Identical Twins — 200.
In another lifetime, I would never change my mind. I would do it again, a thousand times.
• • •
Langkah Taehyung terhenti di anak tangga teratas, begitu matanya melihat kehadiran Jeongguk yang sudah sampai terlebih dahulu.
Pria itu memunggungi Taehyung. Badannya bersandar pada tembok pembatas di atap gedung, sembari sibuk menikmati pemandangan langit sore yang cerah. Taehyung berjalan menghampiri Jeongguk. Anak itu mengambil tempat di sisi kanan Jeongguk, tidak lupa juga memberi sedikit jarak di antara mereka berdua.
Taehyung ikut larut dalam pemandangan indah yang disuguhkan dari atas atap. Pohon-pohon yang sudah ditumbuhi dengan dedaunan hijau terlihat begitu kecil dari atas atap gedung. Asrama Taehyung juga terlihat lebih dekat dari jarak yang sesungguhnya.
“Engga nyangka ya sebentar lagi udah engga bisa sering-sering lihat ini semua.” Jeongguk mulai membuka suaranya.
Taehyung mengangguk. “Empat tahun ngehabisin banyak waktu di kampus ini, pasti nanti bakal kangen banget deh suasananyaaa.”
Mata Taehyung terpejam, menikmati cuaca di sore itu yang sudah tidak terlalu panas. Jeongguk menoleh saat itu, senyuman di bibirnya terukir dengan jelas. Jeongguk tidak lagi menahan semuanya.
Setelah merenungkan hari-hari yang sudah berlalu, Jeongguk sadar kalau inilah jalan satu-satunya yang dapat dia ambil. Dia mencoba untuk mengikhlaskan perasaannya untuk Taehyung. Karena mungkin sejak awal bukan dirinya yang ditakdirkan untuk Taehyung.
Dari awal semuanya adalah Jungkook, adik kembarnya.
Mungkin rasanya memang berat. Apalagi saat awal Jeongguk mencoba mempertimbangkan semuanya matang-matang. Berat rasanya menghapus perasaan yang begitu dalam, meski dia tahu kalau perasaan itu tidak mungkin terbalas. Sulit sekali, Jeongguk bohong kalau berkata sebaliknya.
Namun saat Jeongguk mencoba untuk mengikhlaskan segalanya, semua terasa lebih mudah. Langkahnya tidak lagi berat saat melihat sosok Taehyung, dadanya tidak lagi perih bagai tersayat pisau, kepalanya tidak lagi sakit setiap kali memikirkan nasib kurang beruntungnya.
Dibanding memaksakan terus hal yang tidak mungkin, Jeongguk lebih memilih untuk menerima.
Adiknya sudah bahagia dengan Taehyung. Kedua orang itu bahagia, jadi tidak seharusnya Jeongguk mementingkan diri dan perasaannya lagi. Keadaan sudah berbeda dari beberapa waktu lalu. Kini Taehyung sudah memilih siapa orang yang berhak menjadi penghuni hatinya secara utuh.
Jeongguk mengikhlaskan takdir lucunya yang mempertemukan Jeongguk dengan Taehyung. Takdir yang membuat dia jatuh cinta pada pria itu dan berakhir dengan Taehyung yang mencintai adiknya ketimbang dirinya. Mungkin memang ini jalan cerita yang sudah ditulis oleh Tuhan untuknya.
Terkadang seseorang yang hadir di hidup ini bukan ditakdirkan untuk menjadi tempat pemberhentian terakhir kita. Terkadang mereka hanya menjadi sebuah tempat persinggahan sementara. Begitulah Taehyung untuk Jeongguk.
“Kamu berangkat lusa, ya?” tanya Taehyung.
Jeongguk mengerjapkan matanya beberapa kali, ketika dia sadar kalau kini Taehyung sudah menatap ke arahnya.
“Besok lebih tepatnya, hahaha.” Jeongguk menjawabnya dengan diselingi tawa kecil.
“Oh..? Aku kira lusa. Cepet banget ya ternyata....”
Jeongguk menatap Taehyung dengan wajah yang dihiasi oleh senyuman jahilnya. “Kenapa? Lo nanti merasa kehilangan gua ya? Nanti pasti kangen digangguin sama gua.”
Taehyung berdecih, mencibir perkataan kelewat percaya diri dari Jeongguk.
“Hih, kurang-kurangin ngeselinnyaaa.”
Jeongguk tertawa puas sekali. Rasanya begitu aneh, karena ini kali pertama Jeongguk bisa tertawa selepas itu saat bersama Taehyung.
Tak lama tawa Jeongguk lenyap dan digantikan oleh keheningan selama beberapa saat. Tiba-tiba Jeongguk menghadapkan badannya ke arah Taehyung. Wajahnya berubah menjadi serius, membuat bulu kuduk Taehyung berdiri seketika.
“Kim, gua mau izin buat nyelesaiin semuanya hari ini. Boleh kan? Lo dengerin semua perkataan gua ya?”
Taehyung melongo, kebingungan dengan maksud dari kalimat Jeongguk. Dirinya tidak mengerti apa arti dari ‘menyelesaikan’ yang Jeongguk maksud di sini. Memangnya apa yang ingin dia selesaikan?
Semuanya... Jeongguk ingin menyelesaikan semuanya sebelum dia pergi.
“Selesai apanya, Jeongguk?” tanya Taehyung, anak itu kebingungan.
Jeongguk tersenyum kecil sebelum memulai ceritanya. Sebuah cerita panjang tentang pria yang mengagumi Taehyung selama bertahun-tahun lamanya. Tentang Jeongguk yang selama ini terlalu bodoh dan salah mengambil langkah untuk menunjukkan perasaannya untuk Taehyung.
“Gua inget banget waktu itu kelas ilmu pengantar sosial, kali pertama gua lihat lo di kelas. Lo lucu banget, Kim. Selucu itu sampai bikin gua yang tadinya ngantuk jadi seger dan ga bisa berhenti merhatiin lo.”
Astaga, Taehyung tidak menyiapkan dirinya untuk situasi ini. Napasnya tercekat, meski dirinya sudah sebisa mungkin mengontrol perasaannya saat Jeongguk mulai berbicara.
“Kim Taehyung, cowok lucu yang jadi inceran banyak senior dan temen-temen di kampus. Ramah, pecicilan, polos, gimana ga banyak orang yang naksir sama lo? Hadeh. Gua perlahan mulai nikmatin waktu gua untuk ngagumin lo dari jauh. Nontonin setiap siaran lo di radio kampus. Bahkan gua pernah kirim surat saat itu, hahaha.”
“Surat? Kamu kirim surat di jam siaranku?” tanya Taehyung.
Jeongguk mengangguk. Ada seulas senyuman di wajahnya ketika mengingat kembali momen beberapa tahun itu.
“Iya, gua ngirimin lo surat. Waktu itu lo udah mau berhenti siaran, terus gua request lagu My Love dari Westlife deh.”
Ah, Taehyung mengingat momen itu. Tentu saja Taehyung tidak akan melupakannya. Karena itu adalah salah satu kejadian manis yang pernah terjadi di hidupnya. Bahkan Taehyung masih menyimpan surat tersebut di dalam laci meja belajarnya.
“I-itu dari kamu?” tanya Taehyung lagi. Entah sudah berapa kali anak itu bertanya pada Jeongguk sejak tadi.
“Iyaaa. Hahaha, pasti lo engga akan nyangka kan?”
Taehyung hanya memberikan anggukan sebagai jawaban. Anak itu membiarkan Jeongguk melanjutkan perkataannya.
“Awalnya gua pikir perasaan gua ke lo tuh biasa aja. Nanti juga bakal hilang. Tapi ternyata gua salah, Kimtae. Gua baru sadar kalau perasaan gua udah terlanjur terlalu dalam ke lo, gua terlambat sadarin itu semua. Gua baru berasa ditampar sama kenyataan waktu Jungkook mulai deket sama lo, terus lo keliatan welcome ke dia. Ya, emang salah gua sih yang bikin lo kesel terus hahaha.”
Tuhan. Taehyung bingung harus menjawab apa. Taehyung bingung harus memberikan reaski bagaimana saat ini. Bahkan otaknya bekerja begitu lambat untuk mencerna segala perkataan Jeongguk. Rasanya kalimat demi kalimat itu hanya masuk ke telinga kiri dan langsung keluar dari telinga kanannya, tanpa membiarkan Taehyung bisa mencerna terlebih dahulu.
“Jeongguk, aku...”
Pria di hadapan Taehyung mengisyaratkan anak itu untuk diam. Biarkan Jeongguk menyelesaikan cerita panjang tentang cinta tak terbalas miliknya itu. Agar beban yang Jeongguk tanggung bisa segera terangkat.
“Oke, point pertama kelar. Gua engga bener-bener niat bikin lo kesel selama ini. Gua cuma... apa ya istilahnya? Cari perhatian lo aja. Iya, gua emang salah di situ. Terus yang kedua, gua bukan cowok di atap kampus yang lo maksud. Maaf kalau selama beberapa waktu bikin lo bingung sama perasaan lo sendiri, hahaha.”
Mata Taehyung terbelalak saat Jeongguk mengatakan hal terakhir. Taehyung ingat kalau dirinya pernah menyebut Jeongguk sebagai pria dari atas atap. Taehyung ingat saat meminta Jeongguk untuk tidak membuatnya bingung dengan perasaannya sendiri. Tapi, apa kata Jeongguk tadi?
Kata Jeongguk, dia bukan pria yang kamu temui di atap Taehyung.
“Kamu, bukan apa?” Taehyung bertanya untuk sekadar memastikan.
Jeongguk tertawa lagi. “Gua bukan cowok yang lo temuin di atap waktu malam tahun baru. Itu Jungkook, waktu itu lo ketemu sama Jungkook.”
Dari awal emang Jungkook, makanya gua mutusin buat bener-bener ikhlasin lo.
Jeongguk sadar, kalau dari awal bukan dirinyalah yang menjadi peneran utama dalam cerita hidup Taehyung. Tuhan memilih Jungkook sedari awal. Kim Taehyung juga memilih Jungkook sejak awal pertemuan mereka. Terlepas dari kesalahpahaman Taehyung mengenali Jungkook sebagai Jeongguk.
Mau tetap kukuh dan memperjuangkan perasaannya pun semacam percuma. Percuma Jeongguk bersikeras memperjuangkan perasaannya yang berjalan satu arah. Taehyung tidak akan pernah membalas perasaannya. Justru yang ada hanyalah luka di antara mereka bertiga jika Jeongguk masih ngotot untuk melanjutkan perjuangannya.
Jeongguk mengikhlaskan, bukan berarti dia pengecut. Justru Jeongguk adalah orang yang paling pemberanai sejagat raya ini. Karena dia berani untuk mengambil sebuah keputusan besar dalam hidupnya. Mengikhlaskan seseorang yang begitu disayangi tidaklah mudah, bukan begitu teman-teman?
“Dari awal lo jatuh cinta sama Jungkook, bukan gua Kim. Ini yang bikin gua mikir berkali-kali. Bikin gua sadar juga kalau emang perasaan gua buat lo udah seharusnya selesai.”
Taehyung ingin sekali menanggapi perkataan Jeongguk. Dari tadi pikirannya sibuk mencari berbagai kata, namun tidak ada satu pun kata yang dapat dia ungkapkan. Semuanya tertahan di ujung lidahnya, kemudian otaknya kembali buyar. Semua kata-kata itu kembali hilang.
“Sekarang gua bakal nganggep lo ade nomor dua gua. Jadi gua harap kita engga akan canggung setelah ini, oke”
Taehyung hanya bisa diam, seakan dirinya adalah bayi yang belum bisa berbicara. Entah kenapa Taehyung merasa dirinya begitu bodoh saat ini. Bahkan untuk menjawab kalimat sederhana dan bersahabat dari Jeongguk saja dirinya tidak mampu.
Taehyung masih terlalu kaget dengan situasi yang dia hadapi saat ini. Sepertinya, otak Taehyung menerima terlalu banyak informasi dari Jeongguk. Sampai-sampai rasanya sudah bukan pening lagi, Taehyung sampai kehilangan daya cerna dalam otaknya.
“Kok lo diem aja Kimtae? Mulai sekarang lo gua anggep ade, oke?”
Jeongguk tidak membutuhkan persetujuan dari Taehyung. Dia mengusak rambut Taehyung pelan, kemudian tertawa lepas sekali. Segala beban yang dia pikul di pundaknya seakan terangkat. Jeongguk merasa lega karena sudah memberitahukan semua itu pada Taehyung.
“Jeongguk, aku bingung mau jawab apa....” kata Taehyung.
“Lah, lo ga perlu jawab apa-apa Kim. Hahahaha. Yang paling penting gua udah ungkapin ini semua, setelah itu ya kita ga perlu mikirin ini lagi. Hidup tetap berjalan.”
“Terus aku beneran diangkat jadi adik kamu yang kedua? Nanti aku sama Jungkook juga adik kakak dong?” Taehyung mencoba untuk bergurau.
Tawa mereka berdua lepas setelah itu. Langit sore di musim panas menjadi saksi kalau keduanya kini baik-baik saja. Jeongguk dan Taehyung jauh lebih santai dan lega dengan situasi ini.
Hari itu ditutup dengan seulas senyuman yang menghiasi wajah tampan Jeongguk. Matahari terlihat mulai menenggelamkan diri di ufuk barat kota Seoul. Namun kedua pasang kaki mereka tetap diam, tidak ada inisiatif meninggalkan atap kampus meski hari sudah hampir berganti.
Jeongguk hanya butuh hari ini saja. Dia membiarkan perasaannya pada Taehyung tetap membara untuk hari ini, sebelum pada akhirnya semua itu harus padam. Perasaannya untuk Taehyung sebagai orang yang dia kagumi, bukan sekadar sebagai teman.
Setelah hari berganti, Jeongguk berjanji kalau dia tidak akan pernah membiarkan perasaan itu kembali muncul ke permukaan. Jeongguk memastikan kalau dirinya bisa mengubur dalam-dalam segala rasa yang telah dia biarkan tumbuh selama bertahun-tahun itu.
“Kimtae... sebelum hari ini berakhir, gua boleh minta sesuatu sama lo?”
Taehyung menatap Jeongguk. Kedua alisnya yang terangkat mengisyaratkan sebuah tanda tanya.
“Kamu mau minta apa?” tanya Taehyung
Jeongguk memberi jeda sedikit. Membiarkan suara angin menemani sunyinya atap gedung saat itu. Jeongguk membutuhkan banyak keberanian untuk mengatakan kalimat selanjutnya. Pikir Jeongguk, katakan sekarang atau tidak sama sekali. Karena dia tidak tahu apakah akan ada kesempatan lainnya untuk mereka berdua bisa mengobrol tentang perasaan seperti sekarang.
“Kalau kita ketemu di kehidupan selanjutnya, jangan pilih orang lain lagi ya?”
Sialan, hati Taehyung bagai teriris. Sakiiit, sakit bukan main sampai dia tidak sadar kalau pelupuk matanya sudah dibanjiri oleh genangan air mata.
“Hih, ngomong apa sih kamu! Ini juga, kenapa coba aku nangiiis?”
Jeongguk tertawa. Lalu tangannya aktif membantu Taehyung menghapus air matanya. “Dih, cemen. Padahal gua cuma bilang begitu, tapi masa udah nangis aja?”
“Engga tau, aku males ih!”
“Janji dulu, Kimtae. Jawab dulu pertanyaan gua itu.”
Taehyung tidak menjawabnya, tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut manisnya itu. Namun matanya yang basah dan merah menatap lurus ke bola mata Jeongguk. Mata Taehyung berbicara lebih dalam dibandingkan dengan kata-kata yang dapat keluar dari mulutnya. Jeongguk pun dapat tersenyum lega setelah itu.
Jeongguk tertampar sebuah kenyataan saat dia memutuskan untuk mengubur segala perasaannya untuk Taehyung. Saat lagu 1000x dari Jarryd James memenuhi seisi kamarnya semalaman.
Dia tidak pernah menyesal pernah mengenal dan menjatuhkan hatinya pada seorang Kim Taehyung. Meski takdir begitu licik mempermainkan hatinya. Jeongguk tetap bersyukur pernah merasakan rasa sayang yang begitu besar untuk seseorang di luar keluarga intinya, dan orang itu adalah Taehyung. Jeongguk tidak pernah menyesal, meski pada akhirnya pria yang dia sayangi berakhir menjadi milik adik kembarnya.
Mungkin di kehidupan selanjutnya takdir tidak akan begitu kejam pada mereka berdua. Mungkin di kehidupan selanjutnya, mereka akan berakhir pada pelukan satu sama lain. Mungkin di kehidupan selanjutnya, perasaan Jeongguk tidak lagi berjalan satu arah.
Perasaannya pada Taehyung memang akan dia kubur dalam-dalam. Namun Jeongguk tidak akan pernah akan membiarkan seluruh perasaannya menghilang seutuhnya. Jeongguk menguburnya dalam-dalam, agar rasa itu tetap indah. Agar tidak menimbulkan luka untuk dirinya atau orang lain.
Jeongguk tidak keberatan untuk mengubur perasaannya itu hingga seribu tahun lamanya. Asalkan dirinya akan tetap bisa mencintai Taehyung di kehidupan lainnya.
“Mulai sekarang panggil gua abang, oke? Lo kan udah gua angkat jadi ade kedua gua.”
Tubuh Taehyung didorong oleh Jeongguk—tentu dengan lembut—menuju ke arah pintu keluar atap. Taehyung sempat memberontak kecil, namun tetap saja mereka berjalan menuruni anak tangga bersama-sama. Hari sudah mulai gelap, mereka tidak mungkin terus-terusan di atas sana kan?
“Kalau aku panggil abang, berarti boleh minta jajan ke kamu?” ledek Taehyung
“Tunggu abang selesai S2 dan kerja dulu ya, de?”
Setelah itu Taehyung dibuat merinding disco dan kabur karena ucapak Jeongguk. Sedangkan pria itu tertawa puas melihat reaksi yang Taehyung berikan.
. . . . . .
Seoul, 2025.
Jungkook memeluk tubuh Taehyung dari belakang. Menyalurkan seluruh rasa aman dan nyaman pada pacarnya yang baru saja menyelesaikan acara menangisnya itu.
Dia dibuat tertawa geli ketika melihat Taehyung bercerita panjang lebar sembari menangis. Pipinya basah, dipenuhi oleh air mata dan lendir yang keluar dari hidungnya.
Entah sudah berapa banyak tissue yang Jungkook habiskan untuk membersihkan wajah pacarnya itu. Karena Taehyung menangis hampir satu jam lamanya, bercerita tentang bagaimana ending cerita Toy Story tidak pernah gagal membuat dirinya menangis sesenggukan.
Jungkook sudah melakukan berbagai cara; menepuk dan mengelus punggung Taehyung, menciumi seluruh wajah pria itu. Namun tetap saja tidak dapat mengehentikan tangisan Taehyung.
“Kookoo... kenapa Andy ga bawa semuanya aja, sih?” tanya Taehyung, masih tidak terima dengan bagaimana jalan cerita di film itu berakhir.
“Sayang, udah jangan nangis ya? Mending kamu siap-siap, nanti jam 7 kan makan malam di rumahku. Kita harus ngerayain kepulangannya abang.”
Oh iya, Taehyung melupakan hal penting itu. Padahal dirinya sudah membuat penanda di kalender sejak jauh-jauh hari, kalau Jeongguk akan kembali ke Korea Selatan.
Tiga hari lalu juga Jeongguk menghubungi Taehyung, bercerita panjang lebar tentang adik kembarnya yang menelepon di tengah malam waktu London. Jeongguk panik, dikira ada hal penting apa yang terjadi di Seoul saat itu. Ternyata, adiknya itu hanya ingin berkonsultasi.
Jungkook sudah sebulan ini menyimpan sebuah benda berharga yang dia beli khusus untuk Taehyung. Namun nyalinya selalu ciut setiap kali ingin memberikan barang tersebut pada sang pacar. Tangannya tidak mau berhenti berkeringat dan bergetar, jadinya benda itu hanya tersimpan di saku jaketnya selama sebulan penuh.
Jeongguk tertawa terpingkal-pingkal ketika mendengar cerita adiknya. Ternyata Jungkook yang kaku dan pengecut soal urusan percintaan sudah kembali.
Suatu hari musim semi, saat peringatan hari jadi mereka yang keempat, Jeongguk berencana memberikan sebuah cincin yang indah untuk Taehyung. Bukan cincin lamaran, hanya sebuah hadiah saja. Karena rasanya mereka masih sedikit jauh dari tahapan itu.
Padahal hanya memberi hadiah, namun entah kenapa rasanya begitu sulit. Sudah ingin mengajak Taehyung bersanding di altar dan mengucapkan janji suci bersama.
“Omong-omong, kamu nanti jangan kaget ya?” Jungkook berkata.
“Hah? Kaget kenapa?”
“Nanti bakal banyak banget orang di rumah. Beberapa keluarga besarku juga ikut dateng kayaknya.”
Harusnya Jeongguk langsung kembali ke Seouk setelah selesai menempuh strata dua-nya. Namun pria itu memutuskan untuk mencari banyak pengalaman lain yang bisa dia cicipi sebelum kembali ke tanah kelahirannya. Jeongguk menghabiskan banyak waktu untuk menjelajah benua Eropa hingga ke Asia tenggara.
Kini sudah waktunya dia pulang ke rumah. Tentu saja keluarga dan sahabat-sahabatnya sudah menantikan hari ini untuk datang. Maka dari itu mereka semua memutuskan untuk berkumpul, merayakan pulangnya Jeongguk bersama-sama.
“Ya ampun, sebentar aku mandi dulu. Kookoo tunggu di sini ya? Atau mau ngobrol sama papa di bawah?”
Taehyung tidak menunggu jawaban Jungkook, karena dirinya sudah terlebih dahulu masuk ke dalam kamar mandi.
Jungkook hanya bisa tertawa sambil menggelengkan kepalanya. Kemudian dirinya pergi turun ke lantai satu rumah Taehyung, menunggu anak itu yang sedang mandi sembari berbincang dengan orangtua pacarnya.
. .
Ruang tengah rumah keluarga Jeon sudah ramai akan sanak saudara dan teman-teman dekat si kembar.
Pintu kaca yang selama ini menjadi penyekat antara ruang keluarga dan halaman belakang rumah dibiarkan terbuka. Agar ruangan terasa tidak sumpek karena banyaknya orang yang berkumpul di satu ruangan.
Berbagai macam makanan dan minuman sudah disajikan di atas meja. Beberapa orang juga sudah sibuk bolak-balik menyicipinya.
Para orangtua berkumpul di ruang tengah keluarga Jeon. Berdiskusi tentang suatu hal atau sekadar mengenang beberapa kejadian di masa lalu, tentang anak, keponakan dan cucu mereka. Sedangkan para anak muda memilih untuk mengambil daerah kekuasaan mereka di teras halaman belakang.
Di sana sudah hadir sahabat-sahabat dari si kembar Jeon. Mingyu, Eunwoo dan Wonwoo. Mereka bertiga juga sudah menantikan datangnya hari ini, hari di mana Jeongguk akan pulang ke Seoul. Setelah bertahun-tahun terlewati tanpa adanya Jeongguk di sisi mereka. Apalagi Jeongguk jarang sekali mengambil waktu liburnya untuk pulang ke Seoul, alhasil mereka harus memupuk rindu pada Jeongguk.
“Ini bintang utama malam ini mana sih? Lama banget turunnya.” Mingyu mengeluh.
Sedangkan Jungkook dan Taehyung tidak mempedulikan wajah sebal Mingyu yang sudah bosan setengah mati itu.
Pasangan itu sibuk menyuapkan sendok demi sendok makanan yang mereka ambil dari meja. Lalu saling bertukar pendapat tentang makanan tersebut. Seperti, “ah, kayaknya saus stroberinya terasa terlalu manis”, “Mana coba, sini aku cium bibirnya biar tahu manis beneran atau engga.” atau, “Sayang, coba tart keju langganan mama deh. Aku suka banget makan ini dari kecil, si abang juga.”
Meski sudah melihat pemandangan ini selama empat tahun lamanya, teman-temannya masih sering dibuat tidak habis pikir dengan kadar kebucinan Jungkook pada Taehyung. Jungkook yang kaku, yang beberapa tahun lalu sangat sukit membuka hatinya untuk seseorang kini sudah hilang. Adanya hanya Jungkook yang lembut dan manis pada Taehyung.
Gila, cinta memang bisa membuat manusia berubah.
“Kalian engga bosen pacaran setiap hari?” kini Wonwoo ikutan dibuat jengah.
Namun Jungkook dan Taehyung memilih untuk tidak mengindahkan perkataan sahabat mereka itu. Oh ya, tentu saja sahabat Jungkook sudah menjadi sahabat Taehyung juga sekarang.
Tak lama orang yang paling dinanti-nanti muncul juga. Dengan style pakaian yang jauh lebih dewasa dibanding beberapa tahun lalu. Jeongguk yang suka berbagai warna sweater atau hoodie, kini lebih suka mengenakan kemeja. Rambutnya yang terakhir kali berwarna pirang sudah kembali menjadi warna hitam. Pria itu tersenyum dan menyapa beberapa orang di ruang tengah, tidak lupa juga dia membungkuk untuk menunjukkan rasa hormat pada tamu yang jauh lebih tua darinya.
Mingyu sudah heboh melambai-lambaikan tangannya dari teras belakang. Sampai akhirnya Jeongguk menyadari kehadiran kelima orang itu di sana.
Senyuman Jeongguk mengembang. Terlihat sekali kalau dirinya bahagia karena bisa berjumpa dengan orang-orang yang disayangi lagi.
Mereka—Mingyu, Eunwoo dan Wonwoo—mengantri untuk dapat memeluk Jeongguk, tidak peduli dengan gengsi yang terkadang begitu besar. Membuat Jungkook dan Taehyung tertawa puas melihat keributan ketiga orang itu saat ingin memeluk Jeongguk.
Tidak banyak yang berubah, kecuali tampilan dari masing-masing mereka yang sudah lebih dewasa. Tentu saja, ini sudah empat tahun sejak mereka lulus perkuliahan.
Jeongguk mengacak rambut Taehyung sebelum akhirnya memeluk tubuh pria itu dengan lembut. Jeongguk tidak memeluk adik kembarnya, karena tentu saja mereka sudah bertemu dan berpelukan sejak kemarin.
“Gila, kalian kangen banget ya sama gua pasti? hahaha.” kata Jeongguk, setelah dia selesai dengan acara peluk-pelukan untuk melepas rindu pada teman-temannya itu.
“Hih, bisa-bisanya lo ngomong gitu setelah bertahun-tahun engga balik ke Seoul?” Mingyu memprotes ledekan dari Jeongguk tersebut.
“Hahaha, keterusan. Kalian jangan pernah jalan-jalan ke luar negeri sendirian deh. Soalnya nagih hahaha.” jawab Jeongguk.
Empat tahun berlalu bukanlah sebuah waktu yang singkat. Mereka melewati banyak hari-hari buruk dan hari-hari yang indah akan pekerjaan, akan percintaan, akan hubungan bersosial. Kini mereka menjadi lebih dewasa, baik dari segi umur ataupun pemikiran.
Sudah tidak ada lagi yang pernah membahas perihal cinta segitiga bermuda semasa kuliah. Sudah tidak pernah ada lagi yang menyinggung perasaan Jeongguk pada Taehyung. Karena, kini semuanya terasa jauh lebih nyaman dan bahagia.
Jeongguk menepati janjinya di hari terakhir dia mengobrol dengan Taehyung. Setelah hari berakhir, dia akan mengubur dalam-dalam perasaannya untuk Taehyung. Kini Taehyung sudah dia anggap sebagai adik keduanya dibandingkan dengan pacar adik kembarnya.
Jeongguk menjadi tempat Taehyung berkeluh kesah akan harinya di Seoul, juga tempat dia marah-marah ketika Jungkook sedang menyebalkan. Jeongguk suka dengan hubungannya dan Taehyung saat ini, dibandingkan dengan sebuah hubungan dengan perasaan yang berjalan searah. Jeongguk lebih nyaman dengan situasi mereka sekarang.
Kalian tahu apa yang paling penting?
Mereka semua kini bahagia. Mereka bahagia dengan jalannya masing-masing. Tidak ada lagi tangis pilu dan rasa sakit yang membelenggu.
Omong-omong, Mingyu dan Wonwoo juga sudah resmi berpacaran sejak satu tahun yang lalu, lho~
Butuh waktu bertahun-tahun untuk kedua orang itu bisa terbuka dan sadar akan perasaan mereka pada satu sama lain. Bahkan keempat teman lainnya dibuat tertawa hingga menangis saat diberi tahu kabar ini pertama kali.
Berbeda dengan dua pasangan itu, Jeongguk dan Eunwoo masih belum menemukan seseorang yang tepat dalam hidup mereka. Eunwoo masih sama, sibuk dengan pekerjaannya yang penuh dengan dedikasi tinggi itu. Jeongguk juga masih sibuk mencari-cari banyak pengalaman baru di hidupnya. Ah, iya, Jeongguk juga berencana untuk melamar menjadi seorang produser di salah satu saluran berita internasional berpusat di Asia Tenggara. Jeongguk jatuh cinta dengan cuaca dan lingkungan bersosial di sana ketika dirinya sibuk bepergian seorang diri.
Taehyung kini sudah bekerja di salah satu agensi iklan yang cukup besar di korea. Sedangkan Jeongguk kini bekerja di salah satu perusahaan swasta dan menempati posisi HR. Dia juga berencana untuk meneruskan studi strata dua di bidang Psikologi.
“Terus, lo udah kasih cincinnya ke Taehyung belum dek?” kata Jeongguk tiba-tiba.
Suasana yang tadinya penuh tawa berubah hening. Semua melongo kaget ketika mendengar perkataan Jeongguk tentang cincin. Termasuk orang yang bersangkutan, Taehyung tidak tahu menahu perihal Jungkook yang ingin memberinya cincin.
“Loh, ini udah mau lamar-lamaran ajaaa???” tanya Eunwoo histeris.
Kan, mereka salah paham. Padahal Jungkook hanya ingin memberikan cincin pada Taehyung saja, bukan sebuab ajakan menikah atau lamaran. Namun pertanyaan itu sukses membuat pipi Taehyung bersemu seperti tomat.
Bagaimana kalau Jungkook gas saja?
Taehyung sudah terlanjur malu-malu dan berpikir demikian. Sepertinya, alangkah lebih baik kalau Jungkook tidak membiarkan harapan Taehyung yang sudah melambung tinggi itu untuk terjun bebas ke daratan.
Lamar, lamar, lamar!
“Taetae, mau aku lamar sekarang?” tanya Jungkook lembut.
Identical Twins Ends Here! . . . . .
Author’s note:
Hallo, mantemaaan. Maafin aku karena lama banget drop narasi iniii. Huhuhu, aku ga biasa ngetik di hp jadinya leleeet. Maafin juga kalau banyak typo ya!
Ga terasa udah ending aja, huhuhu. Padahal awal ngetik cerita ini aku bilang fluff, tapi, tapi ternyata berbawaaang hahaha.
Semuanya udah nemuin kebahagiaan masing-masing guys. Jeongguk dan Taehyung juga lebih nyaman dengan hubungan mereka yang sekarang. Yeay, happy ending!
btw, nanti aku bakal nulis sequel dari cerita ini yaaa. Previewnya aku taruh di tweet selanjutnya. Xixixi. Sampai jumpa di cerita aku lainnya!😉😉😉
All the Love, Bae.