I look at you and see the rest of my life in front of my eyes.
. . .
Taehyung tidak benar-benar tidur dengan nyenyak tadi malam. Pikirannya sudah melayang, seakan mengembara waktu ke esok hari. Hari di mana dirinya dan Jungkook melangsungkan upacara pemberkatan. Jam di dindingnya tidak henti berdetak, bunyinya begitu mengganggu setiap kali Taehyung hendak menutup matanya dan mencoba tidur.
Memang ada beberapa orang yang terkena serangan panik menjelang hari-hari pernikahan. Dua hari lalu Taehyung menelusuri laman pencarian di internet. Dirinya tidak henti berdebar dan tidak tenang setiap kali mengingat kalau hari pernikahannya sudah berada di depan mata. Taehyung tidak bisa tidur, tidak bisa bisa makan, kehilangan konsentrasi. Hingga akhirnya dia sampai pada sebuah artikel yang membahas tentang gamofobia. Sebuah ketakutan akan komitmen dan pernikahan. Kepalanya langsung menggeleng hebat, tidak, tidak, tidak mau melihat hal yang seperti itu.
Hingga akhirnya ketakutan Taehyung hilang, ketika satu notifikasi bertuliskan nama Jungkook muncul di layar ponselnya.
Aku di depan rumah kamu nih. Bawain camilan dan minuman dingin, boleh keluar sebentar?
Saat itu wajah Taehyung pucat, peluhnya tidak berhenti keluar dari telapak tangannya. Taehyung tidak perlu berbicara atau memberitahu Jungkook kalau kondisinya sedang tidak baik-baik saja, karena pria itu selalu cepat tanggap dalam membaca situasi. Tangan Taehyung ditarik dengan lembut, lalu mengajak anak itu masuk ke dalam mobilnya sebentar. Dia sodorkan segelas plastik cokelat dingin ke arah Taehyung.
“Minum dulu, biar mood kamu membaik.” kata Jungkook.
Taehyung menatap Jungkook dengan penuh rasa bersalah. Dirinya sendiri pun tidak mau bertingkah begini, namun serangan panik itu tidak bisa dia tahan. “Mood aku baik-baik aja, kak. Cuma, emang akhir-akhir ini lagi kepikiran banget aja buat hari H.”
Jungkook mengangguk paham, kata bunda hal itu wajar terjadi.
“Iya, aku ngerti. Tapi kamu percaya sama aku atau engga?” tanya Jungkook.
Tentu saja Taehyung percaya. Jika hanya ada satu pria di dunia ini yang dapat dia percayai, sudah pasti orang itu adalah Jungkook. Kak Jungkooknya yang lembut dan selalu bersikap manis. Maka dari itu Taehyung mengangguk.
“Kalau gitu, kamu engga usah takut atau khawatir lagi. Kita udah siapin semuanya beberapa bulan ini, mami dan bunda juga ikut bantu. Aku yakin semuanya bakal lancar.”
Kata-kata kak Jungkook terdengar seperti sebuah janji yang meyakinkan. Malam itu Taehyung bersyukur karena prianya datang di saat yang tepat.
Namun nyatanya rasa gugup, khawatir dan takut itu tidak juga pergi sampai di hari pernikahannya.
Dua puluh menit yang lalu, Jungkook ingat betapa gugupnya Taehyung di ruang tunggu pengantin. Anak itu akan mondar-mandir sambil memainkan buku jarinya hingga berbunyi. Namun Jungkook langsung segera menarik tangannya. Jungkook tidak membiarkan Taehyung gugup sendirian. Tidak membiarkan anak itu terus-menerus menggertakan sendi jarinya, karena tahu kalau itu tidak baik.
Tangan Taehyung digenggam dengan lembut, mengantarkan rasa hangat dan rileks yang Taehyung butuhkan setiap kali dirinya merasa gugup. Jungkook tersenyum dengan teduh, senyuman itu seakan mengangkat separuh beban yang membelenggu dadanya.
Sempat terpikirkan kalau mungkin Taehyung akan mengunci diri di kamar mandi, karena rasa gugupnya kembali lagi. Kalau itu terjadi, mungkin Jungkook tidak akan berdiam diri saja di depan altar. Dia pasti sudah berlari untuk menghampiri pria manis itu.
Nyatanya, pria manisnya kini sedang berjalan ke arahnya. Kaki jenjang Taehyung dibalut oleh pantofel putih, ada sedikit sentuhan aksen feminin. Tapi tetap saja jika Taehyung yang memakai semua akan terlihat indah. Badannya dibalut dengan jas putih senada dengan celana dan sepatunya. Di lapisan terdalam terlihat ada sebuah bahan menerawang yang mengekspos dada indah milik Taehyung. Cantik sekali, astaga. Padahal Jungkook sudah melihat Taehyung mengenakan jas putih miliknya. Dia tahu kalau bagian dada Taehyung akan sedikit terekspos, hal ini juga sempat menjadi perdebatan ketika mereka fitting.
Namun akhirnya Taehyung menang. Jungkook membiarkan Taehyung mengenakan jas pernikahan impiannya di hari bahagia mereka. Terbukti, kini Taehyung benar-benar nampak luar biasa indah. Jika score keindahan Taehyung pada hari biasa adalah 1000000, kini keindahannya sudah melampaui batas.
Orang-orang menahan sorak, tepat ketika Taehyung melangkah di antara mereka. Pipinya berwarna merah secara alami, efek dari melihat sosok Jungkook yang sedang tersenyum di depan sana. Papi, berjalan mengantar Taehyung dengan sebuah senyuman bahagia. Dia bahagia karena anak manisnya kini telah menemukan kebahagiaannya sendiri. Meskipun sebenarnya ada begitu banyak emosi yang sedang beliau rasakan saat ini. Senang, bahagia, sedih dan terhari, semua menjadi satu ketika melepaskan anaknya untuk menikah dengan seseorang yang dipilih.
Papi melepaskan gandengannya pada tangan Taehyung. Lalu menuntun anaknya untuk beridiri berdampingan dengan Jungkook. Beliau menepuk pundak sang calon menantu, sebuah tanda kalau beliau sudah mempercayakan kebahagiaan Taehyung pada pria itu. Tugas papi dan mami untuk membesarkan dan membahagiakan anak itu sudah selesai. Kini beliau membiarkan anaknya menulis cerita hidupnya sendiri, mencari kebahagiaannya bersama keluarga kecilnya dengan Jungkook nantinya.
Hari di saat bunga-bunga bermekaran, setelah melewati musim dingin yang panjang. Jungkook dan Taehyung mengikat sebuah janji, untuk mencintai dan mengkasihi satu sama lain sehidup dan semati.
Kemudian Taehyung melompat masuk ke dalam pelukan Jungkook. Anak itu menangis bahagia, karena ternyata hari yang tidak pernah dia bayangkan terjadi di hidupnya. Ketika Jungkook yang tersenyum teduh menunggunya di depan altar dengan tatapan penuh cinta. Ketika dirinya dan Jungkook saling mengucap janji suci dan di hadapan Tuhan. Setelah itu mereka berciuman, diselingi oleh tawa kecil, dan bibir mereka bertautan lagi. Seakan sorak-sorai dari para pengunjung hanyalah embusan angin, mereka tidak mempedulikan itu. Karena bibir keduanya masih menyatu, saling melumat dan mendamba. Ciuman pertama Taehyung dan Jungkook yang terasa begitu manis dan hangat di bulan april yang sejuk.
Semua orang bertepuk dan berteriak dengan riang. Ucapan selamat dari para hadirin seperti tidak ada akhir. Seakan kebahagiaan hari bukan hanya milik Taehyung dan Jungkook saja. Melainkan, semua orang yang ikut menghadiri upacara pemberkatan itu. Hanya ada sebuah tawa dan sorak menggoda sang pengantin baru yang mengantarkan mereka ke halaman gereja, tempat di mana resepsi dan makan malam akan dilaksanakan.
Tangan Jungkook dan Taehyung tidak berhenti bertaut. Mereka berjalan untuk menyapa para tamu dan memamerkan senyuman bahagia. Satu-satunya alasan Jungkook untuk melepaskan tautan tangannya pada Taehyung adalah untuk memeluk pinggang suami cantiknya itu.
Ternyata takdir Tuhan begitu manis padanya, sayang sekali Taehyung telat menyadarinya. Dia telat menyadari kalau seseorang yang ditakdirkan menjadi teman hidupnya ternyata tidak pernah berada jauh darinya. Taehyung sempat sulit untuk percaya akan cinta semenjak mengalami banyak kegagalan, namun kemudian kak Jungkooknya datang. Bukan hanya membawa sebuah janji belaka, melainkan ketegasan dan kesungguhannya.
Seorang host sedang berada di tengah podium kecil, meminta para hadirin untuk memberikan perhatian lebih. Pria dalam balutan jas hitam itu mengumumkan rangkaian acara selanjutnya. Sebuah makan malam untuk keluarga dan teman mempelai, merayakan hari kebahagiaan ini bersama, lalu dilanjutkan dengan acara dansa.
Para hadirin dapat tenang dan kembali ke kursinya untuk sementara waktu. Beberapa pelayan berlalu lalang dengan sebuah nampan berisikan makanan dan minuman. Semuanya kini fokus mendengarkan instrumen lembut yang mengalun sore itu, ditambah dengan dekorasi lilin yang menambah kesan romantis.
Salah satu tangan Taehyung yang ditaruh di atas meja kembali masuk dalam genggaman tangan Jungkook. Sebuah senyuman pun mengembang, untuk yang kesekian kalinya dalam hari ini. Rasanya pipi Taehyung sudah pegal sekali, namun dia tidak dapat menahan senyumannya itu. Diangkatlah pandangan matanya, kemudian napasnya tertahan ketika beradu tatap dengan Jungkook.
Pria itu peralahan mendekat. Mengikis jarak dari kedua wajah mereka. Membuat Taehyung menelan ludahnya karena gugup. Mata itu menjelajahi tiap sudut wajah indah milik sang suami, hingga tatapannya berhenti pada bibir Jungkook dan tahi lalat yang berada di bawahnya. Tepatnya baru beberapa jam yang lalu dia merasakan bibir itu melumat manis bibirnya, dan kini Taehyung sudah merasakan haus akan ciuman pertama mereka. Taehyung menggeleng hebat, buru-buru membuang pikiran tersebut. Membuat Jungkook berhenti mendekat dan tertawa geli. Dia acak-acak rambut Taehyung dengan lembut menggunakan satu tangannya yang terbebas. Kemudian wajahnya sedikit maju untuk berbisik, “kamu indah banget hari ini, love.“
Sialan, panggilan macam apa barusan itu? Love, LOVE.
Taehyung membatu, entah kenapa dirinya masih saja dibuat salah tingkah. Jungkook itu jarang sekali berkata manis. Jantung Taehyung akan berhenti berdetak selama dua detik, lalu dengan heboh melompat-lompat di dalam dadanya, sekalinya Jungkook melakukan itu.
“Taehyung?”
Anak itu hanya dapat menjawab dengan sebuah gumaman. Namun tetap saja membuat Jungkook tersenyum gemas. Dia masih bertahan dengan posisinya tadi, wajah Jungkook masih berada tepat di depan telinga Taehyung. Hingga akhirnya dia kembali membisikan sebuah kalimat. “Aku sayang kamu, Kim Taehyung.”
Taehyung langsung menoleh, tanpa mempedulikan kalau jantungnya sedang beratraksi di dalam dadanya. Dia majukan wajahnya, menyatukan bibirnya dengan Jungkook. Taehyung membukanya dengan sebuah lumatan kecil, disusul dengan sebuah balasan lumatan dari Jungkook pada bibir atas dan bawah Taehyung secara bergantian. Begitulah cara Taehyung menjawab perkataan cinta Jungkook di hari pernikahan mereka.
Dengan sebuah ciuman manis.
. . .