COKI-COKI: 33.
. . .
Kuku jari Taehyung membiru, dan timbul rasa sedikit ngilu. Ini semua adalah akibat dari menerjang hujan salju yang sudah berlangsung selama berjam-jam. Tidak ada pilihan selain berjalan kaki selama 7 menit dari halte bus hingga ke gedung apartemennya. Sebenarnya memakan banyak waktu, kalau saja malam ini salju tidak menyelimuti jalanan dan udara dingin yang membuat tubuh membeku.
Sepanjang perjalanan Taehyung terus merapalkan berbagai snack favoritnya yang dia simpan di lemari dapur. Membayangkan kalau sebentar lagi dirinya akan mandi air hangat, bersenandung kecil, sambil menikmati rendaman air hangat mengantarkan kenyamanan pada tubuhnya. Begitu saja sudah cukup membuat Taehyung semangat untuk terus menerjang udara dingin di luar sana, hingga akhirnya dia sampai di gedung apartemennya.
Kakinya melangkah senang, menaiki satu demi satu anak tangga menuju lantai dua. Kedua tangannya mengepal di udara dan menari-nari senang. Sebentar lagi bisa berendam air hangaaat, sebentar lagi bisa minum cokelat panas dan makan snack kesukaannya.
Sebentar lagiiii, yeaaay.
Tapi,
Tapi,
Tapi,
Tidak jadi sebentar lagiii, tidak jadi senang. Karena mata Taehyung menangkap kehadiran Jeon Jeongguk di depan pintu apartemen. Berdiri dengan tidak seimbang, sambil membenturkan kepalanya pelan ke pintu di hadapannya.
Taehyung menggeleng, keheranan sekali dengan tingkah pria itu malam ini. Apa yang Jeongguk lakukan di luar pintu apartemennya? Kenapa dia membenturkan kepala seperti itu?
Baiklah, Taehyung mengerti kalau hidup di Seoul itu memang keras. Taehyung mencoba untuk paham, kalau menjadi illustrator di sebuah perusahaan dengan merek besar itu bisa menjadi beban yang begitu besar. Tapi, Taehyung tidak setuju kalau Jeongguk memilih untuk menyakiti dirinya sendiri seperti sekarang.
Kakinya melangkah besar, melompati dua anak tangga untuk sampai ke lantai 2 apartemen. Rasanya, Taehyung cukup kesal menyaksikan pemandangan barusan. Ingin sekali Taehyung menarik tubuh Jeongguk, menghentikan aksi bodoh pria itu, lalu memakinya.
“Jeon Jeongguk, lo ngapain sih?” kata Taehyung lumayan kencang, mungkin hampir berteriak. Tangannya meraih pundak Jeongguk. Mencoba menghentikan tubuh pria itu dan membalikkan tubuhnya, menjadi menghadap ke arah Taehyung.
Matanya sayu, hidung, pipi dan bola matanya merah dan sengatan bau alkohol langsung menusuk hidung Taehyung. Taehyung pandangi lagi pria di hadapannya, dari ujung kaki hingga ujung kepala. Jeongguk terlihat kacau... dan mabuk berat.
Ah, jadi yang dilakukannya barusan itu karena Jeongguk terlalu mabuk. Taehyung sudah berpikir yang macam-macam, hingga berencana untuk mencari bantuan profesional. Jaga-jaga, kalau ternyata tetangga seberang, orang yang dulu dia sukai, Jeon Jeongguk, sedang melalui masa-masa sulit dalam hidupnya.
Lalu, sekarang bagaimana?
Tangannya masih memegang bahu Jeongguk, sekaligus menopang tubuh pria itu yang terkadang oleng tidak seimbang. Wajahnya mulai terlihat panik, karena tidak tahu harus melakukan apa. Tidak seharusnya dia berada di jarak sedekat ini dengan Jeongguk, tidak, tidak, tidak. Nanti jantungnya kembali mengetuk-ngetuk dari dalam, izin untuk loncat keluar. Bahaya.
“Jeon Jeongguk, cepat masuk ke apartemen lo. Ini dingin banget, lo mau mati kedinginan di luar sini?” ucap Taehyung. Berusaha mengajak bicara Jungkook, seakan pria yang sedang mabuk berat itu akan mengerti perkataannya.
Karena, sudah jelas Jeongguk tidak dapat menangkap satu kata pun yang terucap dari mulut Taehyung. Pria itu malah tertawa begitu melihat wajah Taehyung samar-samar di penglihatannya. Lalu terhuyung ke depan, karena gagal menjaga keseimbangan tubuhnya. Jeongguk mendaratkan tubuhnya ke arah Taehyung, membuat Taehyung dengan susah payah menahan tubuh Jeongguk yang sedikit lebih besar darinya itu.
“Jeon Jeongguk, sadar engga! Ih, jangan peluk-peluuuk!” kata Taehyung heboh. Padahal, tangannya yang kini sedang melingkari tubuh Jeongguk, demi menjaga tubuh pria itu tetap berdiri.
“Lo... k-kenapa lupa? Gue? K-ok engga i-inget?” kata Jeongguk terbata-bata, bicaranya tidak begitu jelas. Mungkin karena posisi wajahnya kini terbenam di dalam leher Taehyung, juga, ditambah dirinya mabuk berat.
Taehyung mendesah, namun tidak bisa berbuat apa-apa selain mempertahankan posisi berdiri mereka. Otaknya berpikir, mencari cara agar dirinya bisa segera pulang, tanpa perlu membawa Jeon Jeongguk ke dalam apartemennya. Karena demi Tuhan Taehyung tidak mungkin tega meninggalkan pria itu di depan sini dalam keadaan mabuk.
“Gue engga paham lo ngomong apa. Jeongguk, plis, sadaaar. Gue mau cepet-cepet masuk apartemen, tolong bangeeeet.” kata Taehyung, meringis. Sungguh, Taehyung hanya ingin pulang. Pintu apartemennya hanya lima langkah di belakangnya, namun dirinya masih terjebak di luar sini dengan Jeon Jeongguk. Ya, itu yang paling menjengkelkan. Kenapa harus dirinya yang memergoki Jeongguk sedang mabuk, membenturkan kepalanya ke daun pintu dan meracau tidak jelas?
Lagi, lagi, dan lagi, Jeongguk hanya menjawabnya dengan sebuah tawa. Kepalanya mendongak, matanya menyipit sambil menatap Taehyung, lalu dia tersenyum seperti orang gila. Membuat bulu kuduk Taehyung berdiri sebadan-badan.
“JEON JEONGGUK, CEPET SADAR ATAU GUE TINGGAL DI SINI?” kata Taehyung pada akhirnya, lalu buru-buru memalingkan wajahnya yang sudar semerah tomat. Sialan, Jeon Jeongguk, seenaknya saja menyiksa jantung Taehyung seperti ini.
Lalu, Jeongguk mencoba untuk berdiri tegap, memutar tubuhnya ke arah pintu apartemennya dengan susah payah. Tentu saja, Taehyung yang berada di belakangnya harus siaga, takut kalau tubuh pria itu kembali terhuyung entah ke arah mana.
Jari-jarinya mulai terangkat, mencoba untuk menekan tombol keamanan pada pintu apartemennya. Sayangnya, pandangan matanya masih begitu kabur. Berulang kali dicoba, tetap saja jari telunjuk Jeongguk malah tergelincir ke angka yang salah.
Taehyung geram. Untuk kesekian kalinya dia harus mendesah panjang, menghela napasnya dengan kesal. “Sebutin nomornya, biar gue bantu.”
Jeongguk tersenyum—lagi—seperti orang gila. Lalu menyebutkan pin keamanan pada pintu apartemennya dengan pelan, “0, 9, 0,”
Jeongguk diam sebentar. Membuat Taehyung harus lebih menahan kesabarannya.
“7, 11.” lanjut Jeongguk.
“0, 9, 0, 7, 1, 1?” ulang Taehyung.
Jeongguk menggeleng heboh. “Bu-kaaan.”
“Hah? Coba ulang, ya? kali ini jangan salah Jeongguk. Plis, gue udah mau balik ke apartemen.”
“Hehehe,” Jeongguk mengangguk sambil tertawa. Kemudian kembai menyebutkan pin keamanan pintunya. “0, 9, 0, 7, Sebelaas.”
Taehyung berpikir sebentar. Bukannya itu angka yang sama dengan yang dia sebutkan sebelumnya? Demi apa pun, sepertinya kesabaran Taehyung memang benar sedang diuji melalui Jeongguk.
“Apa bedanya sama yang gue sebutin tadi? hhh.” gerutu Taehyung. Lalu, jarinya menekan angka yang sudah Jeongguk sebutkan. Tidak lama, pintu di hadapannya berbunyi dan terbuka saat Taehyung tarik gagangnya.
Dia biarkan Jeongguk meracau tentang sebelas yang berbeda dengan satu-satu. Memapah tubuh Jeongguk dengan susah payah ke dalam apartemen pria itu.
Serius, Taehyung tidak pernah membayangkan dirinya akan masuk ke dalam apartemen Jeon Jeongguk. Tidak pernah sama sekali, bahkan hingga detik di mana dia mengetahui kalau mereka kini bertetangga. Boro-boro membayangkan hal ini, yang ada Taehyung malah sibuk menghindari pria itu sejak kemarin.
Taehyung dengan terpaksa mengetahui pin keamanan apartemen Jeongguk, membantu pria itu untuk bisa masuk dan sampai dengan selamat ke dalam apartemennya. Kurang gila apa lagi malam ini?
Mungkin juga akan ada banyak kegilaan lainnya di kemudian hari. Taehyung tidak bisa menjamin apa pun, tidak bisa mengharapkan hari-harinya berjalan biasa saja. Di saat Jeon Jeongguk kini tinggal begitu dekat dengannya.
Pelan-pelan kakinya melangkah, menuntun Jeongguk untuk duduk di sofa ruang tengahnya. Kemudian Taehyung berjongkok, melepas sepatu Jeongguk pelan-pelan. Kemudian, dia rebahkan tubuh Jeongguk, memberikan bantal sebagai sandaran kepala Jeongguk agar tidurnya nyaman. Meski, Taehyung tidak memiliki kewajiban melakukan itu semua.
Taehyung bangkit dari posisinya, setelah merasa Jeongguk sudah berbaring dengan nyaman. Akhirnya dia dapat bernapas lega dan bisa merealisasikan rencara berendam air hangat.
Jeongguk mabuk berat, seharusnya pria itu tidak akan mengingat apa pun esok hari. Jadi, Taehyung tidak perlu khawatir bukan?
Ya, seharusnya begitu.
Namun, pergelangan tangannya ditahan oleh Jeongguk, tepat ketika Taehyung ingin pergi dari sana. Alis Taehyung mengerut, menatap genggaman tangan Jeongguk yang cukup erat untuk ukuran orang mabuk dan tidak sadarkan diri. Matanya terpejam, wajahnya nampak begitu tenang, seperti sedang menyelam bebas di alam tidur.
“Lo engga inget gue, coki-coki?” ucap Jeongguk pelan.
Mata Taehyung membulat kaget. Jeongguk masih nampak seperti sedang tidur nyenyak, namun nada bicaranya terdengar begitu jelas. Sialan, jangan-jangan Jeon Jeongguk pura-pura mabuk sejak tadi?
“AAAAAAA.” tepat setelah teriakan itu, Taehyung langsung berlari keluar dari apartemen Jeongguk. Dia langsung masuk dan mengunci dirinya di dalam apartemen miliknya sendiri.
. . .