He was Here: bagian ketiga; Kim Seokjin 02.
. . .
Seminggu sebelum menghilang.
Malam itu Taehyung terlihat gelisah sekali. Jungkook sampai bertanya pada tunangannya itu, apakah terjadi sesuatu pada dirinya.
Namun, Taehyung hanya menjawabnya dengan senyum simpul dan gelengan kecil. Tentu saja itu bukanlah hal yang sebenarnya dia rasakan. Yang Taehyung lakukan hanyalah mendorong Jungkook untuk kembali masuk ke dalam ruangan kerjanya. Katanya, Jungkook tidak perlu menghiraukan Taehyung sama sekali. Dan dengan bodohnya, Jungkook menurut, dia malah melanjutkan pekerjaannya lagi.
Pada pukul 11.45 malam, Jungkook memutuskan untuk menyudahi pekerjaannya dan pergi tidur. Dia tutup semua berkas dan dia matikan laptop-nya. Pikir Jungkook, Taehyung pasti nanti akan marah besar, karena Jungkook lagi-lagi terlalu banyak bekerja. Taehyung itu benci sekali kalau Jungkook sudah bekerja sampai lupa waktu dan lupa istirahat. Bisa dipastikan kalau pasti tunangannya itu sudah tidur, dan Jungkook akan diinterogasi tanpa ampun besok pagi.
Namun, pikirannya salah. Kim Taehyung, pria manis itu ternyata belum tidur. Dia masih duduk dengan ditemani segelas wine dari sebotol wine yang hampir habis. Taehyung sibuk meneguknya dengan pelan di atas meja pantri. Bukanlah sebuah pemandangan yang biasa bagi Jungkook, karena dia tahu tunangan manisnya bukanlah penggemar minuman beralkohol.
Kaki Jungkook melangkah, menghampiri pria manisnya itu yang masih tertunduk dengan gelas kecil berisikan minuman berwarna merah keunguan di genggamannya. Jungkook mencoba melepaskan gelas tersebut dari genggaman Taehyung, lalu dia peluk tubuh pria itu. Tubuh Jungkook sedikit menunduk untuk bisa mengecupi sebelah wajah Taehyung dan leher indah milik tunangannya itu.
“Hei sayang, apa terjadi sesuatu? Engga biasanya kamu minum minuman beralkohol kayak ini.” kata Jungkook, yang masih bertahan dengan posisinya. Masih setengah menunduk dan menghirup dalam-dalam puncak kepala Taehyung.
Taehyung saat itu langsung berdiri dan mengalungkan kedua tangannya ke leher Jungkook. Jungkook bisa melihat kalau tunangannya menyembunyikan sesuatu, tapi entah apa yang sedang disembunyikan oleh Taehyung saat itu.
“Sayang, kerjaan kamu sudah selesai? cepat banget?” ucap Taehyung, mencoba mengabaikan pertanyaan Jungkook sebelumnya.
Tidak, Jungkook tidak menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat. Jelas-jelas, saat itu sudah hampir tiga jam Jungkook berkutat dengan berbagai berkas di ruang kerjanya. Bahkan, Jungkook pikir Taehyung sudah pergi tidur duluan. Meski pada akhirnya yang dia lihat malah pemandangan tunangannya sedang mabuk, dengan satu botol wine yang hanya tersisa sedikit saja.
Sesuatu yang tidak baik pasti sedang terjadi, karena Taehyung bukan tipe orang yang dengan mudah meminum minuman beralkohol. Taehyung membenci minuman yang rasanya tidak enak itu. Jungkook yakin itu, namun terlalu takut untuk mengetahui lebih lanjut.
“Mau ceritain apa masalah yang lagi kamu hadapin ke aku?” tanya Jungkook lagi.
Kini dia yang duduk di kursi pantri, sambil menuntun Taehyung—yang sedang mabuk—untuk duduk di pangkuannya. Kemudian, pria manis itu menggeleng-geleng dengan asal, matanya setengah terpejam, namun berusaha untuk tetap terlihat sadar.
“Masalah apa? engga ada masalah apa pun yang terjadi sama aku.”
Butuh waktu yang cukup lama untuk Taehyung bisa menjawab pertanyaan Jungkook dengan satu kalimat itu. Tunangannya mabuk berat, sebaiknya Jungkook membawanya ke kamar dan mereka segera beristirahat.
Alih-alih kukuh mengajak Taehyung bicara dan menuntutnya dengan jutaan pertanyaan, Jungkook lebih memilih untuk mengajak prianya itu istirahat. Jadi, dia angkat tubuh Taehyung yang terlalu lemas dan dalam pengaruh alkohol, digendonglah pria manis itu menuju kamar mereka.
Dalam gendongannya, Taehyung tertawa kecil, meracau tidak jelas, dan dia juga sempat menggumamkan sesuatu sebelum Jungkook membawa masuk dirinya ke kamar. Jungkook tidak bisa mendengarnya dengan jelas apa yang Taehyung katakan, karena tunangannya itu bergumam dengan pelan sekali. Ya, Jungkook tidak dapat menangkap kalimat utuh yang dikatakan Taehyung. Namun, dia dapat mendengar jelas kata terakhir yang keluar dari mulut tunangannya.
Ayahmu...
. . .
Present time.
Sebelum itu, Jungkook tidak pernah terpikirkan hal buruk akan terjadi pada dirinya dan Taehyung. Mana mungkin Jungkook bisa memikirkan hal ini; kalau suatu hari dirinya dan Taehyung akan terpisah. Apalagi, sebuah ide bahwa Taehyung bisa tiba-tiba lenyap.
Dan kini, setiap harinya Jungkook harus dihadapkan dengan kenyataan, bahwa Taehyung tiba-tiba menghilang. Taehyungnya lenyap. Tidak meninggalkan jejak sama sekali. Seakan bumi mendukung usul bahwa Taehyung itu memang tidak pernah ada.
Jungkook awalnya tidak mau menyangkut pautkan lenyapnya Taehyung dengan ayahnya. Tapi, dia tahu kalau tidak ada yang tidak mungkin. Terlebih, ingatan itu semalam datang kembali ke dalam mimpinya.
Ingatan tentang beberapa hari menjelang menghilang Taehyung. Saat dia memergoki tunangannya mabuk berat, padahal Taehyung bukan orang yang memiliki toleransi yang tinggi dengan segala minuman yang beralkohol. Dalam keadaan mabuknya waktu itu, Taehyung mengatakan sesuatu tentang Ayahnya Jungkook. Sialnya, Jungkook tidak tahu jelasnya apa. Fakta ini, sekeping memori yang tidak utuh malah hanya memperburuk pemikirannya saja.
Jungkook bingung. Dia benar-benar kalut. Terlebih, Kim Seokjin belum juga memberikan inforasi apa pun yang berhasil ditemukan. Mustahil sekali untuk Seokjin tidak dapat menemukan informasi apa pun pada targetnya. Kakak tingkatnya itu sudah meretas data-data pekerja di stasiun TV yang Jungkook katakan adalah kantor dari Taehyung. Seokjin juga sudah mencari artikel ataupun buku hasil karya Taehyung, namun hasilnya nihil.
Menurut informasi seadanya dari Jungkook, Taehyung itu merupakan penulis naskah di salah satu stasiun tv yang cukup ternama di Korea. Bagaimana mungkin Seokjin tidak menemukan informasi apa pun mengenai Taehyung di stasiun tv itu?
“Kook, gue jadi ragu bisa ngebantu lo kalau kayak begini. Apa lo yakin semua informasinya sudah benar?” tanya Seokjin.
Jungkook diam, karena dia mulai meragukan apa yang benar dan tidak di waktu-waktu tertentu. Dirinya semakin hari semakin terlihat berantakan. Lingkaran hitam di bawah matanya semakin terlihat jelas, wajahnya juga agak pucat dan sering sekali tidak fokus dengan keadaan sekelilingnya. Bahkan, mendengar suara Seokjin saja hanya samar-samar, karena kini dirinya bisa dengan mudah tertarik masuk ke dalam lamunannya sendiri.
“Kook? Minum dulu, lo kelihatan berantakan banget.” tambah Seokjin, lalu dia menyodorkan segelas air kepada Jungkook.
Jungkook menggeleng, menolak untuk meminum apa pun. Bukan karena dia berpikir kalau Seokjin akan meracuninya atau bagaimana, hanya saja kini tubuhnya seperti mati rasa. Jungkook sering kali tidak merasakan lapar ataupun haus. Seluruh pikirannya tersita hanya untuk mencari Taehyung saja. Hanya untuk mencari sebuah jawaban dari menghilangnya Kim Taehyung yang begitu tiba-tiba.
“Kak, awalnya gue engga terpikirkan akan hal ini. Tapi, apa mungkin menghilangnya Taehyung ada sangkut pautnya sama Ayah?” tanya Jungkook.
Selama sepersekian detik Seokjin terlihat kaget dengan pertanyaan Jungkook. Namun, dia buru-buru memasang ekspresi santainya kembali.
“Hm, mungkin?” jawab Seokjin ragu. “Mengingat seberapa besar kekuasaan yang dimiliki sama ayah lo.”
“Kayaknya, gue harus pergi kak. Nanti gue hubungi lagi, ya? Jangan lupa juga memberi kabar kalau ada info terbaru yang lo temuin soal Taehyung”
Seokjin berkata pada Jungkook untuk tidak perlu khawatir, dia meyakinkan semuanya akan baik-baik saja, dan menyuruh Jungkook untuk berhati-hati di jalan.
Setelah Jungkook keluar dari studionya, tepat setelah pintu ruangan itu ditutup, ekspresi wajah Seokjin yang tadi terlihat santai dan biasa saja kini terlihat berubah. Tatapannya begitu intens, Seokjin menjadi lebih tegang dan serius sekarang.
Lalu dia kembali ke meja kerjanya yang dipenuhi dengan berbagai layar PC. Dia buka satu file yang sengaja disimpan dalam folder rahasia yang disertai dengan berbagai kode. Setelah itu, muncul sebuah gambar pria muda. Serta semua informasi yang berhubungan dengan pria itu tertera dengan jelas. Semuanya, baik itu namanya, tanggal kelahiran, alamat dan berbagai informasi lainnya.
Kim Taehyung
30 Desember 199X
Setelah itu, Seokjin mengetikkan nomor seorang kenalan lamanya di ponsel pintarnya. Menurut Seokjin, mungkin informasi ini akan lebih penting untuk diberi tahukan ke mereka, dibandingkan ke Jungkook.
“Hallo…?”
. . .
Jungkook sudah menghindar untuk datang ke gedung di hadapannya selama beberapa hari. Jungkook menghindar dari segala hal yang berhubungan dengan keluarganya. Jungkook menghindar dari kewajibannya di kantor dan kewajibannya sebagai anak untuk menuruti perkataan sang ayah.
M&J Corp. Dulu, gedung ini seakan-akan sudah menjadi bagian dari kesehariannya. Menjadi tujuan ke mana kakinya melangkah setiap pagi. Namun, kini dia begitu membenci kenyataan, kalau dirinya harus kembali lagi ke sini.
Beberapa penjaga hendak menghampiri Jungkook, salah satunya—terlihat seperti si kepala penjaga—menghubungi seseorang melalui walkie talkie di tangannya. Jungkook tidak bisa mendengar apa pun karena dia sudah tidak mempedulikan sekitarnya lagi. Dia memiliki satu tujuan, maka dari itu dia kembali lagi ke sini.
Setelah menempelkan kartu akses miliknya dan berhasil masuk menuju ke arah lift, Jungkook melihat ada dua orang penjaga mengikutinya dari belakang. Jungkook mendengus kencang, sengaja, agar mereka tahu kalau dirinya merasa tidak nyaman.
“Tuan besar Jeon sudah menunggu pak Jungkook di ruangan beliau.” kata Salah satu penjaga itu.
“Apa saya harus diikuti seperti ini di kantor saya sendiri?” Kata Jungkook jengkel
“Maaf, pak. Ini semua perintah tuan besar.”
Jungkook menghela napasnya. Tidak memiliki pilihan apa pun saat ini, maka dia biarkan kedua penjaga itu berada di dekatnya. Semuanya hening ketika mereka berada di dalam lift. Baik Jungkook atau kedua penjaga itu, tidak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun. Setiap kali dentingan di lift berbunyi, Jungkook sibuk memeriksa layar pemberitahuan lantai. Hingga akhirnya dia sampai di lantai 14, lantai di mana ruang kerja sang ayah berada.
Dua penjaga itu masih mengikuti Jungkook dari belakang. Membuat seisi orang di lantai itu langsung memperhatikan Jungkook. Sepertinya, desas-desus absennya Jungkook dari kantor juga sudah menyebar ke seisi gedung.
Setelah itu, sekretaris sang ayah langsung berdiri ketika dia melihat Jungkook datang. Dia membungkuk sopan, menyambut kedatangan Jungkook. Namun, Jungkook tidak membalas sapaannya dan langsung memasuki ruang kerja ayahnya begitu saja.
Jungkook melihat ayahnya sedang melakukan pembicaraan serius dengan Namjoon, karena terlihat ada begitu banyak berkas di hadapan mereka berdua. Sepertinya, itu semua pekerjaan Jungkook yang diambil alih oleh Namjoon selama beberapa hari ini.
“Kamu kembali akhirnya.” kata sayang Ayah. Kemudian, pria paruh baya itu memperbaiki letak kacamatanya. Dia berdiri dari kursi yang diduduki, lalu jalan menuju ke arah Jungkook, untuk menyambut kedatangan sang anak.
“Aku ingin bicara serius. Hanya berdua dengan ayah, tanpa ada orang lain.” jawab Jungkook
Lalu, tuan Jeon memberi isyarat kepada kedua penjaga dan Namjoon untuk meninggalkan dirinya dengan Jungkook. Setelah itu, hanya tersisa Jungkook dan sang ayah di ruangan tersebut. Beliau kembali duduk di sofa nyamannya, lalu menyuruh anaknya itu untuk duduk dan mengatakan maksud kedatangannya.
“Sudah lelah bermain kucing-kucingan dengan ayah?”
“Ayah, semua ini perbuatan ayah? Apa menghilangnya Taehyung ini juga perbuatan ayah? Tolong bilang yang sejujurnya.”
Boro-boro menjawab pertanyaan ayahnya atau sekadar berbasa-badi terlebih dahulu, Jungkook malah langsung mencecar ayahnya dengan pertanyaan-pertanyaan itu. Atau lebih tepatnya dengan tuduhan sesuka hatinya.
Terlihat alis tuan Jeon sedikit mengerut, samar sekali. Lalu dia melepaskan kacamatanya lagi. Dia pijit-pijit bagian pelipis dan keningnya yang terasa pening. “Jeon Jungkook, sepertinya kondisimu semakin parah. Ayah kira akan baik membiarkanmu hidup dengan bebas, tapi ternyata ini terulang lagi.” jawab sang ayah.
Jungkook langsung berdiri dari duduknya. Kedua tangannya sudah mengepal dan rahangnya juga terlihat mengeras. Dia hanya butuh jawaban mengenai Taehyung, Jungkook hanya perlu tahu itu. Dia tidak mau mendengar hal yang lainnya. Emosinya memuncak, karena sang ayah tidak memberikan jawaban yang dia inginkan.
“Apa? Kondisiku kenapa? Aku cuma mau Kim Taehyung kembali. Aku tahu betapa besar kekuasaan dan pengaruh yang ayah punya buat menghilangkan seseorang.”
“Jeon Jungkook, sudah cukup.” bentak sang ayah.
Setelah itu, Jungkook tidak sadar kalau seseorang baru saja menyuntikkan obat bius padanya. Tanpa sempat melakukan perlawanan atau memberontak, tubuhnya sudah keburu terasa lemas dan pandangan Jungkook menggelap.
“Maaf nak, ayah cuma tidak ingin ini terjadi lagi. Ayah tidak mau putra ayah kembali seperti dulu.”
Jungkook tidak bisa mendengar perkataan ayahnya, karena dia sudah tidak sadarkan diri akibat dari obat bius. Kalau saja dia bisa mendengar dan melihat betapa kecewa dan sedihnya ekspresi sang ayah saat mengatakan itu. Ya, kalau saja.
. . .