COKI-COKI: 77.
. . .
It might take a day, it might take a year. But, what’s meant to be will always find its way.
Harusnya Taehyung tidak perlu mengizinkan Jeongguk untuk datang ke toko, karena sebenarnya ada begitu banyak dalih yang bisa dia jadikan alasan. Pusing dengan tindakannya sendiri, pagi tadi Taehyung membiarkan ponselnya tergeletak di meja selama beberapa saat dan enggan untuk menyentuhnya. Matanya melirik takut ke arah benda itu, sambil dia gigit buku-buku jarinya. Mungkin ada lebih dari 10 menit dia diam dalam posisi itu. Selanjutnya, Taehyung hanya bisa meringis pada dirinya sendiri.
Jeon Jeongguk itu bahaya, Taehyung tahu sejak dulu dirinya mudah sekali mabuk akan pria itu. Jeongguk tidak perlu merapal mantra apa pun untuk membuat Taehyung terhipnotis, dan hal ini masih berlaku bahkan hingga sekarang. Taehyung sebal sekali, karena pesona Jeongguk selalu mampu mengambil kontrol atas dirinya.
Memberi izin Jeongguk untuk datang ke toko adalah hal pertama yang membuat Taehyung keki. Hal yang kedua adalah dirinya harus berpapasan dengan pria itu di depan pintu apartemennya tadi. Dari sekian banyak detik waktu yang bergulir, mengapa harus di jam, menit dan detik yang sama mereka keluar dari apartemen masing-masing?
Taehyung lihat kalau Jeongguk tersenyum padanya, seakan siap menjalani harinya yang terasa begitu indah. Sedang Taehyung merasa kalau hari ini dia akan menjalani hari yang berat dan menyebalkan, benar-benar sebuah perasaan yang berbanding terbalik.
Tidak acuh dengan senyuman hangat Jeongguk, Taehyung memilih untuk melenggang pergi pada detik itu juga. Mengabaikan sapaan ramah Jeongguk dan lambaian tangan tetangganya di belakang sana. Menuruni anak demi anak tangga dengan wajah tertekuk. Meski begitu, sikap tidak bersahabat Taehyung tetap mendapat sambutan hangat dari senyum tampan Jeongguk.
“Hei, jangan lupa rapatin jaket. Salju lumayan tebal di luar, soalnya semalaman turun salju.” Jeongguk berteriak dari belakang. Tidak tahu apa Taehyung mendengarkannya atau masih kukuh dengan sikap tidak acuhnya, hingga pria itu hilang dari penglihatan Jeongguk. Taehyung sudah berjalan keluar dari gedung apartemennya, kakinya melanglang di atas tumpukan salju. Bibirnya aktif menggerutu.
Dan gerutuan serta wajah tertekuknya bertahan hingga dia sampai di toko. Yoona dan Yoongi sampai bertukar pandang dan mengirimkan tanda tanya melalui tatapan mereka. Namun, adik sepupunya tidak menghiraukan tatapan bingung dari kedua kakak itu. Taehyung langsung masuk ke ruang ganti staff, mengganti bajunya dengan seragam toko dan memakai apron kesayangannya dengan sablonan Sugar & Crumbs. Setelah itu, Taehyung sibuk berkutat di dapur belakang, seakan tidak terjadi apa-apa.
Berkutat dengan adonan akan menjadi pengalihan terbaik saat ini. Setidaknya pikirannya terfokus dengan adonan kue untuk beberapa jam. Sebelum dirinya harus kembali berhadapan dengan Jeon Jeongguk siang ini.
Ya, bahkan, kegiatan ini sudah menjadi teman terbaik Taehyung untuk melupakan rasa sakitnya sepuluh tahun yang lalu. Taehyung menghabiskan berjam-jam waktunya di dapur, berkutat dengan resep kue keluarganya yang paling disukai. Taehyung ingat sekali, waktu dirinya menangis sambil mengocok adonan strawberry shortcake. Satu punggung tangannya dia pakai untuk menyeka air mata yang menetes di pipi, sedangkan tangan kanannya masih sibuk mengocok adonan.
Waktu itu, ada berjuta perasaan yang membelenggunya. Rasa sedih, rasa kecewa, rasa marah, hingga terbersit perasaan benci pada sosok Jeongguk. Seluruh teman sekolahnya bahkan mengetahui kabar tentang keberangkatan Jeongguk ke Tokyo. Namun, Taehyung merasa kalau dirinya adalah satu-satunya orang yang buta akan informasi apa pun tentang Jeongguk.
Hari itu Taehyung harus mengetahuinya dari Jaehyun. Teman dekat Jeongguk di kelas semasa sekolah. Bermula dari percakapan usil Taehyung tentang mimpinya, hingga akhirnya tercetus jawaban Jaehyun yang begitu membuat dada Taehyung terasa nyeri.
Loh, Jeongguk kan udah berangkat ke Jepang seminggu yang lalu. Gue pikir lo tahu?
Hari itu Taehyung memimpikan Jeongguk. Pria itu duduk di kursi sebelahnya, tersenyum dan berkata kalau dia ingin pamit. Jeongguk akan meninggalkan Seoul, dirinya akan melanjutkan studi desain ke Tokyo. Dan, ya, Taehyung sudah tahu kalau Jeongguk memang ingin melanjutkan kuliahnya ke negeri sakura. Taehyung hanya tidak habis pikir kalau dirinya harus mengetahui kepergian Jeongguk melalui sebuah mimpi. Bagaimana kalau hari itu Taehyung tidak mengobrol dengan Jaehyun? Mungkin Taehyung tidak akan pernah tahu kabar kepergian Jeongguk entah sampai kapan.
Harusnya, cinta monyet itu akan terasa lucu dan menyenangkan setiap kali kita mengingatnya. Namun, Taehyung tidak bisa merasakan itu. Karena perasaannya untuk Jeongguk bukan sekadar perasaan sesaat anak SMA seumurannya. Taehyung menyelam terlalu dalam, tanpa tahu di mana dasarnya.
. . .
Sudah lebih dari 3 hari Jeongguk pindah ke depan apartemen Taehyung. Tinggal berseberangan dan hanya terpisah oleh beberapa langkah dari pintu apartemennya dan Taehyung. Namun, pria itu masih terasa begitu dingin padanya.
Sebenarnya, Jeongguk bingung dan tidak mengerti. Kenapa sikap Taehyung bisa sedingin salju padanya, padahal dulu Taehyung sehangat mentari di musim panas. Dia bisa memaklumi kalau mungkin ada perasaan canggung setelah lama tidak bertemu. Tapi, Jeongguk tidak bisa mengerti kenapa Taehyung terlihat begitu menghindarinya.
Jeongguk bahkan berharap kalau situasi yang dihadapi dirinya dan Taehyung bisa disamakan dengan program diet. Ya, memang terdengar begitu random. Namun, Jeongguk pernah mendengar kalau nafsu makan mulai bisa menyesuaikan di hari ketiga diet. Dan, setidaknya Jeongguk berharap kalau suasana canggung dengan Taehyung bisa mencair juga di hari ketiga, meski sebenarnya kini sudah masuk di hari keempat.
Tapi, Jeongguk sadar, kalau kini bukan saatnya untuk dirinya bersikap lembek. Bukan saatnya untuk menyerah begitu saja. Jeongguk sudah melakukan kesalahan yang begitu besar di masa lalu. Jeongguk sudah melepas orang yang disayangi dengan begitu mudah, tanpa memberi dirinya sendiri kesempatan untuk berjuang. Dan kini adalah saat yang tepat untuk menebus kesalahannya tersebut.
Jeongguk tidak boleh menepi, tidak boleh berhenti, apalagi memutar balik.
Maka dari itu, kini Jeongguk sudah berdiri di depan pintu toko kue tempat Taehyung bekerja. Di depan bangunan bercat putih dengan tulisan Sugar & Crumbs di sebelah pintu masuk yang terbuat dari kaca. Lantai kayunya sedikit basah, mungkin jejak salju tadi pagi yang sudah mencair. Dan, ada lonceng kecil menggantung tepat di atas pintu masuk. Menimbulkan dentingan kecil yang bernyanyi ketika Jeongguk mendorong pintu tersebut.
Jeongguk menunduk kecil, membalas sapaan wanita yang sedang membersihkan meja bekas pelanggan, dia Yoona. Lalu, kurang dari satu detik, Jeongguk menangkap kehadiran Taehyung dari balik konter kasir. Pria itu sempat bertukar tatap dengannya, lalu buru-buru menunduk. Taehyung bersembunyi di bawah meja kasir, meski tahu kalau Jeongguk sudah melihat keberadaannya.
Jeongguk terkikik kecil, kegelian dan gemas dengan tingkah Taehyung itu. Kakinya dibiarkan tetap melangkah menuju ke konter pemesanan. Melihat-lihat menu kue yang berada di display untuk hari ini. Di depannya, di balik meja kasir yang kini menjadi tempat Taehyung bersembunyi, Yoona berbisik. Kakinya menyenggol-nyenggol tubuh Taehyung, menyuruh anak itu untu keluar dari persembunyiannya—begitu yang ditangkap Jeongguk.
“Ngapain kamu di situ?” kira-kira begitu kata Yoona.
Lalu, Taehyung membalasnya dengan isyarat menyuruh kakak sepupunya untuk diam, dan Jeongguk mendengarnya. Sstt, jangan berisik kak, begitu kata Taehyung.
Menggeleng heran, lalu mendecak, sebelum akhirnya Yoona yang mengambil alih meja kasir. Bertanya pada Jeongguk apakah sudah menentukan menu yang dia pesan atau belum. Lalu, jari telunjuk Jeongguk menunjuk sebuah kue cokelat dan menu signature untuk hari ini. Yoona dengan sigap mencatat pesanan Jeongguk, mencoba mengabaikan eksistensi Taehyung yang meringkuk di dekat kakinya. Kemudian, dia mempersilahkan Jeongguk untuk duduk dan menunggu pesanannya.
Beralih dari balik meja kasir, Yoona langsung menyiapkan pesanan Jeongguk. Dia tata kue-kue cantik hasil dari pekerjaan Taehyung sejak pagi ke atas piring. Sedang Taehyung masih sibuk bersembunyi di bawah meja.
“Kamu ngapain di situ? Mending bantu anterin pesanan nih.” kata Yoona. Tangannya menarik-narik lengan Taehyung, memaksa adik sepupunya untuk bangkit.
Selama ini Yoona sering mendengar nama Jeon Jeongguk, si mantan cinta monyet adik sepupunya semasa SMA. Namun, dia tidak pernah benar-benar tahu bagaimana rupa pria itu. Berani sumpah, kalau Yoona sampai tahu bahwa Jeon Jeongguk sedang berada di toko mereka, Taehyung pasti akan habis diledeki.
“Kak, please, kakak aja yang nganterin,” kata Taehyung. Kedua telapak tangannya bergerak mengusap-usap, seakan-akan memohon. “Aku engga mau ketemu sama diaaaa.”
Melihat respons dari adik sepupunya yang begitu mencurigakan, Yoona malah sengaja enggan untuk melakukan apa yang disuruh Taehyung. Dia berdiri dengan tegap, lalu menyerahkan nampan berisi pesanan Jeongguk tersebut ke arah Taehyung. Taehyung pun sudah tidak punya pilihan lain.
Lama berjongkok di sana, akhirnya Taehyung keluar dari persembunyiannya. Kepalanya tertunduk, mencoba menyembunyikan wajahnya, padahal sudah jelas itu mustahil.
Jeongguk nampak sibuk dengan tablet dan stylus pen. Taehyung senang dan lega, karena Jeongguk tidak begitu memperhatikan sekitar. Dia bisa langsung menaruh pesanan Jeongguk ke atas meja, kemudian langsung kabur dan kembali bersembunyi.
Namun, kepala Jeongguk langsung menoleh begitu Taehyung tiba di depan mejanya. Seakan-akan ada sebuah sinyal terpancar setiap kali Taehyung berada di dekatnya.
Pria itu hanya diam. Membiarkan Taehyung menata pesanan Jeongguk ke sisi meja yang kosong. Bagus, memang sudah seharusnya Jeongguk diam saja. Karena Taehyung benar-benar tidak ingin terlibat konversasi apa pun dengan pria itu.
“Thanks,” kata Jeongguk singkat. Ya, harapan Taehyung begitu. Namun, tentu saja Jeon Jeongguk tidak akan mengabulkan harapan Taehyung tersebut. “Udah ketemu yang dicari di lantai? Kayaknya tadi lo sibuk banget jongkok di bawah meja.”
Mata Taehyung melotot begitu dengar perkataan Jeongguk. Dalam hati Taehyung menggerutu, ingin sekali meninju Jeongguk yang begitu menyebalkan. Namun, tentu saja dirinya tidak akan pernah benar-benar melakukan hal tersebut. Ingin sekali Taehyung menunjukkan kalau dirinya sudah tidak punya perasaan apa-apa lagi pada Jeongguk. Meskipun dia ragu apakah itu sebuah adalah benar atau bualan belaka.
“Selamat menikmati!” kata Taehyung. Lebih memilih mengabaikan perkataan Jeongguk sebelumnya. Lalu, dirinya buru-buru bergegas meninggalkan meja Jeongguk.
“Tunggu,” kata Jeongguk. Tangan pria itu bahkan hampir menggapai pergelangan tangan Taehyung, mencoba untuk menahan pergerakan Taehyung yang hendak pergi. Namun, Jeongguk urungkan niatnya karena takut bertindak tidak sopan. Untungnya, Taehyung tetap menghentikan langkahnya. Menghela napasnya, kemudian kembali menghadap Jeongguk. “Kenapa?”
Yoona yang dari tadi memperhatikan gerak-gerik kedua pria itu hanya bisa diam. Menyimak, namun tidak mengerti dengan situasi yang sedang terjadi. Dia tahu siapa saja pria dan wanita yang pernah dicampakkan oleh adik sepupunya, namun sosok ini nampak asing di matanya. Dia tidak tahu saja kalau pria yang sedang duduk dan berhadapan dengan Taehyung saat ini adalah Jeon Jeongguk.
“Temenin sebentar boleh engga? Gua butuh temen ngobrol, lagi mandet ide. Sekalian ceritain asal tentang kue buatan lo ini,” begitu katanya. Hening menjeda selama beberapa detik. Taehyung diam, nampak menimbang-nimbang jawaban, dan Jeongguk memberikan tatapan selembut kapas. Mustahil sekali Taehyung tidak luluh dengan tatapan itu. “If you don't mind?“
Egonya ingin sekali menolak permintaan Jeongguk dengan tegas. Dirinya bisa saja langsung kembali ke meja kasir atau ke dapur belakang, ke mana saja asal tidak terlihat oleh Jeon Jeongguk. Namun, Taehyung malah kembali memilih hal yang berlawanan dengan egonya.
Dia menghela napasnya, lalu duduk di kursi seberang Jeongguk. Tubuhnya kaku, seakan tidak kenal kata rileks. Dia mainkan kuku-kuku jarinya, karena benar-benar merasa mati gaya di sana. Jeongguk tidak lagi fokus dengan tabletnya. Pena digitalnya dia letakkan di sebelah tablet yang berbaring di atas meja. Lalu, dirinya malah fokus menatap Taehyung.
“So, let's talk about your beautiful masterpiece. Gua jadi engga tega mau makannya.”
Taehyung masih menunduk, menatap ke arah meja di hadapannya. “Kalau engga tega makannya kenapa dibeli.” katanya pelan. Namun Jeongguk masih bisa mendengar perkataan Taehyung tersebut.
“Hahaha. Oke, oke, kita coba yang mana dulu, ya?”
Jeongguk nampak sibuk dengan sendok kecil di tangan kanannya. Kepalanya mengangguk-angguk, seakan setuju dengan ekspektasinya sebelum mencoba kue itu. Ada senyuman kecil di wajahnya, membuat Taehyung berdebar dan ingin mendengar tanggapan langsung dari pria itu.
Tanpa Taehyung sadar, badannya kini sudah sedikit condong ke depan. Kepalanya miring sedikit, lalu tatapannya penuh antisipasi dan penasaran ke arah Jeongguk. Pemandangan itu menyambut Jeongguk ketika dirinya mengangkat kepalanya. Membuat senyuman kecilnya mengembang berkali-kali lipat lebih lebar. Lalu berkata. “Manis.”
Ya, Taehyung juga tahu kalau kue buatannya manis. Yang tidak Taehyung ketahui adalah Jeongguk tidak mengajukan kata itu untuk kue buatan Taehyung. Melainkan untuk dirinya, untuk Kim Taehyung.
“Ck, orang lain juga yang ngeliat pasti tahu kalau kue itu manis.”
“Tekstur kuenya lembut banget, rasa adonannya engga terlalu manis. Tapi krimnya cukup manis, dan buah-buahannya buat rasanya jadi balance,” Jeongguk kembali berkata. Membuat rasa kecewa yang hampir melanda Taehyung kembali tertarik. “kayaknya bakal jadi salah satu cake yang sering gua makan.”
Sialan, Jeon Jeongguk sialaaan. Entah kenapa Taehyung langsung tersipu malu dengan pujian Jeongguk atas kue buatannya. Pipinya kini terasa panas dan merona untuk hal yang begitu sepele.
“Thanks?” jawab Taehyung. Kehabisan kata-kata, ditambah dengan salah tingkah yang luar biasa. Taehyung benar-benar malu dan berharap dapat menenggelamkan wajahnya sekarang juga. Jeongguk mungkin bisa membaca gelagatnya yang begitu kentara. Entah dirinya harus berkelit apa lagi untuk mencari alasan dan pengalihan topik.
Jeongguk tertawa, Taehyung yakin sekali kalau dirinya benar-benar terlihat konyol saat ini. “Hahaha, sama-sama ya. Lo lucu banget sih,”
Wah, benar-benar ya Jeon Jeongguk ini. Berani-beraninya dia macam-macam dan membuat jantung Taehyung ketar-ketir begini.
“Lucu, masih kayak dulu jaman SMA. Lo masih manis & gemesin.”
Kalau Taehyung bisa melebur di tempat, kalau Taehyung bisa berubah menjadi cairan, Taehyung pasti sudah melakukannya sejak tadi. Karena dirasa-rasa, Jeon Jeongguk ini semakin membuatnya gila. Taehyung tidak akan bisa menanggapi ucapan Jeongguk lebih lama lagi.
“Hih, apa sih. Dulu lo engga pernah muji-muji gue kayak begini.” Gerutu Taehyung. Mencoba mengalihkan rasa malunya dengan cara berpura-pura galak.
“Oh ya? Waktu di klub bahasa jepang, waktu lo bacain PR lo pakai aksen jepang lo. Gua juga sempet bilang lo lucu, emang engga inget?”
Sudah jelas Taehyung mengingat setiap detik momen di hari itu. Ekspresi wajah Jeongguk, suara lembutnya ketika mengatakan itu, semuanya, setiap detiknya Taehyung rekam di dalam kepalanya.
“Engga” jawab Taehyung berbohong.
“Ah, kayaknya lo lupain banyak kenangan tentang SMA, ya?” kata Jeongguk, terdengar seperti sedang bergumam dengan dirinya sendiri.
Kalau memang Taehyung banyak melupakan memori mereka semasa SMA, mungkin itu tandanya Jeongguk harus membuat memori baru bersama Kim Taehyung. Membuka lembaran baru. Kali ini, Jeongguk ingin menulis kisah mereka dengan ending yang berbeda. Jeongguk ingin memberi banyak aksi, ketimbang menganggumi diam-diam. Jeongguk ingin memberi banyak bukti, ingin menunjukkan secara gamblang bagaimana perasaannya yang sesungguhnya untuk Taehyung.
Mau ada Jaebeom baru atau siapa pun orang yang dapat menghalanginya, Jeongguk tidak peduli. Seperti apa yang sudah Jeongguk katakan sebelumnya, kalau kali ini dia tidak akan menyerah. Jeongguk tidak mau menyesal dan mengulang kesalahan untun yang kedua kalinya.
“Engga apa-apa kalau lo ga inget banyak hal tentang gua di SMA dulu. Biar gua buat memori baru yang bagus-bagus sekarang, hehehe.”
Dan Taehyung tidak tahu apa maksud dari perkataan Jeongguk barusan. Apa-apaan itu? Apa maksudnya ingin membuat memori baru yang bagus tentang dirinya?
. . .