COKI-COKI: 260
. . .
Once in a life time you meet someone who changes everything.
Jeongguk pikir rasanya akan sakit bukan main. Berkali-kali lipat lebih besar dibanding saat dia mengetahui kabar perceraian kedua orangtuanya. Seperti ada ribuan panah yang terbang, lalu menusuk dadanya. Hingga membuat luka sedalam samudra di hatinya.
Ternyata, pertemuan dirinya dan sang ibu tidak seburuk yang dia bayangkan. Jeongguk juga takjub dengan toleransi rasa sakit pada dirinya yang mulai membaik. Kalau dia memosisikan dirinya beberapa tahun lalu, mungkin di tidak akan memiliki keberanian untuk membalas pesan sang Ibu. Apalagi, bisa bertemu secara langsung dan duduk berhadapan seperti tadi. Rasanya begitu mustahil.
Namun, kata mustahil itu tidak berlaku lagi. Sejak ada kehadiran Taehyung di hidupnya.
Mungkin rasa sakit dan dendam Jeongguk tersapu bersih. Karena dirinya terlalu dipenuhi oleh rasa cinta dan sayang dari Taehyung. Mungkin dari sanalah datangnya keluatan super yang Jeongguk miliki hari ini. Saat dirinya menatap Taehyung dan memohon agar pria itu duduk di sampingnya. Menggenggam tangannya sepanjang pertemuan dengan sang Ibu. Saat itulah segala hal yang ada di dunia terasa begitu ringan dan mudah untuk Jeongguk.
Jeongguk tidak ingat kapan terakhir kali dia mengobrol dengan hangat bersama Ibunya. Jeongguk juga tidak ingat kapan terakhir kali dia merasa hubungannya dengan kedua orangtuanya sehangat keluarga lainnya. Mungkin saat itu Jeongguk masih terlalu kecil, sehingga tidak ada memori indah yang tersisa dalam ingatannya hingga kini. Atau, memang keluarganya tidak pernah ada di posisi itu. Tidak pernah ada kehangatan dan kasih sayang di sana.
Jeongguk kecewa. Sangat kecewa pada kedua orangtuanya. Namun, bukan berarti dia tidak menyayangi mereka. Kalau Jeongguk memang benar-benar membenci Ayah atau Ibunya, maka Jeongguk tidak akan pernah datang dan menerima permintaan sang ibu untuk bertemu. Meski, pada akhirnya mereka hanya melalui waktu bergulir dengan penuh kecanggungan.
Taehyung bahkan bisa keringat dingin bila disuruh lebih lama duduk di antara Ibu dan tersebut. Sumpah, rasanya tidak nyaman sekali. Rasanya, seperti Taehyung disuruh menyelam ke kolam es di kutub utara pada bulan Januari. Dingin sekali, GILA, Taehyung bisa membeku. Alias, tidak ada kehangatan sama sekali di antara mereka.
Dan yang dapat dia lakukan hanyalah menggenggam tangan Jeongguk sepanjang pertemuan itu. Setidaknya, tangannya yang—ikutan—dingin mendapatkan kehangatan. Sekaligus, Taehyung ingin sedikit mencairkan suasana hati Jeongguk. Membuat pria itu merasa sedikit aman dan nyaman dengan kehadirannya di sana.
Jeongguk tidak banyak bicara. Hanya menjawab singkat ketika sang Ibu bertanya. Mengingatkan Taehyung akan sosok anak laki-laki yang duduk di bangku belakang semasa SMA dulu. Anak laki-laki yang tidak banyak bicara pada siapa pun kecuali Jaehyun. Dia adalah Jeon Jeongguk versi remaja. Anak laki-laki yang paling sulit Taehyung tebak. Dan tadi bocah itu muncul lagi di hadapannya.
Setidaknya, ada hal yang bisa disyukuri dari pertemuan tadi. Taehyung bersyukur karena Jeongguk bisa bertahan hingga akhir. Jeongguk tetap menjaga ekspresinya dengan tenang. Bahkan, di saat sang Ibu pamit untuk pergi. Di saat seorang anak kecil dan pria dewasa yang mungkin umurnya sepantaran Ayahnya datang menjemput sang Ibu.
Dalam hati Jeongguk tahu, kalau Ibunya sudah menjalani kehidupannya dengan baik sekarang. Ah, beliau akhirnya mendapatkan apa yang seharusnya dia dapatkan sejak dulu. Keluarga yang manis dan hangat. Pikir Jeongguk begitu.
Jeongguk tidak bisa mengubah apa pun yang terjadi di masa lalunya. Dia tidak bisa mengubah atau membuang kenangan menyakitkan yang ditinggalkan oleh keluarganya yang hancur. Namun, bukan berarti Jeongguk tidak bisa mendapatkan kebahagiaan di masa depannya bukan?
Jeongguk layak untuk bahagia. Sebagaimana sang Ibu yang juga kini sudah menemukan kebahagiaannya. Dan kebahagiaan itu ada di sampingnya. Dengan tangan kanannya yang menggenggam erat tangan Jeongguk. Kemudian, satu tangannya lagi dia gunakan untuk mengusap sudut bibir Jeongguk. “Ada bekas minuman di bibir kamu, Ayang.” ucapnya, sambil menyengir.
Membuat Jeongguk ikutan tersenyum dengan hangat ke arahnya. Menatapnya dengan penuh kasih sayang, sebagaimana dirinya merasa dihujani oleh rasa sayang dari Taehyung saat ini.
“Sebelum pulang mau mampir beli ice cream dulu?” tanya Jeongguk.
Taehyung mengangguk semangat. Tentu saja dia tidak akan menolak tawaran ice cream dari Jeongguk. “Mau, mau, mauuu.”
“Okay, kalau gitu kita meluncur ke tempat ice cream ya.”
“Okaaay. Gelato yang di deket restoran waktu itu kayaknya enak. Inget ga? Waktu kita makan bbq malem-malem. Tempatnya juga kayaknya nyaman.” Jawab Taehyung. Kemudian, badannya menempel pada lengan Jeongguk. Dia peluk dengan erat tangan pacarnya itu sambil mereka berjalan menuju mobil Jeongguk.
Saat kaki Jeongguk melangkah, beriringan dengan langkah kaki Taehyung. Saat itu juga rasa sakit yang menyisa di hatinya terhapuskan. Jeongguk tidak butuh obat apa pun. Dia hanya butuh Kim Taehyung. Seseorang yang mampu membuat dunianya berubah menjadi lebih baik.
. . .