He was Here: bagian ketiga; Kim Seokjin.

. . .

Apartemen Jungkook kosong dan ponselnya sengaja dimatikan seharian ini.

Yoongi lagi-lagi dibuat pusing tujuh keliling, karena kelakuan adik sepupunya yang selalu berbuat seenaknya itu. Padahal, Jungkook sudah bukan anak-anak lagi. Seharusnya dia sadar apa kedudukannya sekarang. Tidak seharusnya pemimpin perusahaan berperilaku seperti itu, sungguh tidak bertanggung jawab dan tidak bijak.

Ayahnya menyerahkan segala masalah yang berhubungan dengan Jungkook kepada Yoongi. Ya, pada akhirnya, kabar mengenai ketidakhadiran Jungkook, dan berbagai rumor buruk di kantor telah sampai ke telinga beliau. Kini, Yoongi sudah seperti kaki tangan pamannya sendiri dibanding seorang ponakan dan COO M&J.

Malam di saat mereka—Jungkook dan Yoongi—menginap di Gangwon, Jungkook sedikit mendengar pembicaraan Yoongi dan ayahnya. Dan kini, dia jadi menyimpulkan kalau selama ini Yoongi melaporkan segala halnya ke sang ayah.

Lalu akhirnya pagi itu Jungkook kabur dengan mengendarai mobilnya, tanpa perlu menunggu sang fajar datang. Dia tidak peduli kalaumedan yang akan dia lalui tidak begitu bagus di saat gelap. Dia tidak peduli kalau kepalanya masih terasa begitu berat dan tubuhnya terasa lemas. Bukan kondisi yang baik untuk berkendara jarak jauh apalagi tanpa arah.

Yoongi memijit kepalanya yang pening. Tangan kanannya mengepal, lalu kepalan tangannya melayang begitu saja, meninju pintu lemari di hadapannya. Hingga tangan putihnya itu dihiasi oleh lebam-lebam merah dan sedikit lecet. Dia begitu menyesal, karena seharusnya dia mendengar saran Namjoon untuk memasang penyadap di mobil Jungkook. Karena mereka tahu, adik sepupunya itu pasti akan bertindak seperti sekarang.

Namun pagi itu Yoongi hanya bisa menyesali kecerobohannya. Lalu, kembali memutar otak mencari cara untuk menemukan Jungkook. Kartu kredit milik Jungkook semua sudah dilacak oleh orang suruhan sang ayah dan juga Yoongi, namun pria itu terlalu pintar untuk melakukan hal ceroboh. Dirinya tahu kalau dia sama saja sedang dalam pelarian—dari keluarganya, maka tadi itu Jungkook sempat untuk kembali ke apartemennya sepulangnya dari Gangwon. Dia mengambil uang tunai yang dia simpan dalam brankasnya di apartemen.

Jeon Jungkook kini dalam pelarian, seperti dirinya habis melakukan sebuah kejahatan besar. Padahal, Jungkook hanya memperjuangkan haknya. Dia hanya sedang memperjuangkan cintanya untuk orang yang paling istimewa di hidupnya. Dia memperjuangkan eksistensi Kim Taehyung, yang menurut semua orang hanya khayalannya saja.

Sebenarnya Jungkook tidak pergi terlalu jauh, dirinya masih tetap berada di Seoul. Dia memutuskan untuk menyewa kamar kecil di pinggiran kota Seoul, di tempat yang tidak mungkin dicari oleh orang suruhan ayahnya ataupun Yoongi. Mana mungkin keluarganya itu terpikirkan lingkungan kumuh ini sebagai tempat persembunyian Jungkook untuk sementara waktu. Yakin sekali Jungkook kalau mereka akan mencarinya ke seluruh hotel bintang lima di Seoul.

Bagaimanapun, Jungkook tahu sebesar apa kekuatan yang dimiliki ayahnya. Dia tahu dengan uang sang ayah, beliau bisa melakukan segalanya dan cepat atau lambat Jungkook akan segera ditemukan. Maka dari itu dia harus segera menemukan Taehyung, sebelum dirinya diringkus paksa dan menjadi tahanan ayahnya. Jungkook sudah meninggalkan banyak hal demi mencari Taehyung. Dia meninggalkan keluarganya, meninggalkan pekerjaan dan karirnya, dia mengorbankan hal yang berkaitan dengan masa depannya demi seorang Kim Taehyung.

Dalam pelariannya Jungkook, sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk mencari tunangannya itu.Setiap hari dia menelusuri situs mesin pencari, hanya untuk mencari nama Kim Taehyung. Dia periksa setiap orang bernama Kim Taehyung yang muncul dalam pencarian. Namun, tidak ada Kim Taehyungnya. Mereka semua bukan yang Jungkook cari.

Jungkook bahkan menghubungi kakak tingkatnya semasa perkuliahan dulu. Kim Seokjin namanya, yang sejak dulu dikenal pintar sekali meretas berbagai informasi. Walaupun kegiatannya itu ilegal, namun Seokjin tidak pernah jera dan berhenti melakukannya, selain uang yang didapatkan lumayan banyak dia juga menyukai hal itu.

Jungkook rela jauh-jauh datang ke studio milik Seokin di pemukiman kumuh lainnya, meskipun membutuhkan waktu dua jam dari tempat sewaannya. Karena dia sadar, menemukan Taehyung yang tiba-tiba menghilang itu akan sulit jika dia lakukan sendiri. Jika keluarga dan orang yang paling dia percayai tidak dapat membantu, maka dirinya saat ini sangat membutuhkan bantuan Seokjin.

“Masih belum ketemu juga, kak?”

Seokjin masih sibuk menekan-nekan atau mengetik sesuatu pada keyboardnya. Jungkook juga tidak paham, ada begitu banyak huruf dan angka acak yang tertera di layar. Bahkan, hanya dengan melihatnya saja sudah membuat Jungkook sakit mata.

Belum juga ada setengah jam, namun Jungkook sudah berulang kali menanyakan hal yang sama kepada Seokjin. Padahal, Seokjin juga tidak akan dengan mudahnya menemukan Kim Taehyung kalau Jungkook tidak memberi informasi yang cukup. Yang dia punya hanya nama dan lukisan sosok pria manis yang Jungkook bawa.

“Gue lagi mengusahakan, Kook.”

Jungkook hanya dapat mondar-mandir di belakang Seokjin yang sedang sibuk berkutat dengan beberapa layar PC di hadapannya. Jungkook sudah tidak mengenal apa itu kata tenang sejak pagi di mana Taehyung seolah lenyap. Dia sudah cukup menahan segalanya, sudah cukup berpura-pura kalau dirinya tidak hancur dan hilang arah untuk sementara waktu.

Selama beberapa jam Seokjin masih belum bisa menemukan informasi apa pun tentang Kim Taehyung yang Jungkook cari. Ini kali pertama untuk dia membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menemukan informasi tentang seseorang, sebuah pencapaian yang tidak baik sepanjang karirnya sebagai peretas. Seokjin sampai bertanya, apakah mungkin Kim Taehyung berasal dari luar Korea Selatan?

Atau apakah Jungkook mengetahui di mana Kim Taehyung bersekolah dulu, tanggal kelahirannya, alamatnya, atau informasi tambahan yang dapat memudahkan Seokjin.

Nyatanya, saat Jungkook mencoba mengingat itu semua, yang terjadi malah kepalanya yang begitu pening. Tiba-tiba saja terdengar suara dengungan di kedua telinganya yang begitu kencang, sampai Jungkook tersungkur ke lantai dan meminta tolong. Seokjin yang sedari tadi hanya fokus pada pekerjaannya pun dibuat panik setengah mati melihat keadaan Jungkook.

Pria itu masih meringis sambil meminta pertolongan. Jungkook tidak mengerti mengapa kepalanya terasa begitu sakit ketika mencoba mengingat informasi mengenai Taehyung. Yang terlintas dalam pikirannya malah bayangan tunangannya yang sedang tersenyum atau melakukan sesuatu.

Akhirnya, Jungkook diantar pulang ke tempat persembunyiannya oleh Seokjin, karena pria itu tidak berhenti merintih kesakitan selama beberapa waktu.

. . .

Esok paginya, Jungkook terbangun dalam keadaan berantakan. Baik diri dan juga ruangan di sekelilingnya. Rambutnya basah, karena semalaman demam. Kamar kecil yang dia tempati penuh dengan barang-barang berserakan yang dia bawa. Sayangnya, Jungkook tidak mengingat kejadian apa pun setelah sakit kepala yang dia alami di studio Seokjin.

Bangkit dari tidurnya, kemudian mengambil segelas air putih dan satu butir obat sakit kepala. Lalu dia meneguknya begitu saja. Hari ini Jungkook harus kembali mencari Taehyung, sembari menunggu kabar selanjutnya dari Seokjin. Ketika dirasa kepalanya sudah terasa jauh lebih baik, dia langsung menyalakan laptop miliknya untuk mencari sesuatu informasi tambahan.

Contohnya: apa mungkin seseorang bisa lenyap begitu saja?

Sekali lagi ditegaskan, Jungkook sebenarnya tidak begitu mempercayai hal-hal di luar nalar manusia. Namun, menghilangnya Taehyung yang begitu tiba-tiba bukanlah hal yang wajar dan bisa dijawab dengan logika. Lenyapnya Taehyung sendiri sudah begitu aneh. Jungkook berkali-kali berharap kalau hari-hari yang dia jalani tanpa kehadiran Taehyung ini hanyalah mimpi. Mimpi buruk yang terasa begitu panjang. Namun, sampai detik ini juga dia tidak kunjung terbangun. Karena dia memang tidak sedang bermimpi.

Lama berkutat di depan laptop, Jungkook akhirnya menemukan beberapa jawaban dari apa yang dia cari di internet. Sayangnya, hampir semua jawaban itu tidak ada yang menyerempet kepada hal yang dialami Jungkook.

Beberapa hal terkait yang muncul hanyalah:

Alasan kenapa dia bisa menghilang tiba-tiba saat pendekatan.

Alasan kenapa pria 'menghilang' tanpa kabar.

Alasan kenapa kekasih 'menghilang' tanpa sepatah katapun.

Kebanyakan, sesuatu macam itu dan Jungkook tidak butuh apalagi tertarik untuk membacanya. Namun, ada satu artikel yang menarik perhatian Jungkook. Dalam blognya, orang itu membahas mengenai dimensi lain, dunia yang berbeda dari yang kita tinggali dan hal-hal yang Jungkook nilai terlalu seperti cerita fiksi dengan genre mistis atau fiksi ilmiah.

Orang itu juga menceritakan tentang perjalanan astral, tentang guru spiritual, cenayang dan macam-macam hal yang terdengar asing dan tidak Jungkook mengerti.

Jungkook memang pernah sekali membaca sesuatu tentang dimensi lain, namun tidak pernah benar-benar mendalaminya, apalagi mempercayai.

Apa itu perjalanan astral?

Guru spiritual?

Cenayang?

Hal-hal itu juga bukan sesuatu yang pernah Jungkook pikirkan untuk dipercayai.

Katanya tidak percaya, ya, memang. Namun, tidak ada salahnya juga kalau Jungkook mengikuti apa perkataan orang itu. Jungkook yang selalu hidup dengan logikanya memutuskan untuk mendatangi orang pintar atau cenayang. Seperti apa yang dikatakan oleh penulis dalam blog tadi.

Saat Jungkook bertemu dengan seseorang yang katanya memiliki keistimewaan itu, dia mencoba menjelaskan hal yang terjadi kepadanya secara rinci. Awalnya, orang pintar itu mengangguk-angguk mendengarkan perkataan Jungkook, mengingatkan dirinya dengan reaksi yang diberikan oleh psikiater kenalan Yoongi kemarin. Jungkook menghela napasnya, dia benci menduga-duga apa yang ada di pikiran orang lain.

Dan tepat seperti dugaannya, jawaban dari si orang pintar itu membuat Jungkook marah besar. Malah jauh lebih tidak masuk akal jika dibandingkan dengan Jungkook yang didiagnosis gila.

Orang pintar itu memberikan beberapa dupa dan beberapa lembar kertas dengan tulisan aneh yang katanya 'jimat pengusir setan'. Jadi, maksud dia Taehyung itu makhluk halus?

Harusnya orang ini yang didiagnosis sakit jiwa, pikir Jungkook.

Tahu kan apa yang akan dilakukan Jungkook setelah itu?

Dia pergi dan melemparkan dupa beserta jimat-jimat tadi ke wajah orang yang katanya cenayang itu. Jungkook pergi dengan penuh makian yang dia berikan pada orang itu dan tidak sudi membayar jasanya.

Lagi-lagi, hari ini Jungkook masih belum bisa mendapatkan informasi apa pun mengenai keberadaan Kim Taehyung. Dia tidak boleh terlalu santai, dia masih harus mencari cara lain untuk menemukan Kim Taehyung.

Terbersit dalam pikirannya suatu hal aneh yang mungkin bisa terjadi—mengingat betapa besarnya kekuasaan dan kekuatan yang dimiliki ayahnya. Tiba-tiba saja Jungkook jadi curiga kalau hilangnya Kim Taehyung ada sangkut pautnya dengan sang ayah.

Tapi apa mungkin?

Mungkinkah seluruh barang dan informasi mengenai Kim Taehyung bisa dilenyapkan begitu saja dalam semalam oleh sang Ayah?

Untuk apa juga?

Tidak tahu, Jungkook benar-benar tidak tahu. Kini, rasa sakit di kepalanya kembali datang setiap kali dia terlalu keras mencoba memikirkan hal yang berhubungan dengan Taehyung. Kepalanya pening, sakit, sekelilingnya seperti berputar dan dengungan keras itu kembali datang. Selama beberapa saat pandangan Jungkook menggelap.

. . .