Identical Twins — 108

Back to the stars. Perhaps i'll find you there.

d.j


31 Desember 2020.

Saat itu salju turun, menghujani seluruh kota Seoul hampir seharian penuh. Membuat jalanan, atap gedung, rumah, juga halaman dipenuhi dengan tumpukan salju. Udara di luar malam itu bisa dipastikan di bawah nol derajat celcius. Bukankah lebih baik kalau kita berdiam diri di rumah dan sembunyi di balik selimut tebal yang hangat?

Ya, itulah yang pria itu inginkan. Namun rencana membuat dirinya hangat di malam tahun baru sepertinya harus gagal dia realisasikan saat ini. Karena saudara kembar dan teman-temannya sudah terlanjur menggeret paksa pria itu untuk ikut hadir dalam pesta tahun baru di kampus mereka.

Orang gila mana yang mengadakan pesta di tengah udara dingin, setelah hampir seharian hujan salju?

Ya, mereka teman-teman satu kampusnya. Katakanlah mereka semua gila. Tapi yang namanya anak muda itu memiliki moto seperti ini: You only live once.

Kim Mingyu, salah satu temannya itu kukuh sekali kalau mereka harus menghabiskan malam tahun baru di akhir perkuliahan dengan berpesta. Senang-senang, menikmati masa muda yang hanya terjadi sekali seumur hidup. Tapi konsep senang-senangnya bukan begitu, bukan dengan berpesta dan berada di ruangan pengap yang begitu bising.

“Sumpah, kalau kalian aneh-aneh gue langsung balik, ya?” kata pria itu.

Pada akhirnya mobil sedannya tetap sampai di parkiran dekat aula serba guna kampusnya. Pada akhirnya, dia ikut masuk ke dalam ruangan besar itu. Pencahayaan di sana kurang begitu bagus, seisi ruangan juga dipenuhi oleh gema musik yang luar biasa kencang. Dirinya sampai harus berteriak untuk bisa berbicara pada teman-temannya.

“Gila, penuh banget. Udah kayak pasar ikan.” kata Wonwoo, salah satu temannya.

Memang benar. Untuk bisa bergerak dengan bebas saja rasanya tidak mungkin. Setiap kali pria itu bergeser, sudah pasti badannya bersenggolan dengan orang lain di dalam ruangan itu.

Semua temannya sudah berpencar. Mengobrol dengan beberapa orang yang sepertinya teman satu fakultas atau satu UKM mereka. Kini dia bingung harus melakukan apa. Padahal teman-temannya itu yang memaksa dia untuk ikut, namun kini dirinya ditinggalkan sendirian di aula yang penuh dengan manusia ini.

Tahu begini akhirnya mah lebih baik dia tetap di rumah saja tadi. Beristirahat atau menonton netflix sampai jelang pagi. Tentu pilihan yang lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi yang dia alami saat ini—kebingungan di tengah kerumunan orang.

Semuanya sibuk menari dan menikmati irama musik dengan tempo cepat. Beberapa orang juga sibuk mondar-mandir mengambil minuman dan makanan yang disediakan. Pria itu akhirnya memutuskan untuk berjalan ke sisi ujung ruangan, mencari tempat yang paling sepi yang bisa dia temukan. Namun sayangnya, seorang wanita tidak sengaja menabrak tubuh tingginya dan menumpahkan segelas orange juice ke kemejanya.

Wanita itu meminta maaf berkali-kali dan dia pun berkata tidak apa-apa. Meski bergitu, helaan napasnya begitu berat. Kakinya melangkah ke luar ruangan, berjalan menuju mobilnya di tengah-tengah udara yang begitu dingin. Dia buka pintu belakang mobil, lalu mengambil hoodie tebal berwarna abu-abu di sana. Itu milik kakak kembarnya, Jeon Jeongguk.

Ya, pria yang dari tadi pusing terjebak di pesta tahun baru kampusnya adalah Jeon Jungkook.

Dia benci udara dingin. Dia benci sekali dan selalu bermusuhan dengan udara dingin. Tubuhnya sensitif dan mudah terkena flu, tapi kakinya kini malah melangkah menuju tangga. Bukannya kembali ke aula tapi Jungkook malah memilih pergi ke atap kampusnya.

“Haah. Akhirnya, ga berisik.” keluh Jungkook, namun sekaligus lega.

Dirinya kini bisa bernapas lega tanpa harus pusing mendengar suara dentuman musik yang terlalu kencang. Tidak perlu pusing juga melihat orang yang berlalu-lalang atau sibuk menari. Awas saja Jeongguk, Mingyu, Wonwoo dan Eunwoo, akan Jungkook pukul kepala mereka dengan buku pengantar Psikologi yang selalu dia simpan di bagasi mobil.

Dia masukan satu bungkus hot pack ke dalam salah satu saku hoodie-nya. Kemudian badannya bersandar pada sisi tembok di sebelah pintu masuk. Dia pasangkan earpods pada kedua telinganya, kemudian Jungkook larut dalam lagu-lagu tenang yang mengalun dari ponselnya itu.

Kaki dan punggungnya terasa pegal karena cukup lama berdiri di udara dingin, Jungkook akhirnya memutuskan untuk duduk sebentar.

Hidungnya sudah merah dan terasa sakit sekali. Dingin, benar-benar dingin. Suara Jungkook pasti bisa dipastikan menghilang saat dirinya sedang kedinginan seperti ini. Tapi pria itu masih enggan untuk kembali ke aula. Memang dasar keras kepala!

Tidak lama kemudian, waktu berharga Jungkook dengan dirinya sendiri di atap diinterupsi oleh kehadiran seseorang. Pria manis yang nyaris terlihat cantik, pria itu sibuk mengusap-usap badannya dengan hot pack. Namun Jungkook tetap diam, membiarkan pria manis itu mengganggu waktu menyendirinya yang tenang. Jungkook menikmati posisi ini. Dia melihat punggung dan tubuh Taehyung yang indah dari belakang.

Dia si pria manis itu, ya?

Jungkook bertanya dalam hati. Namun senyumnya mengembang.

Pria manis yang sering dia lihat berlari memasuki lobi Fikom setiap pagi. Lalu pria manis yang beberapa kali tertidur di meja belajar perpustakaan pusat ketika pulang dari kelas malam. Namun kali ini pria itu memakai kacamatanya. Jungkook hanya pernah melihat pria manis itu memakai kacamata sebanyak dua kali, itu juga setiap kali tak sengaja melihat Taehyung di perpustakaan saja.

Jungkook selalu berpikir kacamata itu sangat cocok pada wajah Taehyung, membuat daya tarik pria manis itu meningkat. Taehyung yang manis akan tambah manis setiap kali dirinya memakai kacamata.

Entah kapan tepatnya pertama kali Jungkook bertemu dengan pria manis itu. Mungkin saat di perpustakaan pusat ketika sang dosen menyuruh Jungkook untuk merangkum materi yang belum pernah dibahas pada pertemuan kelas. Bisa juga saat tidak sengaja melewati fikom dan hampir setiap hari melihat pria manis itu berlari terburu-buru masuk ke gedung Fikom.

Rambutnya cokelat gelap dan terlihat begitu halus, Jungkook jadi penasaran selembut apa rambutnya jika diusap oleh tangannya. Jungkook belum pernah melihat warna mata pria itu dengan jelas, namun dia yakin kalau warna matanya senada dengan warna rambutnya. Tapi dia tahu kalau bulu mata milik Taehyung indah. Jungkook menyadari ini karena beberapa kali memergoki Taehyung yang tertidur pulas di perpustakaan, membuat bulu mata panjang miliknya terlihat dengan jelas saat matanya terpejam.

Tahu tidak kenapa Jungkook tidak pernah keberatan bertukar posisi dan dengan senang hati menghandiri kelas pagi Jeongguk?

Ya tentu demi bertemu dengan pria manis itu dong, alias Kim Taehyung.

Lalu Jungkook diam dan kembali memperhatikan Taehyung yang masih sibuk dengan dunianya. Kebanyakan sih, Jungkook melihat Taehyung yang sibuk mengusap-usap badannya—mengusir rasa dingin yang membuat tulang terasa linu. Kemudian, sebagian waktunya dihabiskan untuk menatap bintang di langit.

Malam itu tidak ada awan mendung yang menghiasi langit Seoul, meski tepat di hari terakhir pada tahun 2020 salju menghujani seluruh kota. Untungnya malam ini langit begitu bersih, sehingga mereka berdua bisa menatap banyak bintang. Bintang-bintang itu bersinar untuk menemani malam mereka yang sepi dan sunyi di atap kampus.

Waktu itu Jungkook sempat kaget, bagaimana bisa ada pria semanis, setampan, selucu dan secantik Taehyung?

Semua yang indah ada pada dirinya.

Cukup lama Jungkook sibuk dengan pikirannya. Kemudian dia merasakan ponselnya bergetar yang menandakan adanya sebuah notifikasi masuk. Ah, pesan dari Jeongguk, kakak kembarnya.

Jeongguk Dek, di mana? Heh, jangan balik duluan lo. Gua keliling nyariin lo tapi lo gaada di mana-mana. Pas ke parkiran mobil lo masih ada.

Huh, padahal momen berharga ini sangat tidak mungkin terjadi dua kali. Kapan lagi dia bisa berada dekat dengan Kim Taehyung seperti sekarang. Apa lagi momennya sungguh manis. Berdua di atap gedung, ditemani dengan cahaya bulan dan bintang.

Harusnya Jungkook bisa beranjak dari tempat di mana dia duduk, berjalan ke sebelah Taehyung dan menyapa pria itu dengan lembut. Bertanya tentang bagaimana bintang yang biasanya bersembunyi malu di balik awan mendung kini bersinar terang. Atau, sekadar menyapa dan memulai perkenalan layak dengan Taehyung yang selama ini selalu dia bayangkan.

Namun getaran di ponselnya seakan-akan tidak menyetujui semua bayangan manis di kepala Jungkook. Kakak kembarnya lagi-lagi mengirim pesan, meminta adiknya itu untuk segera kembali setelah tahu kalau Jungkook berada di atap gedung. Kakaknya sudah berada di anak tangga paling bawah pada lantai sebelum atap gedung. Bisa-bisa adiknya ditemukan mati membeku jika dibiarkan lebih lama lagi di atas sana.

Akhirnya Jungkook beranjak, bukan untuk menghampiri Taehyung. Melainkan untuk menghampiri kakaknya yang sudah rewel sekali menyuruh Jungkook untuk kembali.

Lalu terjadilah kejadian itu. Saat Taehyung yang tidak menyadari kalau langkah kakinya mundur perlahan—hingga ke tempat Jungkook berada—dan terjadilah acara tubruk menubruk yang cukup hebat. Taehyung tersentak sampai kacamatanya tidak sengaja dia jatuhkan.

“Ah, kacamataku..” kata Taehyung.

Suara pria manis itu terdengar begitu sedih dan pasrah ketika kacamatanya jatuh. Dia bahkan sampai tidak menyadari kronologis kacamatanya bisa sampai jatuh seperti itu.

“Maaf, aku pikir ga ada orang. Biar aku bantu mencari.” kata Jungkook.

Dia membungkuk sedikit. Matanya yang sehat dan berfungsi dengan baik itu bisa menemukan kacamata Taehyung dengan mudah. Setelah itu Jungkook memberikan barang yang Taehyung cari, si kacamata kesayangannya. Taehyung ingin mengucapkan terima kasih dan memakai kacamatanya, setidaknya agar wajah pria yang menolongnya bisa dia lihat dengan jelas. Namun Jungkook sudah keburu pergi, meninggalkan Taehyung di atap sendirian.

Jungkook tidak tahu, kalau pria manis yang dari tadi dia pandangi itu kini tersenyum. Taehyung tersenyum mengingat suara lembut sekaligus seraknya yang begitu menenangkan. Juga bau mint dari hoodie Jeongguk yang Jungkook pinjam itu.

“Kook, lo ngapain di atas? Mau bunuh diri hah?” kata Jeongguk. Tangannya langsung menonjok pelan tangan sang adik.

“Yang ada gua mati karena stress kalau masih nungguin kalian di aula tadi.” jawab Jungkook.

Malam itu Jungkook enggan untuk menyetir dalam perjalanan pulang. Dia takut kalau konsentrasinya buyar, soalnya habis bertemu dengan sang pujaan hatinya yang terpisah oleh gedung fakultas.

Dia duduk di kursi penumpang bagian depan. Membiarkan Jeongguk yang sibuk menyetir dan Mingyu di bangku penumpang bagian belakang mengoceh tidak jelas. Mata Jungkook memandangi jalanan di luar sana, namun pikirannya berkelana ke mana-mana.

Memutar ulang seluruh adegan tentang Taehyung yang tersimpan dalam ingatannya.

Bagaimana wajah panik Taehyung ketika berlari menuju gedung fikom sambil mengatur napasnya yang sudah ngos-ngosan. Ketika dia melewati meja baca di ujung ruangan, dekat dengan rak buku-buku sejarah ilmu sosial yang cukup tebal itu. Dia tertidur dengan posisi sebelah pipi yang bersandar pada meja bacanya. Tangannya terjatuh ke bawah, menggantung begitu saja tanpa peduli kalau saat bangun nanti dia akan merasa pegal sekali. Kacamatanya masih terpasang di wajahnya.

Jungkook tersenyum lagi kalau mengingat kejadian itu.

Ternyata Tuhan begitu baik pada dirinya. Malam tahun baru yang dia pikir akan menyebalkan, karena dihabiskan dengan menyendiri di atap kampus malah menjadi hadiah yang begitu indah.

Sumpah, kalau setelah ini ada jalan untuk dirinya bisa berkenalan dengan Kim Taehyung, Jungkook berjanji tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu. . . .


Author's note:

Cieee, kalian kena prank! Selama ini cowok di atap itu memang si Jungkook manteman. Si Taehyung salah paham karena wangi hoodie yang dipakai Jungkook itu sama kayak parfum Jeongguk.

Di chapter awal bagian narasi aku sempet jelasin soal suara deh kalau ga salah. Taehyung juga ga yakin kalau suara Jeongguk itu suara yang didenger dia di atap. Lalu chapter kemarin bagian narasi (waktu JK ketemuan sama TH di starbucks) dikasih tau suaranya gampang serek dan bindeng kalau kena udara dingin. Xixixi. Asiiik, siapa yang udah nebak JK bukan JG, sini aku kasih kecup karena kamu pintar! hehehe.

Cukup sekian cuap-cuap dariku. Sampai nanti lagi~

All the Love, Bae