He was Here — bagian satu; menghilang.

. . .

Jungkook menunduk, lalu menyisir rambutnya dengan kedua telapak tangannya yang berkeringat. Sebuah gelagat yang menunjukkan kalau dirinya frustrasi dengan situasi yang dihadapi saat ini. Hening dan dingin membungkus tubuhnya, menimbulkan perasaan yang sangat amat tidak nyaman. Jungkook merasa dirinya bagai tahanan di ruangan yang terasa sedingin salju ini.

Ada satu orang yang duduk di sofa kecil tepat di seberang Jungkook, namun orang itu kini diam. Sibuk dengan pena dan juga buku kecil yang kini dia sangga pada pahanya.

Jungkook benci suasana hening ini, benci juga saat orang di hadapannya itu samar-samar mengerutkan keningnya saat mendengarkan perkataan Jungkook. Jungkook benci dengan rentetan pertanyaan yang diajukan si pria berkaca mata di hadapannya, benci bagaimana pria itu berpura-pura mengerti akan kondisi yang dialami oleh Jungkook, padahal dia tidak sama sekali. Persetan dengan simpati palsu yang sering orang lain tunjukkan.

Kalau bukan karena desakan Yoongi, Jungkook juga tidak akan sudi berada di tempat ini sekarang. Menurut Yoongi, Jungkook butuh penanganan lebih serius lagi mengenai keadaan dirinya yang semakin aneh akhir-akhir ini. Semua orang menduga kalau Jungkook mengalami stress dan juga halusinasi akut.

Umm, Jungkook?”

Tatapan matanya lurus, terkesan agak angkuh mesti dirinya sedang tidak dalam kondisi yang baik. “Ya, dokter?”

“Baiklah... jadi menurut ceritamu, kamu sudah bertunangan dengan pria bernama Kim Taehyung selama dua bulan?”

Jungkook menjawabnya dengan gumaman kecil. Entah kenapa mendengar nama itu membuat dada Jungkook terasa begitu nyeri. Ternyata nama yang selama ini membuatnya bahagia dapat menimbulkan perasaan lain pada dirinya. Selama ini, Jungkook berpikir kalau Kim Taehyung hanyalah sumber kenyamanan. Entah, kini semua terasa begitu berbeda.

“Kalian sudah berpacaran selama dua tahun sebelum akhirnya memutuskan untuk bertunangan dan tinggal bersama. Lalu suatu hari kamu terbangun tanpa ada Taehyung di rumah kalian?”

“Ya.”

“Jeon Jungkook, menurutmu ke mana perginya Kim Taehyung?”

Mana aku tahu, sialan. Kalau aku tahu, aku tidak akan dianggap gila seperti sekarang. Sosok di batinnya mengamuk dan menyumpah serapahi pria berkacamata itu.

Jungkook yakin dirinya tidak gila, tapi semua orang menganggapnya gila. Kim Taehyung, pria itu tunangannya yang begitu indah dan manis. Pria itu nyata, setiap malam Jungkook mendekap tubuh Taehyung hingga mereka berdua terlelap. Jungkook tidak mungkin melupakannya. Karena dia suka memandangi wajah indah milik Taehyung, hingga akhirnya dia tidak tahan untuk mengecupi wajah indah itu. Pria itu nyata, dia benar-benar ada. Jungkook bahkan masih mengingat aroma tubuh Taehyung di dalam pelukannya, masih ingat dengan jelas hangat dekapan pria itu dalam pelukannya.

Hingga pagi itu datang. Pagi di saat Jungkook terbangun tanpa ada Taehyung di dekapannya.

Kim Taehyungnya pergi, hilang, lenyap, tanpa meninggalkan jejaknya satu pun.

Semua pakaian dan barang-barangnya, semua foto manis mereka yang terpajang di dinding apartemen dan ponsel pintar milik Jungkook, semuanya, semuanya lenyap.

Semua orang bertanya, Kim Taehyung siapa?, Jungkook hanya bisa menjerit dalam hati dan mengatakan, persetan dengan kalian. Kim Taehyung, dia tunangannya yang paling dia cintai. Pria yang selalu ada menemani roda kehidupannya berputar. Semua orang berkata Jungkook itu gila dan Taehyung tidak nyata, Tapi dia kukuh kalau dirinya tidak gila, kalau Taehyung itu sungguh ada.

Jungkook yakin itu, dan dia akan membuktikan kepada orang-orang itu. Jungkook akan mencari kebenaran yang hilang ini. Kalau pria cantiknya itu dapat dia temukan, Jungkook akan memegang tangan Taehyung dengan erat. Dia tidak akan membiarkan Taehyungnya pergi lagi.

. . .