kilat. Mendapatkan sosok Taehyung yang berdiri di depan pintu. Nampak indah seperti biasanya, apalagi hari ini dirinya dibalut dengan sweater berwarna putih gading. Tangannya kanannya menenteng tas laptop, sedangkan tangan kirinya tersampir sebuah mantel berwarna abu-abu.

Jungkook tersenyum, menanti Taehyung yang sedang melangkah mendekat ke arahnya.

Good morning, iced caramel machiato?” tanya Jungkook, begitu Taehyung sudah berdiri di depan konter kasir.

Taehyung melirik sebuah tanda nama yang menempel pada baju sang barista, dia JK. Ah, begitu mudah mengenalinya dengan sebuah tanda nama itu, Taehyung harus bersyukur.

Kepalanya mengangguk kecil, menjawab pertanyaan dari Jungkook tadi. Bibirnya tidak berhenti tersenyum, sembari menunggu Jungkook menyiapkan bill pada pesanannya.

Taehyung tetap berdiri di sana, meskipun pembayaran untuk pesanannya sudah selesai. Dia berdiri sambil memperhatikan Jungkook yang sedang meracik kopi untuknya. Memperhatikan tangan pria itu yang sedang menuangkan saus karamel ke dalam gelas plastik. Alis Taehyung mengerut, seperti pernah melihat tato itu sebelumnya. Tapi di mana?

Taehyung baru menyadarinya hari ini, padahal sudah beberapa kali sejak Taehyung menyadari eksistensi si barista manis di kafe seberang apartemennya. Mungkin juga terasa familier karena Taehyung sudah sering melihatnya. Hanya saja dirinya tidak pernah benar-benar memberi perhatian lebih ke arah tangan si barista.

Mencuri-curi pandang ke arah Taehyung yang sedang berdiri dan memperhatikannya saat ini. Jungkook pun memberanikan diri untuk membuka obrolan. “Hari ini kelasnya ga terlalu pagi ya?”

Padahal berani sumpah kalau Jungkook sudah hafal jadwal Taehyung berangkat ke kampus, tanpa perlu Taehyung memberi tahunya. Memang, Jeon Jungkook ini sudah semacam penguntit gila. Dia sering melamun, memandang jalanan dan pintu masuk gedung apartemen di seberang kafe milik kakaknya, hanya untuk menunggu seorang Kim Taehyung mampir atau sekadar lewat saja.

Kebingungan dengan topik yang baru saja ditanyakan, rasanya aneh sekali kalau si barista tiba-tiba menanyakan jadwal kelasnya di kampus. “Maaf? Jadwal kelas saya?”

Jungkook mengernyit, alisnya menyatu. Kegiatan meracik caramel machiatonya berhenti sebentar, karena pertanyaan yang begitu mengejutkan dari Taehyung. Barusan itu Taehyung menggunakan bahasa formal kepadanya, seakan Jungkook ini adalah orang asing.

Sorry, tapi kenapa kamu pakai bahasa formal ke aku?”

Loh, sebentar, Taehyung semakin bingung. Memangnya, Taehyung harus membuang formalitas di antara mereka? Rasanya tidak mungkin, meskipun si barista sudah sering memberikannya pesan manis, tetap saja mereka adalah dua orang asing untuk satu sama lain.

“Karena... ya, memang harusnya begitu bukan?”

“Kamu engga ngenalin aku?”

Taehyung diam sebentar. Matanya bolak-balik melihat ke arah nametag dan wajah si barista. Memperhatikan postur tubuh, gaya rambut dan pakaian pria itu. Tidak, Taehyung yakin kalau pria ini adalah si barista yang biasanya.

“Eoh, kakak barista? Kak JK, yang sering beri pesan manis kan?” jawab Taehyung, begitu pelan dan ragu. Dalam hati dirinya takut sekali, takut kalau ternyata dia salah orang.

Tidak ada jawaban dari Jungkook, karena pria itu hanya bisa mematung. Ekspresinya begitu acak, siapa pun yang melihatnya saat ini tidak akan bisa menebak apa yang ada di pikiran pria itu.

“Maaf, saya salah ya?” Taehyung kembali bertanya.

Jungkook langsung buru-buru menggeleng, lalu tersenyum dan tertawa canggung. Dirinya tidak akan tahu kalau ekspresi bingung dan senyuman paksanya itu tidak akan bisa dilihat oleh Taehyung. “Bener kok. Iya, aku JK, yang selalu ngasih surat penyemangat hari buat kamu.”

Taehyung membuang napasnya lega. Kemudian, dirinya bisa kembali tersenyum lebar. Beberapa menit lalu rasanya begitu sesak dan menakutkan.

Keduanya terdiam. Jungkook fokus melanjutkan pekerjaannya, menyampingkan rasa bingung dan penasarannya akan ucapan Taehyung. Sedangkan Taehyung, pria itu benar-benar clueless dengan apa yang terjadi. Merasa semuanya begitu normal, tanpa memusingkan detail kecil yang terlewatkan; tato di tangan barista dan suara lembutnya.

Mata Jungkook terus memperhatikan gerak-gerik Taehyung, mencoba mencari tahu kejanggalan yang terjadi. Namun, yang dia dapatkan hanyalah wajah ceria Taehyung dengan senyuman mengembang yang tak pudar. Langkahnya ringan, bahkan saat mengucapkan terima kasih dan berjalan keluar dari kafe. Meninggalkan Jungkook dengan seribu tanda tanya besar di dalam kepalanya.

JK? ya, secara teknis memang namanya JK, Jungkook. Tapi, mengapa rasanya seperti Taehyung berpikir kalau Jungkook dan JK adalah dua orang yang berbeda?

Sebenarnya ada apa?

Apa Taehyung tidak mengingatnya lagi? Jelas-jelas kemarin mereka menghabiskan banyak waktu bersama.

. . .