Seraphic — 11.

. . .

Entah ketiban sial apa dia hari ini, yang jelas, Taehyung tidak mau membayangkan hari minggunya dihabiskan tanpa adanya listrik yang mengalir di unit apartemennya. Sial benar, mati listrik di gedung apartemennya sudah berlangsung sejak pagi. Lebih tepatnya, dua lantai pada gedung apartemennya terpaksa dimatikan aliran listriknya, karena terjadi gangguan.

Demi Tuhan, ini hari minggu dan besok adalah hari senin; yang mana ada kelas mata kuliah critical reading. Taehyung meringis, mengingat tugasnya untuk esok hari masih belum rampung dia kerjakan. Bisa-bisa, Mr. Carter—dosen mata kuliah critical reading—tidak segan memberinya nilai E untuk semester ini.

Mengapit beberapa buah buku dan tumpukan kertas jurnal pada tangan kanan, sedangkan menggendong tas laptopnya pada tangan kiri. Taehyung berhati-hati, dengan susah payah tangannya mendorong pintu kafe. Gema suara lembut dari Billie Eilish pada lagu ocean eyes memenuhi ruangan, Taehyung hafal lagu ini. Jimin sering memutarnya ketika berada di mobil pria itu, hingga Taehyung bosan mendengarnya.

Kepalanya menoleh, matanya menelusuri tiap sudut kafe yang sepi akan pembeli. Huaa, syukurlah. Sudut bibirnya terangkat, sebuah perasaan lega terpancar. Untungnya, suasana kafe minggu itu cukup tenang dan tidak bising. Kalau begini, Taehyung tidak keberatan berada berjam-jam di kafe untuk mengerjakan tugas. Menaruh segala barangnya ke atas meja di sisi pojok kanan kafe, dekat dengan lukisan akrilik karya dari Joongwon Jeong. Barang-barangnya dia rapihkan sebentar, lalu, dia ambil ponsel pintarnya dan berjalan ke arah konter kasir.

Di sana berdiri seorang pria, Taehyung yakin begitu. Rambutnya ditata dengan baik, namun si pria tidak memakai seragam ataupun tanda nama dari kafe itu. Dalam hatinya, ada secuil rasa kecewa saat mengetahui fakta tersebut. Padahal, Taehyung ingin sekalian bertemu dengan barista manis itu. Si pria bernama JK yang selalu menyelipkan pesan manis pada caramel macchiato-nya. Taehyung pikir, harinya akan sedikit membaik kalau bertemu dengan JK. Hatinya akan menghangat dan perasaan buruknya akan luntur, karena membaca untaian kata manis lainnya dari JK.

Sayangnya, Taehyung harus mengubur dalam-dalam harapan itu untuk hari ini.

Kepala Taehyung menunduk, seakan membaca menu di hadapannya, padahal dirinya hanya sedang menutupi rasa kecewa. Hening beberapa saat, pria di balik konter kasir pun membatu di tempat. dia, Jungkook, si pria yang sedang sibuk mengatur debaran jantungnya yang sedang berdetak tidak keruan. Tangannya langsung keringat dingin, belum sempat mengantisipasi pertemuannya dengan Taehyung secepat ini. Padahal, beberapa menit yang lalu dirinya baru saja bersumpah serapah, demi jenggot Merlin dan saus tartar di Spongebob, Jungkook kesal karena dibohongi oleh kak Seokjin. Lalu, tiba-tiba saja Taehyung datang. Seakan sumpah-serapahnya adalah sebuah panggilan yang mendatangkan pria yang disukainya itu.

“Hei…?” sapa Jungkook, memecah keheningan aneh di sana.

Dalam hati, pria di bayangan Jungkook sedang memberi semangat pada dirinya untuk membuka obrolan pada Taehyung. Seperti, coba tanya tentang ramalan cuaca. Atau, tanya menu sarapannya paginya hari ini. Hm, mungkin juga bisa langsung to the point bertanya apakah Taehyung benar-benar tidak mengenalnya?

Caramel Machiato with less ice, right?” alih-alih, kalimat itulah yang meluncur dengan bebas dari mulut Jungkook.

Persetan dengan nyalinya yang ciut, Jungkook tidak bisa bertanya apa pun saat ini. Bahkan, berdiri di depan Taehyung saja dirinya membutuhkan banyak tenaga dan keberanian.

“Ah? OH, ASTAGA.” butuh beberapa detik bagi Taehyung untuk mengenali suara itu. Merasa bodoh dengan dirinya sendiri, ternyata pria yang dia cari ada di hadapannya sedari tadi.

Bagaimana wajah Taehyung di mata si barista?

Apa penampilannya baik-baik saja?

Apakah dirinya nampak seperti orang aneh?

Ternyata, barista yang dia cari ada di sana. Dengan pakaian dan gaya rambut, ditambah, tanda nama yang tidak terpasang bajunya. Alih-alih kemeja pegawai, pria itu kini memakai setelah serba hitam dari ujung kaki hingga kepala. Celana jeans hitam, sepatu boots walker, leather jacket yang tampak begitu pas di badannya yang bidang. Sial, Taehyung hampir pangling dengan penampilan si barista manis itu.

Salah tingkah, Taehyung buru-buru membenarkan pesanannya yang disebutkan sang barista. Tersenyum kikuk, lalu kabur ke mejanya setelah selesai membayar.

Tuhan, entah sudah berapa kali nama-Nya dipanggil oleh Taehyung hari ini. Tapi, please, Taehyung malu sekali. Rasanya, dirinya ingin melebur oleh rasa malu di tempat.

Tiga menit berlalu, sejak kejadian yang Taehyung anggap memalukan di depan konter kasir terjadi. Tubuhnya memunggungi posisi si barista, alias, Taehyung lebih memilih menghadap ke arah luar kafe. Memandangi jalanan kecil yang membelah, di antara kafe ini dengan pintu masuk apartemen kecilnya. Laptop masih anteng di dalam tasnya, buku dan lembaran kertas jurnal masih nyaman berada di sisi lain dari meja. Seakan lupa apa tujuan awalnya kemari, Taehyung justru sibuk menggerutu dalam hati dan membuang rasa malu.

Alat pemberitahuan berbentuk bulat bergetar, sebuah pertanda kalau pesanannya sudah siap untuk diambil. Taehyung menarik napasnya dalam-dalam, membuangnya pelan, lalu beranjak dari kursi yang dia duduki. Tubuhnya kembali mundur, jantungnya hampir melompat keluar dari dalam dadanya, matanya melihat kalau si barista sedang berjalan ke arahnya. Tangannya nampan berisikan pesanan Taehyung, membuat yang bersangkutan terpaksa duduk kembali ke kursinya.

Iced caramel machiato untuk Kim Taehyung,” katanya, sambil meletakkan gelas berisikan minuman kesukaan Taehyung ke atas meja. “Oh iya, hari ini ada spesial menu lemon cheesetart, fresh from the oven banget.”

“Ah, iya, terima kasih kak. Nanti aku pesan sesuatu lagi ya, atau aku cobain menu spesialnya.”

Merasa perkataannya tidak diberi respon yang baik sama sekali; Taehyung hanya menatapnya dengan penuh kebingungan, terlebih dengan panggilan kak yang diberikan olehnya tadi, JK hanya dapat tertawa canggung. Kemudian dia memberikan senyuman kecil, lalu pamit untuk kembali lagi ke tempatnya. Sepanjang perjalanannya kembali ke konter jaga, Jungkook dibuat tenggelam akan kebingungan, akisnya mengerut dan bola matanya berputar berkali-kali, nampak sangat keras otaknya bekerja untuk memikirkan suatu hal. . . .