He was Here: bagian keempat: Ayah.
. . .
Menghilangnya Taehyung yang begitu tiba-tiba memang terasa mencurigakan. Namun, perkataan ayah Jungkook saat anaknya dibius paksa tadi, kini terasa jauh lebih mencurigakan dibanding apa pun yang bisa Jungkook pikirkan. Terlebih, beliau adalah dalang dari hal tersebut. Ayahnya sendiri yang memerintahkan seseorang untuk membius anaknya, di depan mata kepalanya sendiri.
Namun, kenapa?
Apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga ini?
Apa yang terjadi pada Taehyung?
Apakah ayahnya memang ada sangkut pautnya dengan ini semua?
Maaf nak, ayah hanya tidak ingin hal itu terjadi lagi. Ayah tidak mau putra ayah kembali seperti dulu. Kalimat ini, sebenarnya apa yang ditutupi oleh sang ayah? Seperti dulu, memangnya Jungkook dulu kenapa? Apa yang tidak seharusnya terjadi lagi?
Jadi, hal apa yang benar dan bisa dipercaya?
Taehyung yang tidak pernah ada dalam hidup Jungkook atau seseorang sengaja menghapus Taehyung dari hidup pria itu?
Lenyapnya Taehyung masih belum memberikan titik terang apa pun, masih menjadi sebuah misteri besar yang tak terpecahkan. Pria manis itu masih menghilang bak ditelan bumi. Tidak ada yang mengetahui di mana keberadaannya. Tidak ada yang mengetahui keberadaan Taehyung, kecuali satu orang, yaitu Seokjin. Kini, Seokjinlah yang dapat dikatakan sebagai kunci utama keberadaan Taehyung. Atau mungkin ternyata dia salah satu bagian dari kisah hilangnya tunangan Jungkook itu? yang pasti, untuk saat ini Seokjin dapat menjadi kunci kebenaran tersebut. Entah pada akhirnya kebenaran itu akan terungkap atau tidak.
Satu hal yang sudah pasti, kalau Seokjin mengetahui di mana keberadaan Taehyung sebenarnya. Namun berani jamin, kalau informasi itu tidak akan pernah sampai ke telinga Jungkook. Entah pria itu memiliki maksud apa di balik tindakannya. Padahal, sejak awal Jungkook sudah mempercayakan segala halnya pada Seokjin. Sayangnya, Jungkook selalu salah menaruh kepercayaan pada orang lain, ternyata semua orang tidak ada bedanya.
Lantas, sekarang siapa yang bisa Jungkook percaya?
Tidak siapa pun, hanya dirinya sendiri.
Jungkook terbangun dalam keadaan kepala yang sakit luar biasa. Entah karena efek obat bius, atau karena dirinya terlalu lama tidak sadarkan diri, atau memang sakit kepalanya yang akhir-akhir ini sering dia rasakan itu sedang berkunjung.
Dia pejamkan matanya sebentar, memasang ekspresi mengernyit dan memijit kepalanya, demi meringankan rasa sakit.
Dirinya belum sepenuhnya sadar, belum bisa mencerna situasi apa yang telah dan tengah dihadapi. Dia mungkin tidak mengingat kejadian di ruang kerja sang ayah, juga tidak tahu di mana dirinya berada sekarang.
Di kamar berukuran luas, dengan pencahayaan remang dan tidak ada akses jendela sama sekali. Ada dua pintu di dalam sana, satunya adalah pintu kamar mandi, letaknya di bagian dalam ruangan paling pojok, dan satu pintu keluar tepat di sebelah nakas ranjang.
Ini kamar tamu di rumah sang Ayah, letaknya di lantai satu dan dikelilingi oleh ruangan besar lainnya. Tentu saja kalian tidak akan menemukan akses jendela sama sekali. Satu-satunya jalan untuk keluar dari ruangan tersebut ya hanya pintu utama.
Setelah diam beberapa saat, dan mencerna apa yang sedang terjadi; di mana dirinya dan apa yang dia ingat terakhir kali, Jungkook pun bangkit dari ranjang. Meski sedikit tertatih, karena kepalanya masih sedikit berat dan kakinya terasa lemas, dia tetap memaksakan diri untuk bangkit. Dia ingin keluar dari sana. Masih ada banyak yang harus Jungkook lakukan, masih ada banyak yang belum bisa Jungkook temukan jawabannya. Dan, Kim Taehyung, tunangannya juga belum ditemukan.
Tangannya mencoba untuk membuka kenop pintu, menariknya, melakukan segala cara agar pintu di hadapannya bisa terbuka. Sayangnya, pintu itu terkunci dari luar. Dan harusnya, Jungkook sudah menduganya. Karena tidak mungkin ayahnya akan melepaskan dia begitu saja.
Pintu kayu berwarna putih itu dia gedor dengan keras. Jungkook berteriak seperti orang kesetenan, seperti dia sudah kehilangan kontrol atas emosinya. Tangannya mengepal dan terus-terusan memukul daun pintu, tanpa peduli kalau kini jari-jari dan punggung tangannya sudah memar.
“BUKA PINTUNYA SEKARANG, ATAU GUE DOBRAK?” teriak Jungkook. Amarahnya semakin membuncah. Emosinya meluap, karena merasa tidak ada yang menghiraukan permintaannya sejak tadi.
Samar-samar, Jungkook dapat mendengar ada sebuah obrolan dari luar pintu kamar itu. Obrolan singkat antara sang ayah dan juga dua orang penjaga yang ditugaskan mengawasi kamar yang Jungkook tempati.
Mengetahui fakta itu, membuat Jungkook semakin mengamuk. Dia gedor pintunya semakin kencang, dia lempar segala macam hal yang dapat dia gapai, meskipun hasilnya akan tetap sama. Pintu itu tidak akan terbuka, meski Jungkook memintanya dengan baik-baik dan lembut.
Jungkook berteriak, kini teriakannya itu sudah bercampur dengan suara tangis. Dia merasa tidak berguna dan tidak berdaya, jika ayahnya sudah turun tangan begini. Jungkook menangis, dia meminta maaf kepada Taehyung, karena pencariannya mungkin akan terhambat selama beberapa saat.
Tubuhnya merosot ke lantai. Jungkook menangis kencang, tanpa malu untuk menutupi lukanya. Jungkook menangis, dan menangis. Sembari dalam hatinya dia bedoa, kalau semoga di mana pun Taehyungnya berada, dia akan tetap baik-baik saja. Taehyung akan menunggu Jungkook untuk menemukannya dan membawanya pulang ke pelukan Jungkook, tempat teraman bagi Taehyung.
Dan tiba-tiba saja memori di dalam kepalanya terputar satu kejadian. Hari di mana Taehyung berpura-pura tersenyum, hari di mana Taehyung berpura-pura dirinya baik-baik saja. Sambil pria itu berkata,
Kayaknya, ayah kamu engga terlalu suka sama aku, ya?
Jungkook bersumpah, demi apa pun, kalau memang sang ayah ada sangkut pautnya dengan menghilangnya Taehyung, dirinya tidak akan memaafkan ayahnya. Dirinya tidak akan diam saja dan menerima nasib buruk yang diciptakan oleh sang ayah.
. . .