Midnight Sun
. . .
Sweden; a country with a lot of light. During the summer in the very north of Sweden, the sun never sets between the end of May until the middle of July. We can see the sun 24 hours a day, which called the midnight sun.
. . .
Grundtjärn, sebuah desa kecil di bagian utara Swedia. Desa yang dikelilingi oleh hutan, padang rumput, danau dan sungai, jauh dari segala hiruk pikuk kota. Tempat yang Jungkook janjikan pada Taehyung, kalau mereka berdua akan menemukan sesuatu berharga di sana. Harta berharga itu adalah pengalaman yang mungkin hanya akan Taehyung rasakan sekali seumur hidupnya.
Kaki Taehyung melangkah kecil, mengekori sosok Jungkook yang tidak henti berjalan tanpa arah. Ini sudah berjam-jam sejak mereka meninggalkan kabin, kakinya bahkan mungkin sudah lecet di balik sepatu sandal yang dia pakai. Ya, mereka sudah melewati jalanan berbatu, dataran yang tidak rata dan bahkan memanjat tebing-tebing kecil yang dikelilingi pohon-pohon pinus raksasa selama berjam-jam.
Taehyung tidak tahu di mana sebenarnya posisi mereka berdua saat ini. Baik Taehyung ataupun Jungkook, keduanya adalah orang asing yang buta akan Grundtjärn. Kaki mereka sudah melangkah cukup jauh dari pondok kayu bercat merah yang dilewati tadi. Pondok itu adalah bangunan terakhir yang Taehyung lihat, sebelum semua pemandangan berganti menjadi pepohonan besar dan jalanan mendaki penuh dengan bebatuan.
Bibirnya mengerucut sebal, namun tetap dia mempercayakan Jungkook memimpin jalan. Membiarkan pacarnya yang menyebalkan itu menuntun mereka kembali ke kabin kecil di pinggir danau yang kini terasa sangat nyaman dalam bayangan Taehyung.
Ponselnya habis daya, kalaupun tidak, benda itu tetap saja tidak berguna. Sepertinya, Jungkook dan Taehyung berjalan terlalu jauh ke dalam hutan, hingga ponsel pintarnya tidak mampu menangkap sinyal sama sekali. Begitu juga yang terjadi pada ponsel Jungkook.
“Jungkook, kita mau ke mana lagi? Mending putar balik deh, sebelum kamu bawa kita makin masuk ke antah berantah!”
Jungkook terkekeh, omelan Taehyung saat ini justru terdengar sangat lucu. Pacarnya sudah mengomel panjang lebar sejak beberapa jam lalu, saat Jungkook sadar kalau mereka kehilangan arah untuk kembali. Kalau memang semudah itu mencari jalan kembali, Jungkook tidak mungkin mengajak Taehyung berputar-putar selama berjam-jam di dalam hutan. Dirinya juga tidak mungkin tega membiarkan pacar lucunya itu kelelahan seperti sekarang.
Dia tidak tahu sudah berapa lama mereka tersesat, yang dia ingat hanyalah waktu menunjukkan pukul 20.35 sebelum ponselnya mati total. Totalnya, sudah dua kali dia dan Taehyung melewati danau yang berbeda, berjalan mengikuti ke mana hilir sungai mengarus. Saat dilihatnya sang pepohonan mulai menipis dari pandang, ada harapan keduanya kalau mereka sudah keluar dari hutan. Namun, yang ditemukan hanyalah padang rumput yang membentang di tengah-tengah hutan pinus. Langkahnya terhenti di ujung jalan, berbalik menghadap Taehyung yang napasnya sudah terengah. Mereka kembali menemukan padang rumput lainnya, ya, ada sedikit rasa kecewa di sana. Tapi setidaknya, Jungkook bisa bernapas lega, karena matahari masih bertengger di atas sana.
Di Grundtjärn, matahari engga kenal kata terbenam selama bulan Mei hingga pertengahan Juli. Itu yang dikatakan kak Seokjin pada Jungkook dan Taehyung, begitu mereka tiba di desa ini pagi tadi.
“Capek, ya? Mau duduk dulu sebentar?” tanya Jungkook. Kakinya melangkah, mendekat ke arah Taehyung. Dia tuntun prianya untuk duduk di potongan kayu besar di tanah. Taehyung menjawabnya dengan sebuah anggukan lesu, dan membiarkan tubuhnya dituntun oleh Jungkook.
Keduanya duduk, melihat padang rumput yang terbentang indah dengan hamparan bunga liar. Campuran hijau dengan warna-warni dari kelopak bunga menghiasi pemandangan di hadapan mereka. Kalau tidak kenal lelah, mungkin Taehyung sudah berlarian menerobos padang bunga di depan sana.
Langit masih terlihat biru, meski tidak secerah beberapa jam lalu, karena kini ada dominasi dari warna jingga. Jungkook terpaku, dia terpukau, bukan dengan keindahan bentang alam di hadapannya yang menyejukkan mata. Melainkan, karena keindahan Kim Taehyung yang kini dengan damai menikmati suasana di sekeliling mereka. Bibirnya terkatup, matanya kedip beberapa kali. Kemudian, bola matanya mengekori gerak kupu-kupu yang sibuk beterbangan, hinggap dari satu bunga ke bunga lainnya.
“Kira-kira sudah jam berapa, ya? Kak Seokjin pasti lagi marah-marah nyariin kita,” kata Taehyung, dengan mata yang sibuk berkeliaran, menyusuri berbagai macam citra yang terekam dalam penglihatannya saat ini. Namun pikirannya juga tidak kalah berkeliaran ke mana-mana. “atau, kak Seokjin malah lagi pelukan sama kak Namjoon sekarang. Boro-boro mikirin kita.” tambah Jungkook, dengan tawa kecil di ahir.
Jawaban Jungkook tersebut mendapat sambutan hangat dari kepalan tangan Taehyung. Ya, lengannya sudah habis ditinju oleh pacar lucunya itu. “Kamu tuh ya, dari tadi sempet-sempetnya becanda ya!”
Tetap, omelan dan tinju kecil dari Taehyung tidak akan membuat tawa dan senyuman Jungkook luntur. Badannya beralih, dari menghadap ke arah Taehyung menjadi ke arah kirinya—tepatnya, posisi ransel besarnya berada. Dia keluarkan roti isi daging cincang, sisa makan siang yang belum sempat dia makan, lalu sebotol air mineral yang selalu Taehyung siapkan di tasnya. Kedua barang itu kemudian dia sodorkan ke arah Taehyung.
“Makan dulu, biar ada tenaga lagi buat nanti.” kata Jungkook.
Perut Taehyung keroncongan, mungkin terdengar seperti ada sebuah konser band metal di dalam sana, saking gaduhnya. Jungkook pun menyadari itu, membuat dirinya harus menahan tawa dan gemas sepanjang perjalanan.
“Setengah-setengah, oke? Kamu juga harus makan dan minum!” jawab Taehyung, sebelum akhirnya sibuk mengunyah roti. Jungkook hanya menjawab dengan gumaman.
Dia kemudian berjongkok di hadapan Taehyung, membungkuk sedikit dan menyemprotkan sesuatu ke arah kaki pria itu. Obat anti serangga dengan harum lavender kesukaan Taehyung, untuk mengusir para nyamuk yang sedari tadi sudah siap menyantap kulit mulus pacarnya. Wah, Jungkook ini bukankah terlalu penuh dengan persiapan untuk seseorang yang tidak sengaja tersesat di hutan?
Setelah kegiatannya dengan obat anti serangga, Jungkook kembali duduk di sebelah Taehyung. Mencoba untuk mengalihkan fokusnya pada si panorama, matahari di tengah malam di bulan Juni. Sebuah fenomena yang tidak akan dia dapatkan di Korea Selatan. Jungkook tidak tahu tepatnya jam berapa, namun dia yakin kalau kini waktu sudah begitu larut. Langit mulai sedikit menggelap. Kini sang biru dan jingga mendapatkan teman baru, ada guratan merah muda dan sedikit sentuhan ungu. Namun tidak berlangsung lama.
Taehyung diam, sibuk mengunyah dan membiarkan Jungkook larut dengan kegiatannya. Karena dia tahu, pacarnya begitu mencintai alam, dan pemandangan di depan mereka ini tidak akan bisa dibeli dengan apa pun. Disobek sedikit roti yang sedang dia makan, kemudian mencoba untuk menyuapi Jungkook tanpa aba-aba. Sobekan roti itu pun langsung masuk ke dalam mulut Jungkook, membuat Taehyung tersenyum.
“Ini gara-gara kamu nih, kita jadi tersesat gini.”
“Iya, gara-gara aku emang.”
“Jelek kamu, Koo!”
Jungkook terkikik. “Jelek juga kamu sayang, gimana aku ganteng?”
Dan, kini lengannya habis dicubiti oleh Taehyung, baru juga beberapa menit lalu tangannya menjadi samsak untuk kepalan tangan Taehyung. Namun berani sumpah, Jungkook tidak keberatan atau merasa sakit sama sekali. Meledek Taehyung itu adalah sebuah kegiatan menghibur dirinya, karena pacarnya sungguh terlihat menggemaskan di saat merajuk.
Kamera besar milik Jungkook dikalungkan. Tangan kirinya menepuk-nepuk pundak bagian kanannya, mengisyaratkan Taehyung untuk bersandar di sana. “Sini kepala kamu. Kamu bobo aja dulu sebentar, pasti ngantuk kan?”
Taehyung menggeleng. Mana bisa dia memutuskan untuk tidur di saat seperti ini. Dia dan Jungkook sedang berada di antah berantah, bisa saja ada binatang buas atau hal buruk terjadi saat dirinya tidur nanti.
“Yaudah, istirahatin aja matanya. Merem-merem gitu, sambil temenin aku ngobrol.” bujuk Jungkook.
Pada akhirnya, Taehyung pun luluh. Dia sandarkan kepalanya pada bahu Jungkook, tempat ternyaman dan teraman yang pernah Taehyung rasakan. Matanya terpejam sebentar, mencoba menebus rasa lelah dengan sebuah kenyamanan yang ditawarkan Jungkook. Taehyung tidak mengantuk, tidak juga ingin tertidur. Dia hanya memejamkan matanya karena lelah, juga, karena kenyamanan yang dirasakan.
Tangan Jungkook melingkar di balik punggungnya, kemudian mengelus-elus lembut pungguh Taehyung. Membuat Taehyung semakin merapatkan badan mereka. Suara serangga yang beterbangan menjadi latar suara, Taehyung membiarkan mereka diam seperti itu untuk sementara waktu. Tak lama, dirinya kembali berbicara, “sebenarnya, kalau dipikir-pikir seru juga ya.”
Menoleh, mendapatkan wajah Taehyung yang masih terpejam damai di sandaran bahunya. Jungkook membenarkan poni Taehyung yang acak-acakan dan sedikit menutupi mata pria itu.
“Seru gimana, hum?”
Taehyung membuka matanya, mendapatkan pemandangan wajah tampan Jungkook yang sedang memperhatikannya dalam jarak dekat. Pacarnya itu tersenyum hangat, menanti jawaban dari Taehyung.
“Seru, karena bisa nyasar di hutan sama kamu.” jawab Taehyung. Ada sedikit nada sarkasme di sana, tentu saja hanyalah sebuah candaan.
Jungkook tertawa, karena tahu kalau Taehyung itu sedang bercanda saat ini. “Iya, kapan lagi kita nyasar di hutan tengah malam begini. Tapi dapat pemandangan yang indah banget-banget.”
Senyuman lebar Taehyung, sebuah tanda kalau anak itu menyetujui perkataan Jungkook. Ya, indah sekali. Meskipun kakinya hampir habis digigiti oleh nyamuk.
Tanpa aba-aba, apalagi meminta izin, Jungkook tiba-tiba saja mencium bibir merah muda milik Taehyung. Dia lumat dengan pelan, tanpa dorongan atau paksaan untuk meminta Taehyung lebih jauh. Jungkook menciumnya dengan perasaan hangat yang mengalir. Membuat Taehyung membalas lumatan pada bibir bawah Jungkook, mengigitnya pelan, kemudian mengeluarkan tawa kecil di sela-sela ciuman mereka. Kedua tangannya melingkar, memeluk leher Jungkook agar keduanya dapat lebih leluasa mencium bibir satu sama lain. Tangan Jungkook yang melingkar di punggung Taehyung terlepas. Kini kedua tangannya dipakai untuk menangkup pipi Taehyung. Hingga akhirnya mereka melepas ciuman mereka, menutupnya dengan sebuah tawa renyah.
Tangan kanannya menggenggam tangan kiri Taehyung dengan erat, kemudian menyuruh Taehyung untuk kembali bersandar di tempatnya semula. Matanya memandang lurus ke arah seberang, tumpukan pohon pinus menjulang tinggi, di belakangnya terlihat sebuah bukit atau mungkin gunuh, Jungkook tidak tahu. Di sana, jauh di depan sana, matahari sedang bersembunyi di balik puncak bukit. Warnanya kuning kemerahan sekarang.
“Tahu engga kira-kira sekarang jam berapa?” tanya Jungkook.
Taehyung hanya menggeleng, karena kondisi ponsel mereka berdua sudah mati dan keduanya juga tidak memakai jam tangan. “Kata kak Namjoon, di bulan Juni matahari engga terbit di sekitar Kutub Selatan, karena rotasi matahari mendekat ke Kutub Utara,”
“Sebaliknya, matahari tengah malam di lingkaran Kutub Selatan cuma terjadi sekitar tanggal 22 Desember, atau pada musim dingin. Pada hari itu, Kutub Utara engga terbit di sekitar Arktik, karena rotasi matahari mendekat ke Kutub Selatan. Ngerti yang aku omongin?”
Taehyung kembali menggeleng dengan polosnya. Membuat tawa Jungkook pecah.
“Ini namanya midnight sun, sayang. Lihat di atas bukit sana?” tangan kiri Jungkook menunjuk ke arah bukit di hadapannya dengan Taehyung. “Matahari ga terbenam, padahal sekarang mungkin udah lewat dari tengah malam.”
Taehyung mengangguk paham. “Indah, ya? aku dari tadi juga perhatiin itu, perasaanku kita udah tersesat di hutan berjam-jam. Tapi langit dari tadi masih terang, ya sekarang lebih gelap sedikit sih memang.”
“Iya, indah. Tapi kasihan juga pacarku jadi capek, soalnya dibuat keliling hutan setengah hari ini.”
“Iyaaa, karena siapa ya aku dibuat capek hummmm?” Taehyung meledek, hanya ingin membuat Jungkook semakin merasa bersalah saja. Kemudian kembali menambahkan kalimatnya. “Seru kali ya kalau kita tinggal di sini suatu hari nanti?”
Pikiran Jungkook melayang jauh akan bayang-bayang menghabiskan waktunya dengan Taehyung di sana. Di rumah kayu kecil milik mereka, di tengah-tengah hutan pinus dan danau yang tenang. Di belahan bumi yang paling dekat dengan kutub utara, di saat matahari tidak terbenam selama 24 jam di musim panas, atau langit yang menggelap hampir 24 jam pada saat musim dingin.
Saat musim panas tiba, mereka akan berkeliling hutan, mengambil potongan kayu untuk persediaan musim dingin nanti. Memetik berbagai macam daun atau bunga, menjadikannya herbs yang akan Taehyung jadikan teh hangat di puncak musim dingin yang beku, mengingatkan mereka akan wangi musim semi yang sejuk. Pada musim dingin tiba, Jungkook akan mengajak Taehyung berkeliling dengan anjing peliharaan mereka. Meninggalkan jejak-jejak kecil pada tumpukan salju yang tebal, sebelum akhirnya kembali tertimbun oleh salju-salju lainnya. Atau menyalakan perapian di dalam rumah, menggunakan kayu yang mereka kumpulkan semasa musim panas berlangsung.
“Bukan seru, tapi indah dan nyaman pastinya. Kamu mau emangnya tinggal di sini?” Jungkook bertanya kembali.
“Di sini? Maksudnya di Swedia? Stockholm atau Grundtjärn? Kalau di Stockholm nanti tetanggaan sama kak Seokjin dan kak Namjoon, dong?”
“Kamu maunya di mana?”
“Di Grundtjärn aja. Lebih nyaman, karena sepi dan banyak hijau-hijaunyaaa. Terus tinggalnya sama Koo, aku mau kalau begini!” Taehyung menjawab dengan semangat.
“Siap, nanti kita buat pondok dekat danau di Grundtjärn, ya? terus kamu mau tanam apa di halamannya nanti?”
Taehyung nampak menimbang sebentar. “Banyak bunga dan buah-buahan? Eh, tapi katanya banyak buah berry liat yang tumbuh di sini ya? Coba nanti kita cari ya Koo, mau aku petik. Terus di kabin bisa kita jadiin jus juga. Waaah, kayaknya enak.”
Jungkook tersenyum kecil. Dalam hati, dirinya mengaminkan perkataan dan keinginan pacarnya itu. Tentu saja, suatu hari nanti Jungkook pasti akan mewujudkan mimpinya dengan Taehyung. Tentang Grundtjärn, tentang rumah kayu kecil milik mereka, tentang musim panas tanpa matahari terbenam, atau musim dingin yang gelap tiada akhir, juga tentang semua yang Taehyung impikan untuk terjadi.
Bayang-bayang indah itu membuat rasa kantuk Taehyung pun datang. Tidak lama, matanya terpejam tanpa bisa dia kendalikan lagi. Taehyung tertidur di sandaran bahu Jungkook yang nyaman dan hangat. Usapan lembut pada tangannya yang digenggam Jungkook, semakin mengantarkan anak itu ke gerbang mimpi yang indah.
Jungkook bergeming di tempat, tidak berniat untuk bergerak sama sekali. Dia takut kalau deru napasnya akan membangunkan Taehyung, dia takut mengganggu tidur pria yang paling dikasihi itu. Dan dia terjaga, meski tidak tahu perbedaan antara siang dan malam. Jungkook terjaga sepanjang jam, detik dan menit, dengan bahu yang dia pinjamkan sebagai sandaran Taehyung. Jungkook terjaga, untuk sekadar merekam detik-detik terindah dalam hidupnya.
. . .